Sabtu, 02 Juli 2022

4 (empat) bagian norma-norma sosial

 

4 (empat) bagian norma-norma sosiaL

 

 

a.    Cara berbuat (usage)

Norma yang disebut cara hanya mempunyai kekuatan yang  dapat dikatakan sangat lemah dibanding norma yang lainnya.  Cara lebih banyak terjadi pada hubungan-hubungan antar individu dengan individu dalam kehidupan masyarakat. Jika terjadi pelanggaran terhadapnya (norma), seseorang hanya mendapatkan sanksi-sanksi yang ringan, seperti  berupa cemoohan atau celaan dari individu lain yang dihubunginya. Perbuatan seseorang yang melanggar norma (dalam tingkatan cara) tersebut dianggap orang lain sebagai perbuatan yang tidak sopan, misalnya makan berdecak, makan berdiri dan sebagainya.

 

b.    Kebiasaan atau perbuatan yang berulang-ulang (folkways)

Kebiasaan adalah perbuatan yang berulang-ulang dalam bentuk yang sama. Kebiasaan mempunyai daya pengikat yang lebih kuat dibanding cara. Kebiasaan merupakan suatu indikator kalau orang-orang lain setuju atau menyukai perbuatan tertentu yang dilakukan seseorang. Misalnya bertutur sapa lembut (sopan santun) terhadap orang lain yang lebih tua atau kebiasaan mengucapkan salam setiap bertemu orang lain dan sebagainya.

 

c.    Tata-kelakuan (mores).

Tata-kelakuan adalah suatu kebiasaan yang diakui oleh masya-  rakat sebagai norma pengatur dalam setiap berperilaku. Tata-kelakuan lebih menunjukkan fungsi sebagai pengawas kelakuan oleh kelompok terhadap anggota-anggotanya. Tata-kelakuan mempunyai kekuatan pemaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu; jika terjadi pelanggaran, maka dapat mengakibatkan jatuhnya sanksi berupa pemaksaan terhadap pelanggarnya untuk kembali menyesuaikan diri dengan tata-kelakuan umum sebagaimana telah digariskan. Bentuk hukumannya biasanya dikucilkan oleh masyarakat dari pergaulan, bahkan mungkin terjadi pengusiran dari tempat tinggalnya.

 

d.   Adat-istiadat (custom).

Adat-istiadat adalah tata-kelakuan yang berupa aturan-aturan    yang mempunyai sanksi lebih keras. Anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat, akan mendapatkan sanksi hukum, baik formal maupun informal. Sanksi hukum formal biasanya melibatkan alat negara berdasarkan Undang-undang yang berlaku dalam memaksa pelanggarnya untuk menerima sanksi hukum. Misalnya pemerkosaan, menjual kehormatan orang lain dengan dalih usaha mencari kerja dan sebagainya. Sedangkan sanksi   hukum informal biasanya diterapkan dengan kurang, atau      bahkan tidak rasional, yang lebih ditekankan pada kepentingan masyarakat. Misalnya dalam kasus yang sama, seorang yang diketahui (atau tertangkap basah) melakukan perkosaan, maka ia akan mendapatkan sanksi sosial berupa pengucilan untuk selamanya atau diusir dari tempat tinggalnya untuk tidak kembali atau dapat juga dilakukan pemutusan hubungan keluarga dan lain-lain. Pada masyarakat tertentu, untuk memulihkannama baik yang tercemar diperlukan suatu upacara adat yang tidak sedikit mengeluarkan biaya.

 

Norma-norma sosial, seperti cara, kebiasaan, tata-kelakuan dan adat-Istiadat, kesemuanya merupakan aturan perilaku kehidupan sosial yang bersifat kemasyarakatan. Menurut Berry sifat kemasyarakatan ini adalah bukan saja karena norma-norma tersebut berkaitandengan kehidupan sosial, tetapi juga karena norma-norma tersebut adalah pada dasarnya merupakan hasil dari kehidupan bermasyarakat. Lebih lanjut Abdul Syanimenjelaskan bahwa nilai dan norma tidak dapat dipisahkan; nilai dan norma selalu berkaitan. Bedanya secara  umum, norma mengandung sanksi yang relatif tegas terhadap pelanggarnya. Norma lebih banyak penekanannya sebagai peraturan-peratuan yang selalu disertai oleh sanksi-sanksi yang merupakan faktor pendorong bagi individu ataupun kelompok masyarakat untuk mencapai ukuran nilai-nilai sosial tertentu yang dianggap terbaik untuk dilakukan.Menurut Alvin L. Bertrand (1980), norma sebagai suatu standar-standar tingkah laku yang terdapat di dalam semua masyarakat. Ia mengatakan bahwa norma sebagai suatu bagian dari kebudayaan non-materi, norma-norma tersebut menyatakan konsepsi-konsepsi teridealisasi dari tingkah laku. Sudah barang tentu, memang benar bahwa tingkah laku erat hubungannya dengan apa yang menurut pendapat seseorang itu benar atau baik; walaupun begitu, tingkah laku yang sebenarnya dipandang sebagai suatu aspek dari organisasi sosial.

 

Norma-norma tersebut biasanya oleh masyarakat dinyatakan dalam bentuk-bentuk kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat atau hhukum adat. Pada awalnya norma dibentuk tidak disengaja; akan tetapi dalam proses sosial yang relatif lama, tumbuhlah berbagai aturan yang kemudian diakui bersama secara sadar. Kekuatan daya ikat suatu norma tidak sama adanya dalam masyarakat, ada yang lemah dan ada pula yang kuat sampai anggota masyarakat tidak berani melanggarnya. Norma dimaksudkan agar dalam suatu masyarakat terjadi hubungan-hubungan yang lebih teratur antar manusia sebagaimana yang diharapkan bersama. 

 

Norma sosial menurut pandangan sosiologis, banyak dititikberatkan pada kekuatan dari serangkaian peraturan umum, baik tertulis maupun tidak tertulis, mengenai tingkah laku atau perbuatan manusia yang menurut penilaian anggota kelompok masyarakatnya sebagai sesuatu yang baik atau yang buruk, pantas atau tidak pantas. Norma sosial ini dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dianggap sebagai alat kendali atau batasan-batasan tindakan anggota masyarakat untuk memilih peraturan yang diterima atau tidak dalam suatu pergaulan. Pilihan tersebut diwujudkan dalam bentuk perintah dan larangan. Perintah menunjukkan norma atau kaidah yang akan membawa manfaat jika dilakukan. Sedangkan larangan menunjukkan norma atau kaidah yang akan membawa bahaya atau kerugian jika dilakukan. Setiap anggota masyarakat menerima aturan-aturan itu sebagai patokan tingkah laku yang benar dan yang salah. Seseorang dikendalikan oleh norma-norma itu tidak hanya sekadar membuat perasaan takut untuk melanggar aturan perilaku, tetapi juga karena dapat membuat perasaan bersalah jika melanggar norma-norma tersebut. Unsur kendali dari norma-norma itu merupakan cerminan dari desakan sosial yangdidasarkan pada kepentingan bersama.

 

Dalam buku Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial (Abdul Syani, 1987), mengutip pendapat Ferdinand Tonies dalam bukunya “Gemainschaft und Gesellschaft”, bahwa kehidupan masyarakat demikian banyak dipakai oleh para ahli Sosiologi lainnya dalam rangka menguak tabir rahasia hubungan manusia dalam masyarakat. Berlakunya konsep Tonies, oleh karena dia telah berhasil dalam mengungkap dan menunjukkan fakta-fakta yang jelas eksistensinya dalam setiap kehidupan manusia dalam masyarakat. Kecuali itu juga karena unsur-unsur yang telah diutarakannya ternyata merupakan ciri dasar (sebagai indikator) dalam jaringan hubungan antara manusia, dalam suatu kelompok tertentu maupun dalam masyarakat pada umumnya.

 

Gemeinschaft dikatakan sebagai bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya  terkait dalam hubungan perasaan di mana anggota-anggotanya terikat dalam hubungan perasaan yang murni, alamiah dan kekal. Dasar hubungan yang berpolakan Gemeinschaft ini adalah merupakan suatu kesatuan perasaan-perasaan, misalnya perasaan cinta dan perasaan sakral yang memang telah dikodratkan dalam kehidupan manusia. Sebaliknya pada Gesellschaft, ia merupakan ikatan hubungan antara manusia yang bersifat lahiriah, bersifat sebagai suatu bentuk dalam pemikiran, waktu terbatas tanpa pamrih serta ekonomis. Keadaan demikian dapat dilihat pada hubungan suatu perjanjian yang bersifat timbal balik, misalnya padagang bersemboyan bahwa “ ada uang ada barang”.

 

Pada kehidupan Gemeinschaft cenderung lebih mementingkan nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan dari pada peraturan–peraturan yang bersifat individualitas, artinya kepentingan masyarakat lebih utama dan individu harus tunduk di bawahnya. Kepentingan-kepentingan pribadi harus diberi nomor dua  setelah kepentingan-kepentingan kelompok, hubungan-huungan didasarkan pada ikatan-ikatan social yang kuat dan tradisional. Hubungan Gemeinschaft biasanya dapat kita jumpai pada masyarakat yang terbatas, seperti masyarakat desa misalnya. Di lain pihak pada kehidupan Gesselscaft terdapat hubungan yang telah diperhitungankan untung dan ruginya dalam setiap perjanjian kerjasama. Di situlah terdapat spesialisasi kerja atau pembagian tugas, setiap tindakan selalu didasarkan pada alasan kepentingan pribadi.

 

Dengan melihat kenyataan kehidupan tersebut tersebut di atas, jadi teringat tentang kelompok primer dan kelompok sekunder. Mengapa demikian...? Sebab jika kita  telah lebih lebih lanjut tampak ada kesamaannya, bahkan biasa  dikatakan bahwa kehidupan Gesselschaft  identik dengan kelompok sekunder.Dikatakan identik karena baik kehidupan Gemeinschaft, kelompok primer ataupun kelompok sekunder, masing-masing memili corak dan dan sifat hubungan yang setangkup (artinya: Gemeinschaft dengan kelompok primer dan Gesselschaft dengan kelompok sekunder).

 

Pada tahap selanjutnya  Ferdinand Tonies   bermaksud menyesuaikan kedua bentuk kehidupan bersama manusia yang dianggap pokok itu, dengan bentuk lain yang berhubungan erat dengan kehidupan azasi dari manusia itu sendiri. Menurut Tonies, bahwa hubungan-hubungan antara manusia yang dimaksud dapat menimbulkan ikatan sosal adalah berasal dari dua keinginan pokok, yaitu: yang pertama disebut Wesenwillen dan yang kedua disebut Kurwillen. Maksud dari konsep wesenwillen adalah suatu bentuk keinginan manusia yang didasarkan pada perasaan yang timbul dari keseluruhan kehidupan yang bersifat alami. Dalam bentuk ini, meskipun terdapat unsur akal (rasio), akan tetapi antara perasaan dan akal terdapat suatu ikatan, sehingga ia tidak tergantung pada untung dan rugi. Sedangkan yang dimaksud dengan Kurwillen adalah sebaliknya, ia merupakan bentuk kerjasama manusia yag didasarkan pada akal (rasio), Kurwillen, di dalamnya terdapat tujuan-tujuan tertentu yang rasional sifatnya, sedangkan unsur-unsur lain dalam kehidupan Manusia adalah cukup berfungsi sebagai alat semata. Kurwillen penuh dengan pertimbangan-pertimbangan untung dan rugi, oleh karena itu ia dalam usaha mewujudkan tujuan-tujuannya selalu bersandar pada kekuatan akal dan mengesampingkan perasaan.

 

Dari kedua bentuk keinginan tersebut, yaitu Wesenwillen dan Kurwillen, selanjutnya lahirlah dua bentuk pergaulan hidup. Wesenwillen selalu melahirkan Gesselschaft. Sedangkan Kurwillen selalu melahirkan Gesselschaft. Dalam hal ini Ferdinand Tonies dalam mengemukakan pendapatnya tentang kedua bentuk pergaulan hidup tersebut, tidak hanya memandangnya sebagai bentuk yang statis, akan tetapi Tonies menganggapnya sebagai bentuk-bentuk dinamis atau perkembangan, yaitu dari bentuk Wesselwillen yang kemudian secara garis besar berkembang menjadi bentuk Kurwillen. Jika demikian adanya, maka seseorang dapat serta merta menjadi anggota kelompok kehidupan Gesselschaft, sebab ia pasti mempunyai kepentingan-kepentingan hakiki sebagai manusia. Dengan begitu ia akan bergerak semakin rasional, di mana kepentingan-kepentingan individu menjadi lebih utama daripada kepentingan hidup bersama.

 

Keadaan demikian dapat di lihat perbandingan antarakehidupan masyarakat homogen dan masyarakat heterogen (kompleks). Pada masyarakat desa misalnya, perbedaan antara keahlian-keahlian teknis tidak terlalu menonjol oleh karena adanya kumulasi atas berbagai keahlian itu. Akibatnya status seseorang sebagai anggota kelompok yang ahli bidang tertentu tidak terlalu mendapat perhatian umum, sehingga status seseorang sebagai anggota kelompok tidak nampak penting. Sebaliknya pada masyarakat yang sudah kompleks (atau tergolong kompleks), di mana sudah terdapat  pembagian kerja menurut berbagai keahlian dan setiap individu memang dituntut untuk memiliki keahlian masing-masing. Produk khusus dari  keahlian-keahlian tersebut nampak nyata dan berbeda-beda antar satu sama lainnya, dan ukuran kelayakan produknya dapat dilihat dan dirasakan oleh pihak penggna masing-masing. Semakin banyak pengguna yang memberikan pengakuan kepuasan atas fungsi produk itu, maka semakin besar mendapat perhatian umum dan status para ahli itu akan semakin penting.

 

Dengan demikian setiap orang atau golongan tidak lagi dapat menentuukan hidupnya sendiri, melainkan merupakan bagian-bagian yang menjadi suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Keadaan yang demikian ini oleh Tonies dikatakan bahwa dalam bentuk kehidupan Gemeinschaft terdapat kesatuan understanding, di samping terdapat juga kaedah-kaedah yang timbul dengan sendirinya di kelompok tersebut. Jika terjadi suatu perseisihan antara anggota-anggota kelompok kehidupan itu, maka perselisihan tidak cukup hanya terbatas pada salah satu segi saja, melainkan merambat pada segi-segi lainnya, sehingga menjadi perselisihan kelompok. Misalnya terjadi peristiwa perceraian antara suami-isteri, maka akibatnya jarak hubungan kekerabatan antara kedua keluarga besar ikut serta akan menjadi renggang. Peristiwa lain terjadi sengketa antara anggota masyarakat kampung A dengan anggota masyarakat kampung B, maka perselisihan tidak terbatas pada hubungan 2 (dua) orang saja, melainkan akan melibatkan perselisihan masyarakat antar kampung. Hal ini disebabkan oleh karena kuatnya ikatan kesatuan emosional suatu masyarakat, sehingga segala urusan pribadi menjadi tanggungjawab bersama dalam lingkup jaringan hubungan secara menyeluruh  antara anggota-anggota kelompok. Artinya, suatu peristiwa atau perselisihan yang berkaitan dengan kepentingan individu sangat dipengaruhi, bahkan penyelesaiannya ditentukan oleh peranan kelompok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar