Sabtu, 02 Juli 2022

Dinamika Hubungan Masyarakat

 

Dinamika Hubungan Masyarakat

 

Seperti telah digambarkan di muka bahwa hubungan masyarakat adalah proses kontak dan keterkaitan antara individu yang satu dengan individu, antara kelompok dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan individu. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan sesamanya. Sehingga, timbul keinginan untuk dipahami orang lain dan kewajiban untuk memahami orang lain. Dengan memahami orang lain, maka akan meningkatkan pemahaman terhadap masyarakat, sehingga dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan anggota masyarakat yang lain. Interaksi sosial ini dapat meningkatkan kepandaian dan kewaspadaan dalam bersikap agar tepat dalam sikap, ucapan dan perilaku sehingga tidak menimbulkan persepsi yang keliru. Sebaliknya seseorang dapat dipahami dan diterima oleh pihak lain dengan baik sebagai anggota dalam suatu masyarakat.

 

Hubungan-hubungan sosial itu pada awalnya merupakan proses penyesuaian nilai-nilai  sosial  dalam kehidupan masyarakat.  Kemudian meningkat menjadi semacam  pergaulan  yang  tidak  hanya sekedar pertemuan secara fisik, melainkan merupakan  pergaulan  yang     ditandai adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak  dalam hubungan tersebut, misalnya saling berbicara (komunikasi), bekerjasama dalam memecahkan suatu masalah, atau mungkin pertemuan dalam suatu pertikaian dan lain  sebagainya. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa proses sosial itu adalah hubungan-hubungan  sosial yang dinamis dalam kehidupan masyarakat.

 

Dalam analisis kegiatan interaksional antar anggota kelompok, terdapat beberapa perspektif teoritis komunikasi kelompok yang relevan. Perspektif tersebut antara lain mencakup teori perbandingan sosial, teori kepribadian kelompok, teori pencapaian kelompok dan teori pertukaran sosial serta teori sosiometris. Masing-masing teori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (disadur dari: handout perkuliahan Sosiometri dan dinamika kelompok, 2017):

 

1.    Teori Perbandingan Sosial (Social Comoarison Theory)

     Teori perbandingan sosial mengemukakan bahwa tindak komunikasi dalam kelompok berlangsung karena adanya kebutuhan-kebutuhan dari individu untuk membandingkan sikap, pendapat dan kemampuannya dengan individu-individu lainnya. Dalam pandangan teori perbandingan sosial ini, tekanan seseorang untuk berkomunikasi dengan anggota kelompok lainnya akan mengalami peningkatan, jika muncul ketidak setujuan yang berkaitan dengan suatu kejadian atau peristiwa, kalau tingkat kepentingannya peristiwa tersebut meningkat dan apabila hubungan dalam kelompok (group cohesivenes) juga menunjukkan peningkatan. Selain itu, setelah suatu keputusan kelompok dibuat, para anggota kelompok akan saling berkomunikasi untuk mendapatkan informasi yang mendukung atau membuat individu-individu dalam kelompok lebih merasa senang dengan keputusan yang dibuat tersebut. Sebagai tambahan catatan, teori perbandingan sosial ini diupayakan untuk dapat menjelaskan bagaimana tindak komunikasi dari para anggota kelompok mengalami peningkatan atau penurunan.

 

2.    Teori Kepribadian Kelompok (Group Syntality Theori)

     Teori kepribadian merupakan studi mengenai interaksi kelompok pada basis dimensi kelompok dan dinamika kepribadian. Dimensi kelompok merujuk pada ciri-ciri populasi atau karakteristik individu seperti umur, kecendekiawanan (intelligence), sementara ciri-­ciri kepribadian atau suatu efek yang memungkinkan kelompok bertindak sebagai satu keseluruhan, merujuk pada peran-peran specific, klik dan posisi status. Dinamika kepribadian diukur oleh apa yang disebut dengan synergy, yaitu tingkat atau derajat energi dari setiap individu yang dibawa dalam kelompok untuk digunakan dalam melaksanakan tujuan-tujuan kelompok. Banyak dari synergy atau energi kelompok harus dicurahkan ke arah pemeliharaan keselarasan dan keterpaduan kelompok. Konsep kunci dari syntality theori ini adalah synergy. Synergy kelompok adalah jumlah input energi dari anggota kelompok. Meskipun demikian tidak semua energi yang dimasukkan ke dalam kelompok akan langsung mendukung pencapaian tujuannya. Karena tuntutan antarpribadi sejumlah energi harus dihabiskan untuk memelihara hubungan dan kendala antar pribadi yang muncul.

    

     Selain synergy kelompok, kita mengenal pula “Efective synergy”, yaitu energi kelompok yang tersisa setelah dikurangi energi intrinsic atau synergy pemeliharaan kelompok. Energi intrinsic dapat menjadi produktif, sejauh energi tersebut dapat membawa ke arah keterpaduan kelompok, namun energi intrinsic tidak dapat memberikan kontribusi langsung untuk penyelesaian tugas. Suatu kelompok dihasilkan dari sikap anggotanya terhadap kelompok. Sampai batas mana para anggota memiliki sikap yang berbeda terhadap kelompok dari kegiatannya, maka yang muncul kemudian adalah konflik, sehingga akan meningkatkan proporsi energi yang dibutuhkan untuk memelihara atau mempertahankan kelangsungan kepentingan kelompok. Jadi, jika individu-individu semakin memiliki kesamaan sikap, maka akan semakin berkurang pula kebutuhan akan energy intrinsic, sehingga effective synergy menjadi semakin besar. Dalam contoh sederhana, dicoba melihat teori ini dalam penerapannya. Dalam suatu kegiatan untuk membentuk kelompok belajar ditemukan bahwa individu-individu, memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap materi pelajaran dan metode belajarnya.

 

     Pada situasi yang demikian tersebut, munculnya perbedaan sikap individu, sehingga banyak waktu dan energi yang dihabiskan untuk menyelesaikan persoalan antar pribadi antara anggota kelompok. Inilah yang disebut dengan energi intrinsic. Kemudian setelah nilai ujian diumumkan dan para anggota merasa bahwa kelompok belajarnya telah gagal untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka ada satu atau lebih anggota menarik energinya keluar dari kelompok untuk mengikuti kelompok lain atau belajar sendiri. Dalam hal ini, effective synergy dari kelompok tersebut sangat rendah, sehingga untuk dapat mencapai lebih dari apa yang dapat dilakukan secara individual. Sebaliknya, jika salah seorang anggota masuk dalam kelompok belajar yang lain. Kelompok belajar tersebut dengan segera mencapai kesepakatan mengenai bagaimana harus memulai dan segera bekerja. Karena sangat sedikit bahkan tidak ada kendala antar pribadi yang muncul, maka kelompok belajar tersebut menjadi padu sehingga effective synergy-nya tinggi dan tentunya setiap anggota kelompok akan lebih baik dalam melaksanakan ujian, daripada jika mereka belajar sendiri-sendiri.

 

3.    Teori Percakapan Kelompok (Group Achievement Theory)

     Teori percakapan kelompok ini sangat berkaitan dengan produktivitas kelompok atau upaya-upaya untuk mencapainya melalui pemeriksaan masukan dari anggota (member inputs), variable-variabel perantara (mediating variables), dan keluaran dari kelompok (group output). Masukan atau input yang berasal dari anggota kelompok dapat diidentifikasikan sebagai perilaku, interkasi dan harapan-harapan (expectation) yang bersifat individual. Sedangkan variable-variabel perantara merujuk pada struktur-struktur formal dan struktur peran dari kelompok seperti status, norma, dan tujuan-tujuan kelompok. Keluaran atau output kelompok adalah pencapaian atau prestasi dari tugas atau tujuan kelompok. Produktivitas dari suatu kelompok dapat dijelaskan melalui konsekuensi perilaku, interaksi dan harapan-harapan melalui struktur kelompok. Dengan kata lain, perilaku, interaksi dan harapan-harapan (input variables) mengarah pada struktur formal dan struktur peran (mediating variables) sebaliknya variabel ini mengarah pada produktivitas, semangat dan keterpaduan (group achievement).

 

 

4.    Teori Pertukaran Sosial (Socual Exchange Theory)

     Teori pertukaran sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang dapat mencapai satu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan mengkaji hubungan di antara dua orang (dydic relationship). Suatu kelompok dipertimbangkan untuk kumpulan dari hubungan antara dua partisipan tersebut.

     Perumusan tersebut mengasumsikan bahwa interaksi manusia melibatkan pertukaran barang dan jasa, dan bahwa biaya (cost) dan imbalan (reward) dipahami dalam situasi yang akan disajikan untuk mendapatkan respon dari individu-individu selama interaksi sosial. Jika imbalan dirasakan tidak cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi kelompok akan diakhiri atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka untuk melindungi imbalan apa pun yang mereka cari. Pendekatan pertukaran sosial ini penting karena berusaha menjelaskan fenomena kelompok dalam lingkup konsep-konsep ekonomi dan perilaku mengenai biaya dan imbalan.

 

5.    Teori Sosiometrik (Sociometric Theory)         

     Sosiometrik merupakan sebuah konsepsi psikologis yang mengacu pada suatu pendekatan metodologis dan teoritis terhadap kelompok. Asumsi yang dimunculkan adalah bahwa individu-individu dalam kelompok yang merasa tertarik satu sama lain akan lebih banyak melakukan tindak komunikasi, sebaliknya individu-individu yang saling menolak, hanya sedikit atau kurang melaksanakan tindak komunikasi. Tataran atraksi atau ketertarikan dan penolakan (repulsion) dapat diukur melalui alat tes sosiometri, di mana setiap anggota ditanyakan untuk memberi jenjang atau rangking terhadap anggota­anggota lainnya dalam kerangka ketertarikan antar pribadi (interpersonal attractiveness) dan keefektifan tugas (task effectiveness). Dengan menganalisis struktur kelompok pola melalui sosiometri ini, seseorang dapat menentukan bagaimana kelompok yang padu dan produktif yang mungkin terjadi.

 

Menurut Abdul Syani (1987), bahwa dalam hidup berkelompok atau bermasyarakat, manusia dengan sendirinya dipacu untuk terus berpikir dan berperasaan malalui proses sosial ( atau beriteraksi dan berkomunikasi ) sehingga ia akan semakin dinamis dan berusaha ( sadar atau tidak ) mengubah hidup dan kehidupannya dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogardus dalam studinya tentang proses sosial. Ia menyatakan bahwa “the study of socisl processes which fungchion through sicial groups in the developing and maturing  of personalities”. Jadi suatu kemapanan atau suatu kemantapan pribadi serta perkembangan manusia sebenarnya merupakan penjelmaan dari pada suatu proses sosial, dimana manusia dengan sendirinya menjalankan fungsi sosialnya. Oleh karena itu dapat pula dikatakan bahwa dinamika ini dirasakan melalui proses sosialnya dan proses interaksi dalam suatu kelompok atau masyarakat. Menurut Bogardus didalam dinamika ini terdapat suatu kesadaran manusia untuk berintegrasi sekalipun dalam diri manusia selalu menjalani anomi dalam suatu proses integrasi. Untuk itu dikatakan terdapat 2 (dua) faktor pemilihan yang mempengaruhi manusia  dalam kehidupan berkelompok:

 

a.    Groupistic thingking (pemikiran sesuai dengan satu pendapat/stereo type)

b.    Partikularistic thingking (pendapat khas dengan akibat perpecahan)

Sehubungan dengan itu semenjak ditetapkankanya sampai tercapainya suatu tujuan kelompok dilakukan bersama-sama oleh seluruh anggota kelompok yang bersangkutan. Jadi dinamika suatu kelompok merupakan cerminan dari gerak individu, artinya suatu kelompok merupakan suatu kesatuan dari individu-individu. Kesatuan dari gerak individu-individu ini terus berlangsung sampai ia dapat disebut sebagai suatu kesatuan kelompok.

 

Proses sosial merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat yang terstruktur, di mana di dalamnya terdapat suatu proses hubungan antara manusia satu dengan yang  lainnya. Proses hubungan ini berupa anteraksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari  secara terus menerus, yang mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan ketergantungan terhadap nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku. Interaksisosial  yang mengakibatkan perubahan itu merupakan pengaruh tibal balik antara  dua  belah  pihak, yaitu antara individu satu dengan individu atau dengan kelompok lainnya  dalam  rangka mencapai atau tujuan tertentu. Proses sosial pada dasarnya merupakan siklus perkembangan dari struktur sosial yang merupakan aspek dinamis dalam kehidupan  masarakat. Perkembangan inilah yang merupakan dinamika yang tumbuh dari pola-pola  perikelakuan manusia yang berbeda menurut situasi dan kepentingannya masing-masing yang  diwujudkan dalam proses hubungan sosial. 

 

Kondisi hubungan tersebut dapat dijelaskan bahwa:

 

1)    interaksi antara individu dan individu, di mana individu yang satu memberikan pengaruh, rangsangan\stimulus kepada individu lainnya. Wujud interaksi bisa dalam dalam bentuk berjabat tangan, saling menegur, bercakap-cakap mungkin bertengkar;

2)    interaksi antara individu dan kelompok, di mana bentuk interaksi antara individu dengan kelompok, misalnya seorang ustadz sedang berpidato didepan orang banyak. Bentuk semacam ini menunjukkan bahwa kepentingan individu berhadapan dengan kepentingan kelompok;

3)    interaksi antara Kelompok dan Kelompok, di mana bentuk interaksi seperti ini berhubungan dengan kepentingan individu dalam kelompok lain, misalnya satu Kesebelasan Sepak Bola bertanding melawan kesebelasan lain.

 

Hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat oleh Sk.Bonar (1983), dikatakan bahwa apabila dua (atau lebih) manusia sudah mengadakan komunikasi, bias terjadi suatu kerja sama atau partisipasi. Dari berbagai teori dan perkembangan tentang hubungan telah banyak dikemukakan dalam rangka memperjelas betapa harusnya manusia itu untuk hidup bersama. Oleh karenanya apapun teori itu yang jelas hidup bermasyarakat adalah mutlak bagi manusia. Apabila ia ingin disebut sebagai manusia yang sesungguhnya (normal). Manusia sesungguhnya (human being) bukan sekedar dalam pengertian Sosiologis saja, melainkan benar-benar manusia dapat berfungsi sebagai manusia yang berkemampuan untuk hidup bermasyarakat di samping berbudaya. Kemampuan manusia untuk hidup bermasyarakat ini yang dimaksud mutlak diperlukan manusia, atau dengan lain perkataan kehidupan bersam masyarakat adalah kebutuhan mutlak bagi setiap manusia.

 

Dalam buku Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial (Abdul Syani, 1987), dijelaskan bahwa di samping manusia hidup berkelompok atau hidup bermasyarakat dengan kebudayaannya, sekaligus manusia berhadapan dengan lingkungan lain, yaitu seperti lingkungan tumbuh-tumbuhan,binatang dan lingkungan benda-benda mati. Namun yang paling penting dari antaranya itu adalah kehidupan bermasyarakat antara sesama manusia. Hubungan-hubungan sosial dari banyak individu semakin perlu diperhatikan karena, banyaknya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan bermasyarakat. Faktor-faktor yang berpengaruh secara timbal balik bagi manusia sehingga ia dapat disebut sebagai makhluk sosial dan mutlak hidup bermasyarakat adalah disamping faktor biologis,juga faktor sosial ekonomi, agama, pendidikan,politik,ideologi,suku, tempat tinggal dan sebagainya. Dari berbagai faktor tersebut selanjutnya mendorong dan bahkan dapat memaksa manusia untuk berhubungan dengan sesamanya dalam rangka pemecaahan terhadap masalahnya.

 

Untuk mempertegas asumsi diatas, mengutip pendapat Koentjaraningrat (1984) tentang konsep tolong menolong yang dipaparkan pada bukunya kebudayaan mentalitas dan pembangunan. Meskipun konsep tolong-menolong yang dikemukakan oleh koentjarabingrat bukan satu-satunya argumentasi yang dapat membuktikan bahwa hidup bermasyarakat itu adalah mutlak bagi manusia, akan tetapi paling tidak dapat memperjelas betapa perlunya bantuan orang lain dalam rangka usaha pemenuhan  kebutuhan hidup, sehingga bantuan pihak lain (baik perorangan maupun kelompok) merupakan bagian dari kehidupan bermasyakat.

 

Koentjaraningrat kemudian mengatakan bahwa kecuali dalam sambatan dalam produksi pertanian,aktivitas kehidupan masyarakat yang lain. Ialah :

 

1)   Aktivitas tolong-menolong antara tetangga yang tinggal berdekatan,untuk pekerjaan-pekerjaan kecil sekitar rumah dan pekarangan, misalnya : menggali sumur, mengganti dinding bambu dan rumah, membersihkan rumah dan atap rumah dari hama tikus dan sebagainya. Adat untuk meminta bantuan tetangga guna pekerjaan-pekerjaan serupa itu di daerah Karanganyar-Kebumen dikonsepsikan sebagai suatu hal yang berbeda dengan sambatan, dan disebut dengan istilah yang lain, ialah guyuban.

2)   Aktivitas tolong-menolong antara kaum kerabat (dan kedang-kadang beberapa tetangga yang paling dekat) umtuk menyelenggarakan pesta sunat, perkawinan atau upacara-upacara adapt sekitar titik peralihan pada lingkungan individu (hamil tujuh bulan, kelahiran, melepaskan tali pusar, kontak pertama bayi dengan tanah, pemberian nama, pemotongan rambut untuk pertama kali, pemasahan gigi dan sebagainya. Adat tolong menolong  antara kaum kerabat seperti itu didaerah Karanganyarkebumen disebut Njurung.

3)   Akrivitas spontan tanpa permintaan dan tanpa pamrih untuk membantu secara spontan pada waktu seorang penduduk desa mengalami kematian atau bencana. Adapt untuk membantu secara spontan seperti itu, didaerah Karanganyar-Kebumen disebut tetulung layat.

 

Diantara bentuk-bentuk aktivitas tolong menolong tersebut diatas, yaitu sambatan,guyuban njurung dan tetulung layat, ada suatu perbedaan dalam hal sifat spontanitas yang menjiwai keempat aktivitas itu. Sambatan dilakukan dalam suasana tidak spontan, melainkan dalam suasana memperhitungakan jasa dan kompensasinya secara tajam dan berazasguna, demikian juda dengan guyuban, walaupun suasana spontan dan persaudaraan antara tetangga dekat sudah lebih tampak. Adapun suasana spontan tanpa pamrih yang paling besar tampak dalam peristiwa tetulung layat, pada waktu orang membantu orang lain pada peristiwa adanya kematian dan bencana.

 

Meskipun argument itu sebenarnya masih ditunjukan kepada orang petani, dalam arti luasnya manusia sebagai pengganti dari alat pembayar, namun existensinya dapat dikatakan identik dengan bantuan lain yang berupa barang nasehat-nasehat, petunjuk-petunjuk, uang dan sebagainya.Pendapat ini menjelaskan bahwa betapa pentingnya campur tangan orang lain dalam setiap usaha pemecahan terhadap tuntutan hidup baik perorangan maupun secara  kelompok adalah mustahil dapat diselesaikan dengan seorang diri.

 

Dalam buku Sosiologi Kelompok (Abdul Syani, 1987) dijelaskan bahwa kelompok, seperti telah diuraikan di atas merupakan kumpulan individu yang saling berhubungan antara satu sama lainnya, maka oleh karenanya individu dapat juga disebut sebagai anggota kelompok. Kehidupan kelompok sangat ditentukan oleh anggota, tujuan dan cita-cita kolektif akan dapat dicapai dengan baik oleh karena ada keseimbangan dalam bekerjasama antara anggota kelompok tersebut. Sekalipun terbentuk berawal dari kesamaan-kesamaan tujuan dari segenap anggotanya, akan tetapi yang berperanan dalam menggerakkan usaha mencapai tujuan itu sangat tergantung pada aktivitas anggotanya sebagai makhluk kepentingan.Setelah terdapat persesuaian terhadap tujuan tertentu dalam suatu kelompok, dan sekaligus mengadakan persesuaian pula dengan struktur kelompok yang telah terbentuk,  maka selanjutnya para anggota kelompok mulai memainkan peranannya sesuai dengan tugas-tugas yang telah dibebankan pada diri mereka mesing-masing.

 

Lebih lanjut Abdul Syani menyatakan bahwa pada kelompok masyarakat yang masih tergolong bersahaja, biasanya (pengelompokan) didasarkan atas nilai-nilai kebudayaan atau adat istiadat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan, seperti kekerabatan, usia dan atau mungkin berdasarkan perbedaan pekerjaan dan status. Status-status dalam kelompok juga ditentukan oleh adat istiadat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sedangkan kegiatannya ditunjukkan secara pamrih dan bersifat sentimental, artinya suatu kegiatan yang dilakukan oleh kelompok terhadap kepentingan-kepentingan pribadi atau anggota-anggota kelompok.Pada masyarakat yang relatif lebih luas pergaulan hidupnya, biasanya indvidu menjadi anggota dari kelompok–kelompok  sosial tertentu, di samping ia (individu) sekaligus sebagai makhluk kepentingan. Dengan demikian berarti terdapat derajat tertentu pada individu tadi, sehubungan dengan keanggotaannya terhadap kelompok sosial. Ukuran lain terhadap individu adalah sistem kelompok yang bersifat familier (kekeluargaan). Dengan lain perkataan bahwa apabila kelompok sosial sebagai merupakan kenyataan yang tanpa dapat dihindari dalam kehidupan Manusia, maka yang perlu diingat adalah tentang konsep-konsep dan sejumlah sikap indivisu terhadap kelompok sosial sebagai kenyataan subyektif. Hal ini penting artinya dalam rangka upaya untuk mendalami dan menelaah penomena-penomena kolektivitas.

 

Sebagaimana diketahui bahwa kelompok adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai hubungan dan berinteraksi,dimana dapat mengakibatkan timbulnya perasaan bersama.Menurut pendapat Mayor Polak (1979) , kelompok didefinisikan sebagai berikut:

 

“Group” atau “kelompok”, yaitu sejumlah orang yang ada antara hubungan satu sama lain dan antar hubungan itu bersifat sebagai sebuah struktur. Pendapat ini menjelaskan bahwa betapa penting faktor hubungan atau berinteraksi dalam suatu kelompok, artinya sekelompok orang belum tentu dapat disebut  sebagai kelompok dalam arti sosiologis. Dikatakan demikian oleh karna terbentuknya suatu kelompok sangat tergantung pada adanya jalinan hubungan antara anggota-anggotanya.

 

Untuk memperjelas teori YBAF.Mayor Polak (1979) menggambarkan sebuah kumpulan tanpa jaringan hubungan adalah seperti segemgaman pasir kering yang tercerai berai bila dilepaskan. Sementara apa yang dimaksud dengan struktur,oleh karna dalam sebuah kelompok orang merupakan atau terdapat susunan dari pola-pola hubungan yang intern relatif stabil.Ada sejumlah rangkaian atau suatu sistem yang dapat menyebabkan kelompok dikatakan berstruktur,yaitu :

 

1.    Adanya sistem dari status-status para anggotanya,seperti sebuah organisasi pemuda misalnya. Ia memiliki susunan pengurus yang merupakan suatu rangkaian yang bersifat hirarkis.

2.    Terdapat atau berlakunya nilai-nilai,norma-norma (kebudyaan) dalam mempertahankan kehidupan kelompoknya,artinya struktur selalu dutamakan kestabilanya.

3.    Terdapat peranan-peranan sosial (social roleas) yang merupakan aspek dinamis dari struktur.

Sampai sejauh itu suatu kelompok tidak berarti hanya satu model saja seperti yang telah dipaparkan di atas, karena disamping kelompok didasarkan pada struktur,ada juga kelompok yang tanpa struktur. Kelompok yang tanpa struktur dapat disebut sebagai kolektifitas, misalnya sekelompok pemuda yang sedang begadang. Menyebut kerjasama dalam kelompok berarti ada upaya yang dilakukan oleh beberapa orang atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama, di mana kerjasama merupakan interaksi mahkluk sosial yang saling membutuhkan, yaitu ketika ada kepentingan dan kesadaran untuk mencapai tujuan dan kepentingan bersama, maka tumbuh dan terbentuklah interaksi individu-individu yang bersangkutan untuk bekerjasama. Dalam perspektif sosiologi, bahwa kerja sama dapat diartikan sebagai bentuk kontak atau interaksi sosial dengan sifat asosiatif yang terjadi ketika suatu kelompok masyarakat memiliki  pandangan, kehendak dan tujuan yang sama untuk mewujudkan bersama. 

Berikut adalah pengertian kerjasama menurut para ahli (Jonathan: Error! Hyperlink reference not valid.), yaitu:

1. Pamudji

Menurut Pamudji, pengertian kerjasama adalah pekerjaan yang dilakukan dua orang atau lebih dengan melibatkan interaksi antarindividu bekerja bersama sama sampai terwujud tujuan yang dinamis. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa unsur utama kerjasama ada 3 (tiga), yakni adanya individu-individu, adanya interaksi dan adanya tujuan yang sama.

 

2. Charles H. Cooley

Seorang ahli bernama Charles H. Cooley berpendapat, kerjasama akan timbul jika orang menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan yang sama dan sekaligus memiliki pengetahuan yang cukup serta kesadaran atas diri sendiri untuk memenuhi kepentingan kepentingan tersebut.

 

3. Rosen

Menurut Rosen, pengertian kerjasama adalah sumber yang dianggap sangat efisien untuk kualitas pelayanan terutama dalam konteks kerjasama bidang ekonomi khususnya jual beli.

 

4. Thomson dan Perry

Menurut Thomson dan Perry, pengertian kerjasama adalah kegiatan yang mempunyai tingkatan berbeda dimulai dari tahapan koordinasi juga kooperasi sampai terjadinya kolaborasi dalam suatu kegiatan kerjasama.

 

5. Tangkilisan

Menurut Tangkilisan, pengertian kerjasama adalah sumber kekuatan yang muncul dalam sebuah organisasi sehingga bisa mempengaruhi keputusan juga tindakan organisasi.

 

Sebagaimana dalam prinsip hidup manusia yang tidak mungkin lepas dari ketergantungannya dengan orang atau kelompok lain, maka mau atau tidak, mereka harus hidup bersama dan bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar. Sesuai dengan ungkapan Charles H. Cooley di atas, bahwa bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya itu timbul jika orang menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan yang samadan sekaligus memiliki pengetahuan yang cukup serta kesadaran atas diri sendiri untuk memenuhi kepentingan kepentingan tersebut.

Ada beberapa faktor yang mendorong keinginan seseorang/kelompok dalam melakukan kerjasama dengan pihak lain, diantaranya adalah (https://www.ruangguru.co.id/ pengertian-manfaat-dan-bentuk-kerjasama-beserta-contohnya-lengkap/):

1.     Orientasi perorangan kepada kelompoknya sendiri diantaranya seperti arah, tujuan, atau kepentingan-kepentingan lain. Agar dapat di capainya tujuan tersebut para setiap anggota kelompok mengharapkan serta mengandalkan dari anggota kelompoknya. Contohnya kerjasama dalam menyelesaikan tugas kelompok.

2.     Ancaman dari luar atau musuh bersama yang mana bisa saja mengancam ikatan kesetiaan baik tradisional dan institusional tertanam pada setiap anggota kelompoknya. Contohnya adanya semangat membela tanah air dari setiap ancaman dari negara lainnya.

3.     Dalam mencapai cita-cita suatu kelompok terkadang timbul rasa kecewa atau tidak puas, hal ini terjadi dikarenakan apa yang di inginkan tidak tercapai. Sehingga dapat menimbulkan sifat agresif dan memerlukan kerjasama antar anggota.

4.     Mencari keuntungan pribadi. Dengan melakukan kerjasama, seseorang terkadang mengharap untuk bisa mendapatkan keuntungan yang diinginkan, alasan inilah dapat mendorong seseorang melakukan kerjasama. Keinginan seperti ini di katakan tidak baik bahkan dapat menciptakan perpecahan.

5.     Menolong orang lain. Melakukan kerjasama semata-mata hanya dapat meringankan beban penderitaan orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Contohnya kerjasama dalan mengumpulkan dana bagi para korban bencana alam.

Sedangkan kegunaan kerjasama itu antara lain adalah:

a)    dapat mempererat ikatan sosial dan kerjasama berkesinambungan;

b)    dapat membangkitkan dan meningkatkan semangat kerukunan dan persatuan masyarakat;

c)    dapat meringankan dan mempercepat penyelesaian suatu pekerjaan; dan

d)    dapat membuka wawasan dan informasi tentang teknologi dan model kerjasama.

 

Kelompok, seperti telah diuraikan terdahulu (Abdul Syani, 1987) merupakan kumpulan individu yang saling berhubungan antara satu sama lainnya, maka oleh karenanya individu dapat juga disebut sebagai anggota kelompok. Kehidupan kelompok sangat ditentukan oleh anggota, tujuan dan cita-cita kolektif akan dapat dicapai dengan baik oleh karena ada keseimbangan dalam bekerjasama antara anggota kelompok tersebut. Sekalipun terbentuk berawal dari kesamaan-kesamaan tujuan dari segenap anggotanya, akan tetapi yang berperanan dalam menggerakkan usaha mencapai tujuan itu sangat tergantung pada aktivitas anggotanya sebagai makhluk kepentingan. Setelah terdapat persesuaian terhadap tujuan tertentu dalam suatu kelompok, dan sekaligus mengadakan persesuaian pula dengan struktur kelompok yang telah terbentuk,  maka selanjutnya para anggota kelompok mulai memainkan peranannya sesuai dengan tugas-tugas yang telah dibebankan pada diri mereka mesing-masing.

 

Gerakan anggota-anggota semakin ditentukan oleh tujuan kelompok. Hal ini dapat dilihat pada pernyataan  David W. Johnson dan Frank. P Johnson (1955). Dia menyatakan bahwa: “Goals are guides for action, and it is through group goals that the efforts of group members are planned and coordinated”.

 

Kemudian selanjutnya dikatakan pula bahwa: “Goals are motivating force in the behavior of group members, . . it is the groups goal that direct and motivate members behaviour”

 

Dengan terjemahan bebas pernyataan tersebut, kira-kira artinya bahwa suatu tujuan kelompok dapat melahirkan suatu perencanaan dan memberikan usaha yang  terkoordinir dalam kelompok tersebut. Tujuan-tujuan dapat memaksa (memacu) kegiatan dan dapat memberikan dorongan terhadap anggota-anggota kelompoknya. Biasanya pengelompokan terbentuk atas dasar ikatan nilai-nilai kebudayaan atau adat istiadat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan setempat, misalnya ikatan kekerabatan, atau bisa jadi karena kesamaan pekerjaan dan status. Status-status dalam kelompok juga ditentukan oleh adat istiadat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sedangkan kegiatannya ditunjukkan secara pamrih dan bersifat sentimental, artinya suatu kegiatan yang dilakukan oleh kelompok terhadap kepentingan-kepentingan pribadi atau anggota-anggota kelompok.

 

Pada masyarakat yang relatif lebih luas pergaulan hidupnya dalam hubungannya dengan masyarakat, biasanya indvidu menjadi anggota dari lebih dari satu atau dua kelompok sosial, di samping ia (individu) sekaligus sebagai makhluk kepentingan dalam pertualangannya dalam banyak cabang hubungan masyarakat. Dengan demikian berarti terdapat proses dinamika perubahan derajat atau status sosial tertentu pada individu  dalam perluasan hubungan masyarakat itu, sehubungan dengan keanggotaannya terhadap kelompok sosial. Ukuran lain terhadap individu adalah sistem kelompok yang bersifat familier (kekeluargaan). Apabila kelompok sosial merupakan kenyataan yang tanpa dapat dihindari dalam kehidupan Manusia, maka yang perlu diingat adalah tentang konsep-konsep dan sejumlah sikap individu terhadap kelompok sosial sebagai kenyataan subyektif. Hal ini penting artinya dalam rangka upaya untuk mendalami dan menelaah penomena-penomena kolektivitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar