Sabtu, 02 Juli 2022

EMPATI SEBAGAI INSTRUMEN TEKNOLOGI SOSIAL

 

Empati  (kemampuan merasakan derita /kesulitan orang lain)

 

Empati adalahsuatu sikap yang menunjukkan turut merasakan apa yang dialami oleh orang lain, yaitu dengan mencoba menempatkan dirinya dalam kondisi orang lain. Pada hakikatnya sikap empati ditunjukkan dalam bentuk perasaan “senasib dan sepenanggungan”. Dengan memiliki sikap empati bukan sekedar toleransi yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat majemuk ini, melainkan juga semangat kegotong-royongan atau kerja sama tanpa memandang perbedaan yang ada.

Kata empati digunakan untuk mengekspresikan jangkauan pengalaman yang luas. Para peneliti pada umumnya mendefinisikan empati sebagai kemampuan untuk merasakan kemampuan orang lain, dan juga kemampuan untuk membayangkan apa yang mungkin dirasakan atau dipikirkan oleh orang lain. Empati seringkali digambarkan sebagai ”berada di dalam sepatu orang lain” atau “melihat dari mata orang lain”. Asal kata empati dalam bahas Inggris berasal dari E.B.Titchener yang pertama kali memperkenalkan empati pada tahun 1909 sebagai terjemahan dari kata bahasa Jerman Einfuhlung, yaitu yang secara harfiah artinya adalah “memasuki perasaan orang lain”.

 

Untuk lebih memahami pengertian empati, para ahli kerap memberikan definisi mengenai empati sesuai dengan pemahaman mereka masing-masing. Beberapa Pengertian Empati Menurut Para Ahli yaitu (https://dosenpsikologi.com/pengertian-empati-menurut-para-ahli):

 

1.    Bullmer

       Bullmer berpendapat bahwa empati adalah suatu proses yang terjadi ketika seseorang dapat merasakan perasaaan orang lain dan menangkap arti perasaan tersebut, lalu dikomunikasikan dengan kepekaan yang sedemikian rupa sehingga menunjukkan bahwa orang tersebut sungguh-sungguh mengerti perasaan orang lain. Jadi menurut Bullmer, empati lebih merupakan pemahaman terhadap orang lain daripada berupa suatu diagnosa atau evaluasi.

 

2.    Adler

       Menurut Alfred Adler, empati adalah penerimaan terhadap perasaan orang lain dan dapat meletakkan diri kita pada tempat orang tersebut. Empati berarti to feel in, atau proses ketika kita berdiri sejenak pada ‘sepatu orang lain’ agar dapat merasakan bagaimana dalamnya perasaan orang tersebut.

 

3.    Thomas F. Mader dan Diane C Mader (1990)

       Thomas dan Diane Mader berpendapat bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk berbagi perasaan yang dilandasi oleh rasa kepedulian, dan ada berbagai tingkatan dari kepedulian tersebut. Ada beberapa tulisan mengenai tahap perkembangan kepribadian dan 4 (empat) Karakter Manusia yang dapat menambah pengertian Anda tentang istilah-istilah dalam psikologi.

 

4.    Taylor

       Pandangan Taylor tentang empati adalah sebagai suatu usaha untuk menyelami perasaan orang lain agar dapat merasakan dan menangkap makna dari perasaan tersebut. Karena itulah empati menjadi faktor yang esensial untuk menjalin hubungan yang saling mempercayai karena ada penerimaan dan pengertian yang timbul secara tepat terhadap perasaan orang lain. Empati mengkomunikasikan pikiran dan perasaan orang lain secara tepat, karena itu dapat menjadi faktor yang penting bagi terciptanya hubungan saling mempercayai.

 

5.    Mead

       George Herbert Mead dalam Eisenberg (2000) menyatakan bahwa empati adalah suatu bentuk kapasitas mengambil peran orang lain dan mengadopsi perspektif yang dimiliki orang lain lalu menghubungkannya dengan diri sendiri. Mead menambahkan komponen kognitif atau kemampuan untuk memahami dalam definisi empati, dengan penekanan pada kepasitas individu untuk memahami bagaimana seseorang memandang dunia melalui peran orang lain.

 

6.    Kohler

       Pada tahun 1929 Kohler merupakan salah satu ahli yang pertama memperdebatkan empati dan hubungannya dengan aspek kognitif. Kohler berpendapat bahwa dari pada empati yang terfokus kepada perasaan yang terdalam, sebenarnya empati lebih menekankan bagaimana pemahaman terhadap perasaan orang lain daripada melakukan sharing dengan mereka. Empati dapat merubah seseorang dengan cara menjadi pribadi yang menyenangkan serta cara menghilangkan sifat egois.

 

7.    Hurlock

       Menurut Hurlock (1999),  empati adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengerti perasaan dan emosi orang lain, dan juga kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain dan menghayati pengalaman orang tersebut. Ia menyatakan bahwa kemampuan empati mulai muncul pada akhir masa kanak-kanak awal atau sekitar enam tahun. Sebagai pelengkap, Anda juga dapat mempelajari mengenai teori psikologi perkembangan, teori belajar behavioristik, dan juga apa saja peran keluarga dalam pendidikan anak.

 

8.    Baron & Byrne

       Baron dan Byrne (2005) menyatakan dalam buku psikologi sosial bahwa empati adalah merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasakan simpatik, mencoba menyelesaikan masalah dengan mengambil perspektif orang lain. Merasakan empati dapat menjadi cara mengubah diri menjadi lebih baik dan cara menghindari pergaulan bebas.

 

9.    Nancy Eisenberg

       Menurut Nancy Eisenberg (2002) empati adalah sebuah respons afektif yang asalnya dari penangkapan atau pemahaman akan keadaan emosi atau juga akan kondisi lainnya, yang mirip dengan perasaan orang lain. Empati merupakan kemampuan untuk menempatkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan mampu merasakan penghayatan terhadap perasaan orang lain, namun tetap dapat mempertahankan jati dirinya sendiri. Emosi yang dirasakan seseorang tidak mengakibatkan seseorang lalu kehilangan identitas dirinya.

 

10.   Goleman

        Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence menyatakan bahwa pada dasarnya empati adalah kemampuan untuk mengerti emosi-emosi yang dirasakan orang lain. Goleman juga mencatat bahwa ada tingkatan yang lebih dalam mengenai pengertian, pendefinisian dan reaksi terhadap kepedulian serta kebutuhan yang mendasari reaksi dan respon emosional lainnya. Lima elemen kunci dari empati menurut Daniel Goleman yaitu:

 

1.     Understanding Others, yaitu merasakan perasaan dan perspektif orang lain, juga berperan aktif dalam mengamati apa yang dipedulikan orang lain.

2.     Developing Others, maksudnya adalah bereaksi terhadap kebutuhan dan kepedulian orang lain, lalu membantu mereka untuk mengembangkan potensi dirinya secara maksimal.

3.     Having a Service Orientation, Aspek ini utamanya terdapat dalam situasi kerja, artinya mendahulukan kebutuhan pelanggan dan mencari jalan untuk memperbaiki kepuasan serta loyalitas pelanggan.

4.     Leveraging Diversity, Artinya mampu untuk menciptakan dan mengembangkan kesempatan melalui berbagai jenis orang, menerima bahwa semua orang membawa perbedaan di dalam satu kelompok.

5.     Political Awareness, banyak orang yang memandang kemampuan politik sebagai hal yang manipulatif, namun dalam pengertian terbaik, artinya dapat merasakan dan menanggapi suatu arus emosional dalam suatu kelompok dan juga mengenali arus hubungan kekuatan didalamnya.

 

Kemampuan berempati seharusnya dimiliki oleh semua orang, karena biasanya kemampuan ini muncul pada usia sekolah dasar atau sekitar usia enam tahun. Hal yang membedakan perasaan empati seorang individu dengan lainnya adalah tingkat kedalaman perasaan dan cara menunjukkan perasaan empati tersebut. Pentingnya empati dapat dilihat pada kesehatan hubungan antar personal seseorang yang dapat merasakan perasaan orang lain namun tetap dapat menjaga keutuhan pikirannya sendiri. Sehingga orang tersebut tetap memiliki integritas dan identitasnya sendiri.

 

Empati adalah konsep luas yang merujuk kepada reaksi kognitif dan emosional dari individual yang mengobservasi pengalaman individual lainnya. Memiliki empati dapat meningkatkan keinginan menolong orang lain dan mengembangkan rasa belas kasih. Empati merupakan kunci dari keberhasilan suatu hubungan karena dapat membantu saling pengertian antara perspektif kebutuhan dan niat satu sama lain.Walaupun mirip, namun ada perbedaan yang jelas antara simpati dan empati. Seseorang merasakan empati apabila bisa merasakan apabila dirinya berada di posisi orang lain dalam kondisi tertentu, sedangkan simpati adalah perasaan yang timbul ketika tertarik atau dekat dengan orang lain, sebagai hasil dari perbuatan orang lain tersebut, dan tidak menempatkan diri pada posisi orang lain (Error! Hyperlink reference not valid.).

 

Empati dapat dibagi menjadi beberapa jenis sesuai proses yang dialami oleh seseorang, yaitu:

 

1.     Empati Kognitif: Empati jenis ini terkadang disebut sebagai kemampuan perspektif yang merujuk kepada bentuk empati yang mengetahui emosi atau suasana hati yang sedang dialami orang lain dalam bentuk yang paling rasional. Pada dasarnya, empati kognitif adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan melihat dari perspektif mereka.

2.     Empati Afektif: Merujuk kepada sensasi dan perasaan yang kita rasakan sebagai respons terhadap kondisi emosional orang lain, atau juga merasa terganggu ketika mendeteksi perasaan atau kegelisahan orang lain. Empati afektif merupakan suatu bentuk empati secara emosional ketika seseorang masuk ke dalam pengalaman subjektif dari orang lain. Hal ini dapat berefek baik karena itu berarti kita dapat mengerti dengan baik serta merasakan perasaan orang lain, namun efek buruk dapat terjadi apabila semua perasaan itu membuat kita kewalahan dan tidak mampu memberikan respon.

3.     Empati Konatif: Ketika seseorang melakukan sesuatu seolah-olah ia sedang berada di posisi orang lain untuk membantu dalam suatu situasi karena pengertiannya terhadap perasaan orang tersebut.

 

Sikap empati bangsa Indonesia yang majemuk ini tampak pada sebagian dari masyarakat Indonesia yang tertimpa musibah atau bencana alam. Kedahsyatan tsunami yang meluluh-lantakkan Aceh, serta gempa bumi yang memporakporandakan sebagian wilayah Jawa bagian selatan, termasuk tsunami yang melanda Banten dan Lampung beberapa waktu yang lalu telah menggugah sikap empati masyarakat luas. Masyarakat membantu dengan memberikan bantuan, ada juga yang bergotong royong membangun kembali kawasan yang hancur akibat bencana alam, tanpa memerhatikan perbedaan yang ada. Semua bahu membahu dan merasa turut terpanggil untuk membantu meringankan beban penderitaan sesamanya. Bahkan dari mancanegara yang jelas-jelas bukan bagian dari Indonesia turut serta memberikan contoh kepada kita bahwa mereka bersikap empati terhadap apa yang dialami bangsa Indonesia itu. Kecuali partisipasi politik tidak termasuk kajian empati

atau simpati dalam kajian ini.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa pada dasarnya kemampuan seseorang untuk merasakan empati telah ada sejak lahir, namun ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan atau melatih kepekaan untuk merasakan empati tersebut, yaitu:

 

1.     Membentuk rasa kepedulian dengan menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain.

2.     Mempelajari tingkah laku atau sikap orang-orang yang memiliki kemampuan empati yang tinggi.

3.     Berlatih untuk mengasah kemampuan empati dengan berusaha menyelami seperti apa sekiranya perasaan dan pikiran orang lain pada satu situasi.

4.     Berbagi pengalaman dengan orang lain yang akan meningkatkan kemampuan kita untuk merasakan empati.

5.     Mendengarkan orang lain adalah salah satu cara untuk melatih empati Anda, namun tidak hanya sekedar mendengarkan apa yang disampaikan melainkan mendengar bagaimana cara penyampaiannya, misalnya dengan juga memperhatikan bahasa tubuh seseorang ketika sedang menyampaikan ceritanya.

 

Mungkin tidak akan selalu mudah untuk merasakan empati terhadap orang lain, akan tetapi melalui kemampuan sosial yang baik dan sedikit imajinasi, seseorang akan mampu berusaha menumbuhkan perasaan empati tersebut. Empati adalah cara paling baik untuk memahami orang lain dari sudut pandang orang. Orang yang mampu berempati dapat merasakan hubungan yang lebih baik dengan orang lain dan mencapai tingkat yang lebih sejahtera dalam hidup.


Kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan non-verbal, nada bicara, ekspresi wajah dan sebagainya. Penelitian Resenthal membuktikan bahwa anak yang mampu membaca perasaan orang melalui isyarat non-verbal lebih pandai menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul dan lebih peka. Kemampuan membaca pesan non-verbal akan membantu seseorang melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi yang tidak dapat disampaikan secara verbal. Pesan non-verbal memberikan banyak peluang untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam diri seseorang karena pesan tersebut sulit untuk direkayasa. Begitu pula dengan nada bicara, ekspresi wajah, dan gerak-gerik tubuhnya. Seseorang yang mampu membaca pesan ini akan menjadi mudah untuk memahami pesan orang lain
(Error! Hyperlink reference not valid.).

 

Kemampuan empati akan mendorong seseorang mampu melihat permasalahan dengan lebih jernih dan menempatkan objektivitas dalam memecahkan masalah. Banyak alternatif yang memungkinkan dapat diambil manakala seseoang dapat berempati dengan orang lain dalam menghadapi masalah. Tanpa adanya empati sulit bagi seseorang mengetahui apa yang sedang dihadapi orang lain, lantaran tidak dapat memasuki perasaanya dan memahami kondisi yang sedang dialami.

Dikaitkan dengan teknologi sosial dalam strategi proses yang betujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, maka praktik unsur empati merupakan strategi penting dalam menciptakan kesamaan emosi, cita-cita, kesamaan sudut pandang dan kesatuan pola kerjasama dalam usaha mencapai kesejahteraan masyarakat tersebut. Dengan strategi praktik empati sosial ini dalam karya pembangunan pada umumnya dapat menciptakan semakin banyak peluang bagi masyarakat untuk bersatu meningkatkan kemampuannya sendiri dalam usaha memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Sumber daya praktik empati merupakan kekuatan yang secara otomatis akan memperbaiki arah pemikiran masyarakat dalam mengelola secara optimal faslitas dan kesatuan cita-cita mereka untuk kepentingan meningkatkan kesejahteraan, baik sosial maupun ekonomi. Mengenai perencanaan dan pengelolaan sumber daya yang tersedia agar dapat dapat memberikan manfaat yang signifikan, maka dalam pelaksanaannya perlu menetapkan skala prioritas dan berbagai pertimbangan, seperti memprioritaskan sumber daya yang dianggap paling menjanjikan dalam peningkatan taraf  hidup  masyarakat, baik secara sosial, budaya, maupun ekonomi.

 

Secara umum ada beberapa pertimbangan dalam menetapkan skala prioritas upaya peningkatan taraf  hidup  masyarakat, diantaranya adalah: 1) fasilitas dan sumber daya cukup signifikan dengan kebutuhan masyarakat setempat, di samping bersifat manifes dari segi manfaatnya. Dalam pengelolaan atau teknik penggaliannya perlu mempertimbangkan masa depannya tentang kemungkinan dapat dikembangkan menjadi program kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Kecuali bagi faslitas dan sumber daya yang masih berupa perkitaan yang relatif diupayakan untuk diaktualisasikan agar dapat diupayakan menjadi program kesejahteraan yang memiliki keunggulan yang relevan bagi kebutuhan hidup masyarakat. 2) fasilitas dan sumber daya yang tersedia dalam pengelolaan dan pemeliharaannya berpeluang melibatkan pafrtisipasi anggota masyarakat setempat secara terus menerus agar dapat memberikan dampak positif, yaitu pemerataan dalam pembagian hasil kerjasama program. 3) faslitas dan sumber daya itu diketahui dan dapat ditetapkan sebagai kekuatan andalan program yang memberikan manfaat peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang, agar warga masyarakat yang terlibat dalam partisipasi semakin mapan dan tidak cepat kehilangan pekerjaan dan cita-cita. 4) fasilitas dan sumber daya dapat dikembangkan secara meluas, yaitu terciptanya program kesejahteraan unggulan baru dari manfaat pelaksanaan program sebelumnya. Program kesejahteraan andalan utama sebelumnya disenerjikan dengan potensi-potensi lain yang tersedia, sehingga dapat mempengaruhi dan memacu untuk menjadi program kesejahteraan baru yang bersifat meluas itu. Tumbunhya program kesejahteraan baru selanjutnya akan secara berantai berkembang dan dapat berdampak pada perluasan lapangan pekerjaan produktif dan sekaligus meningkatkan kesesehteraan bagi masyarakat yang bersangkutan, seperti contoh, dengan majunya usaha pabrik yang menghasilkan limbah dedak bisa dikembangkan dengan usaha ternak bebek petelur, dan seterusnya. 5) dari fasilitas dan sumber daya yang ada perlu diprioritaskan yang daya gunanya tidak bersayarat membebani masyarakat, baik dari segi modal, pikiran, teknologi, kesempatan maupun dari segi pisik yang dimungkinkan tidak merata. Artinya prioritas program andalan itu seharusnya diarahkan pada jenis-jenis uasha yang tidak membutuhkan syarat-syarat yang memberatkan tersebut, sehingga masyarakat dapat melaksanakannya dengan mudah dan cepat. Dengan demikian pelaksanaan pengembangan kesejahteraan masyarakat dapat berlangsung dalam jangka waktu tak terbatas, khususnya dalam hal perolehan manfaat dalam jangka panjang dan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bantuan pemerintah.

 

Dalam pendekatan sistem sosial,seseorang yang sangat bersosialisasi tinggi, hak hak sosial dan kewajiban sosial selalu diutamakan, sehingga seseorang sulit untuk mengemukakan kehendaknya, bahkan tidak cukup berani secara terang-terangan hendak mewujudkan kepentingan pribadi dalam suatu kerjasama. Akhirnya perkembangan semangat pribadi untuk berubah kearah kehidupan lebih majucenderung lambat dan stagnan dalam ketergantungan dengan peraturan sosial dalam  masyarakat. Akibatnya kehidupan pribadinya bias, bahkan terhambat karena tak mampu melawan arus tradisi yang bersumber dari nilai-nilai moral. Secara tersirat, seolah mengabaikan kehidupan pribadinya karena besarnya ketergantungan antara individu atau antar warga masyarakat satu sama lainnya, lengkap dengan berbagai kewajiban sosial yang harus dipenuhi dalam kehidupan masyarakat.

 

Dalam kehidupan masyarakat modern, di mana fasilitas, lapangan kerja dan sumber penghidupan lain semakin menipis, akibat pertambahan penduduk dan kepentingan yang meningkat tak terbatas. Sementara sumber daya manusia untuk menggali potensi ekonmi sosial rendah, sehingga menimbulkan persaingan rasional yang mengarah pada perjuangan untuk kepentingan pribadi, dan secara cepat juga ikatan terhadap hak-hak sosial dan kewajiban sosial makin merenggang. Kemudian timbul masalah, di satu sisi tradisi sosial mengajarkan agar manusia dalam bersikap perilaku selalu berpegang pada norma-norma kearifan dengan prinsip saling menghargai, saling membantu dan saling membalas budi antar sesama, sehingga kebersamaan, kerukunan dan persatuan masyarakatdapat dilestarikan. Akan tetapi pada sisi lain kemajuan jaman menuntut manusia untuk mampu berpikir rasional untuk berkompetisi dalam kerja mewujudkan kepentingan pribadinya dan mengurangi partisipasinya terhadap kepentingan hak hak sosial dan kewajiban sosial itu.

 

Dalam penelusuran psikologi kepribadian yang panjang selama proses perubahan terjadi, maka diketahui bahwa secara diam-diam, malu-malu, tapi saling mengakui telah bertumbuhnya kepentingan untuk mengutamakan kesekahteraan pribadi. Seiring pengakuan itu lalu tumbuh kesepakatan sosial baru, nilai dan norma-norma soaial baru yang secara sadar membolehkan atau dipermaklumkan untuk memperjuangkan kepentingan pribadi masing-masing. Oleh karena kebolehan telah menjadi kenyataan sosial, maka sepanjang perjalanan waktu mereka merubah kepribadian dengan mengendorkan tali ikatan masing-masing terhadap kepentingan hak hak sosial dan kewajiban sosial tanpa masalah. Kalau sebelumnya warga masyarakat terikat kuat dengan prinsip saling tolong menolong, saling menghargai, saling mendukung dan saling memberi dan menerima atau “take and givedalam kehidupan bersama dalam masyarakat; dalam prinsip ini tersirat adanya tujuan pamrih.

 

Take and give adalah istilah populer yang mendunia yang telah menjadi standar sikap perilaku dalam hubungan masyarakat, baik yang berkaitan dengan pola kehidupan bersama gotong royong, hubungan percintaan, hubungan antar pribadi, maupun dalam hubungan dagang, bahkan berlaku dalam hubungan dunia politik dan hukum. Dalam pengertian perkata, bahwa “take” artinya mengambil atau mendapatkan, sedangkan “give” artinya memberi, sehingga akumulasi “take and give” berarti menerima dan memberi atau menerima dulu baru memberi. Kalimat pendek yang populer menjadi pedoman hidup yang dianggap sarat dengan emosi kebaikan ini bisa memiliki konotasi bahwa seseorang tidak akan memberi atau membantu orang lain, sebelum ia mendapatkan pertolongan / pemberian terlebih dahulu dari orang lain; ringkasnya menerima dulu baru memberi. Pemahaman ini dalam kehidupan di mana orang akan cenderung sibuk dengan usaha memenuhi kepentingan pribadinya, maka dapat menimbulkan tafsir individualis dan pamrih, bahwa dibalik presentasi perilaku yang seolah empati itu ada argumen dalam hati yang menyatakan:

 

saya akan berpikir 2 atau 3 kali untuk memberi bantuan kepada kalian, sebelum saya tahu pasti kalian akan memberikan keuntungan kepada saya”.

 

Atas dasar pemikiran itu, mungkinkah kebiasaan pesentasi kekerabatan yang karib dalam simbol tradisi kerukunan dalam hidup bermasyarakatyang selama ini diangungkan bisa bertahan..?, atau malah sebaliknya semakin ke depan akan terbuka dengan sendirinya bahwa individu akan menarik dari dari arena paguyuban masyarakat, atau tegasnya mulai mengkhianati tradisi take and give itu.

 

Sebagai standar kedekatan hubungan sosial timbal balik, dalam praktiknta take and givejusteru cenderung bersifat ekonomis, sedangkan bentuk presentasi moral secara laten berfungsi membungkus dan menutupi kehendak pamrih. Dalam interaksi sosial yang pamer tindakan-tindakan yang bersimbol kejujuran dan keikhlasan, sebenarnya tersembunyi tujuan agar hubungan intim itu dapat memproses tercapainya suatu keuntungan. Jika dibongkar lebih mendalam, sebenarnya apa yang tersembunyi itu sudah menjadi rahasia publik dengan persepsi bahwa hubungan sebab akibat dari prinsip take and giveitu sudah terang-terangan menyatakan “jika hendak menolong, maka harus dapat mengambil”. Artinya prinsip take and give dimanfaatkan sebagai instrumen untuk mengambil hak-hak orang lain meskipun tersembunyi, tapi amat kontras dapat dirasakan. Tindakan korupsi atau menipu, pada umumnya sulit dipandang kasap mata, apalagi didukung oleh berbagai kepentingan tertentu, tapi secara terbuka semua orang tahu bahwa perbuatan itu melanggar hukum, merugikan dan sangat berbahaya jika pengkhianatan cinta take and give telah digemari oleh sebagian besar bangsa.

 

Memperhatikan sikap, perilaku dan pernyataan sehari-hari di tengah pergaulan dalam masyarakat, dapat diasumsikan bahwa ada sejumlah simbol yang menunjukkan proteksi diri atau menghindar sejauh mungkin untuk menerima pemberian orang lain, karena setelah penerimaan itu gilirannya ia harus memberi atau mengembalikan dengan nilai yang lebih, atau minimal dengan nilai yang sama. Dalam kenyataannya banyak praktik take and give yang berakibat buruk dari model kepribadian tertentu, yaitu enggan memberi, sebaliknya berharap sebanyak-banyaknya menerima, tetapi setelah menerima muncul sikap baru, yaitu pura-pura lupa. Sama seperti orang miskin yang memanfaatkan kemiskinannya dengan mengeksploitasi diri dan penampilan seakan sangat-sangat menderita; tujuannya berawal dari gugatan terhadap datangnya pemberian atau bantuan orang lain, lalu kerja keras dengan kepura-puraan. Dengan perjuangannya yang gigih dengan instrumen kemiskinannya itu, singkat cerita dapat merubah kehidupan sosial ekonominya menjadi kaya dan sejahtera. Lalu apa yang terjadi kemudian..? dia lupa.., (berusaha melupakan), lupa dengan jalan hidupnya, enggan menoleh kebelakang, semakin pubia kemiskinan sekaligus pura-pura miskin.

 

Dengan kenyataan itu, agar dapat mengkis pengkhianatan terhadap maksud murni dari prinsip take and give untuk menciptakan kerukunan dan persaudaraan dalam hubungan masyarakat, maka perlu pembedahan terhadap perkembangannya yang cenderung menyimpang dari koridor hukum da moral, serta agar tidak tendensius untuk keuntungan sepihak, yaitu dengan merubah konsep “take and give” menjadi “just forgive” atau “forgive only”. Dengan membangun kesadaran bersama prinsip itu digeser kearah pemikiran praktis meringankan, yaitu hanya untuk menolong, hanya untuk menghargai, hanya untuk mendukung dan hanya untuk memberiatau “just forgivesecara sukarela tanpa berharap kembali; begitu tumbuhnya kepribadian dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. Tujuannya adalah untuk mengurangi beban tanggungjawab sosial, dikala seseorang memberikan bantuan kepada orang lain, itu semua semata-mata panggilan nurani secara sukarela, sehingga pihak yang dibantu bebas dari perasaan beban hutang budi yang harus dilunasi. Tapi pesan ini bukan harga mati mesti begtu,melainkan tergantung pada kondisi pihak penerima, sebab jika dimanfaatkan sebagai peluang untuk berkikir alias pelit, maka sanksi sosial selalu siaga untuk membombardir dengan celaan dan kritik pedas, seringan-ringannya dikatakan “terlaa...lu..!”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar