Sabtu, 02 Juli 2022

SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN ILMIAH

   SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN ILMIAH

 

1.  Syarat-syarat Ilmu Pengetahuan Ilmiah

 

Dalam buku Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan karya Adul Syani (2018) dijelaskan bahwa sosiologi adalah bagian dari ilmu-ilmu sosial (social science) yang bersama-sama menghadapi masyarakat sebagi obyeknya. Seperti pernah dikemukakan oleh Auguste Comte (seorang ahli filsafat berkebangsaan Perancis) bahwa sosiologi adalah filsafat tentang manusia dan filsafat pergaulan hidup. Konsep yang dikemukakan oleh Comte tersebut mencerminkan pengertian bahwa sosiologi merupakan pengetahuan yang menyoroti mengenai hubungan manusia, golongan, asal, ras dan kemajuannya, serta bentuk dan kewajibannya.

 

Kemudian comte mengungkapkan bahwa setelah sosiologi dapat menampakkan wujudnya sebagai ilmu pengetahuan yang berguna bagi masyarakat, maka sampai pada abad ke-20 ia mengalami perkembangan yang sangat cepat. Hal ini disebabkan oleh karena masyarakat telah semakin terdesak oleh kebutuhan pengetahuan yang bertanggung jawab, manusiawi dan realistis dalam setiap menjawab tantangan hidup. Istilah Sosiologi itu sendiri berasal dari bahasa latin yaitu Socius yang artinya teman atau kawan, dan logos artinya ilmu pengetahuan (pemikiran). Dapat juga socius diartikan sebagai pergaulan hidup manusia atau disebut masyarakat dan kemudian kata sosiologi diterjemahan menjadiilmu kemasyarakatan, yaitu ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat. Atau lebih tegas lagi dapat disebut  sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kehidupan manusia dalam masyarakat yang mencakup hubungan antara seorang dengan seorang, antara perseorangan dengan kelompok, dan hubungan antara kelompok dengan kelompok.

 

Menurut Soerjono Soekanto (1982), bahwa perkembangan dari perhatian terhadap masyarakat seperti diuraikan di atas, terjadi pada   tiap-tiap masyarakat di dunia ini. Pemikiran terhadap masyarakat lambat laun mendapat bentuk sebagai suatu ilmu pengetahuan yang dinamakan Sosiologi, pertama kali terjadi di Benua Eropa. Banyak usaha-usaha, baik yang bersifat ilmiah maupun yang bersifat non-ilmiah telah berusaha membentuk Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Beberapa pendorong utamanya adalahmeningkatkan perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Berbeda dengan di Eropa, Sosiologi di Amerika Serikat dihubungkan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan keadaan-keadaan sosial manusia dan sebagai suatu pendorong untuk menyelesaikan persoalan yang ditimbulkan ole kejahatan, pelanggaran, pelacuran, pengangguran, kemiskinan, konflik dan peperangan.

 

Sesuai dengan tumbuh berkembangnya peradaban manusia,  maka berbagai ilmu pengetahuan yang tergabung dalam Filsafat   kemudian memisahkan diri dan memihak pada urusannya sendiri. Tepatnya pada abad ke-19, Sosiologi muncul sebagai sosok Ilmu Pengetahuan yang berusaha berdiri sendiri dengan kajian tentang kehidupan manusia dalam masyarakat, di samping muncul pula Psikologi yang mempelajari manusia sebagai individu yang berhubungan dengan perilaku dan sifat-sifat manusia.

 

Sosiologi sebagi ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat dalam proses pertumbuhannya dapat dibedakan dengan ilmu-ilmu kemasyarakatan lain seperti Ilmu Ekonomi, Sejarah, Hukum, Antropologi, Ilmu kejiwaan dan lain sebagainya. Akan tetapi secara kenyataan dalam praktik kehidupan masyarakat dari ke semua ilmu-ilmu kemasyarakatan (sosial) tidak mungkin dapat di pisahkan.

 

Seperti telah digambarkan di muka bahwa tidak semua pengetahaun merupakan suatu ilmu; hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang merupakan ilmu pengetahuan. Selanjutnya ilmu pengetahuan tersesbut harus dapat dikemukakan, diuji dan diketahui kebenarannya oleh umum sehingga dapat dibuktikan kebenarannya.Jadi jika seseorang mengaku ilmuan seharusnya ia terbuka dan  bersedia membagi tahu terhadap orang lain, tidak hanya untuk diri sendiri; ia harus selalu dapat menjelaskan segala pengetahuannya secara jujur, di samping harus bersedia membuka tabir misteri-misteri yang bertentangan dengan prinsip keilmuan.

 

Sosiologi dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan oleh karena dapat dibuktikan bahwa ia telah memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan. Harry M. Johnson (Soejono Soekanto, 1982) memperinci ciri-ciri utamanya sebagai berikut:

 

a.    Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.

b.    Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasilobservasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka daripada unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat, sehingga menjadi teori.

c.    Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas serta memperhalus teori-teori yang   lama.

d.   Bersifat non-etis, yakni yang dipersoalkan bukanlah baik bu ruknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

 

Atas dasar ciri-ciri tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa sosiologi memenuhi syarat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan sosial yang telah berdiri sendiri dan mempunyai obyek studi tersendiri pula. Dengan pemahaman ilmu pengetahuan (sosiologi) yang telah dipaparkan secara jelas, berarti ilmu pengetahuan ini sengaja dilakukan untuk memberi bekal kepada siapa saja yang berkeinginan mempelajarinya dengan memperhatikan sifat-sifat keilmuannya. Sebagai ilmu pengetahuan ilmiah yang mempunyai obyek studi manusia dalam pergaulan hidupnya, ia senantiasa berusaha mencari kebenaran-kebenaran pada setiap aspek pergaulan tersebut. Sebagai pertanda yang khas dari sosiologi sebagai ilmu pengetahaun ilmiah adalah totalitasnya sebagaimana adanya (obyektif).

 

Menurut Soedjono Dirdjosisworo (1985), ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan. Atau ilmu adalah kesatuan pengetahuan yang terorganisasikan. Dapat juga diartikan bahwa ilmu pengetahuan sebagai suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh pancaindera manusia.

 

Rumusan lain tentang ilmu pengetahuan adalah bahwa ilmu merupakan suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan sesuatu proporsi dalam bentuk: Jika  demikian maka begitu. Dalam hubungan ini perlu diketengahkan       bahwa bagaimana sekumpulan pengetahuan itu telah disitematisasikan, akan tetapi apabila proposisi itu dimulai dengan kebenaran-kebenaran apriori, maka proposisi itu kehilangan sifat ilmiahnya.

 

Untuk mempermudah dalam memahami istilah ilmu dan pengetahuan perlu diawali dengan telaah tentang pemikiran manusia beserta segenap kehendak dan tindakannya. Dengan sarana pikiran manusia dapat memperoleh pengetahuan; dengan kehendaknya    manusia dapat mengarahkan perilakunya. Sarana untuk memelihara dan meningkatkan ilmu pengetahuan dapat disebut dengan logika, sedangkan sarana untuk memelihara serta meningkatkan pola perilakudan mutu kesenian, masing-masing disebut etika dan estetika.

 

Logika itu sendiri merupakan ajaran yang menunjukkan bagaimana manusia berpikir secara tepat dengan berpedoman pada prinsip kebenaran. Secara singkat ilmu pengetahuan itu dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis dengan landasan pemikiran yang kuat dan beralasan. Di samping itu ilmu pengetahuan itu senantiasa dapat diperiksa, ditelaah dan siap menerima kritik dari pihak lain yang ingin mengetahuinya.

 

Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan ilmiah mempunyai karakteristik utama, yaitu:

 

1.     Sosiologi dapat dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan yang murni dan juga terapan.

2.     Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan murni yang mempunyai tujuanuntuk mempelajari bentuk dan pola-pola peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

3.     Sosiologi juga mempunyai tujuan untuk memperoleh rumusan pengertian umum tentang pola-pola perilaku  dalam interaksi sosial masyarakat.

4.     Sosiologi merupakan ilmu sosial yang mempelajari hubungan antara manusia maupun masyarakat.

5.     Sosiologi mempelajari fenomena sosial yang terjadi dalam interaksi sosial.

6.     Sosiologi juga mempelajari dan mengkaji nilai-nilai moral, serta norma-norma sosial dalam kehidupan masyarakat.

 

Hal penting yang dapat dipetik dari uraian tadi adalah bahwa rumusanilmu pengetahuan itu setidaknya merupakan cakupan pokok dari pengetahuan yang tersusun secara sistematis berdasarkan pemikiran ilmiah dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain dengan obyektif. Ciri-Ciri ilmu pengetahuan itu sendiri adalah rasional, bersifat empiris, umum dan kumulatif.

 

 

2.  Obyek Studi Sosiologi

 

Megenai obyek studi sosiologi menurut Abdul Syani (2018) adalah masyarakat, yaitu menyoroti hubungan antarmanusia dan proses sebab akibat yang timbul dari hubungan-hubungan antarmanusia tersebut. Masyarakat sebagai obyek studi sosiologi merupakan istilah tersendiri dan mempunyai definisi yang khusus. Istilah masyarakat menunjuk pada sejumlah manusia yangtelah sekian lama hidup bersama dan mereka menciptakan berbagai peraturan pergaulan hidup. Terbentuknya sistem pergaulan dengan dibatasi oleh aturan yang telah disepakati bersama, maka masyarakat akhirnya memiliki kebudayaan. Sudah tentu istilah masyarakat   harus dibedakan dengan istilah-istilah lainnya seperti rakyat, antropologi, psikologi dan lain-lain yang juga menunjuk pada kehidupan bersama manusia.

 

Secara garis besar sosiologi memiliki beberapa objek studi, yaitu:

 

1.     Objek Material, yaitu kehidupan sosial, gejala-gejala, proses hubungan antara individu dalam masyarakat yang mempengaruhi kesatuan individu itu sendiri.

2.     Objek Formal, yaitu manusia sebagai mahluk sosial dan interaksi manusia dengan manusia serta proses yang timbul dari interaksi manusia tersebut di dalam masyarakat.

3.     Objek Budaya, yaitu faktor yang mempengaruhi interaksi antar manusia di dalam masyarakat.

4.     Objek Agama, yaitu faktor yang dapat memicu dalam interaksi sosial masyarakat serta mempengaruhi hubungan manusia di dalam masyarakat.

 

Ada beberapa unsur yang terkandung dalam istilah masyarakat, yaitu:

 

1.    Sejumlah manusia yang hidup bersama dalam waktu yang relatif lama; di dalamnya manusia dapat saling mengerti danmerasa dan mempunyai harapan-harapan sebagai akibat dari hidup bersama itu. Terdapat sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia dalammasyarakat tersebut.

2.    Manusia yang hidup bersama itu merupakan suatu kesatuan.

3.    Manusia yang hidup bersama itu merupakan suatu sistem hidup bersama, yaitu hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan, oleh karenanya setiap  anggota masyarakat merasa dirinya masing-masing terikat dengan kelompoknya.

 

Dari unsur-unsur tersebut memang belum menunjukkan kepastian keseluruhan sebagaimana ciri-ciri masyarakat, lantaran banyaknya aspek yang terkait dalam kajian masyarakat.

 

Untuk itu perlu dilihat beberapa pendapat ahli sebagai berikut:

 

a.    Mac Iver dan Page, mengatakan bahwa masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat.

     Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. Dan masyarakat selalu berubah.

 

b.    Ralph Linton, Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.

 

c.    Selo Soemardjan, mengatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan.

 

d.   Dalam buku Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial (Abdulsyani, 1987), dijelaskan bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan tersendiri. Manusia diikat dalam kehidupan kelompok karena rasa sosial yang serta  merta dan kebutuhannya.

 

e.    Hassan Shadily, mendefinisikan masyarakat sebagai suatu golongan besar kecil dari beberapa manusia, yang dengan atau sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.

 

a.    J.l. Gillin dan J.P. Gillin, mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan,tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama.

 

f.     M.J. Herskovits, mengemukakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.

 

 

Pandangan mengenai obyek studi sosiologi umumnya para ahli memusatkan perhatiannya pada liku-liku pergaulan hidup dengan segala risiko sosialnya. Masyarakat mengandung konformitas (kepatuhan), artinya orang-orang yang terikat di dalamnya (masyarakat) mempunyai kecenderungan menjadi sama. Namun menurut pandangan modern, gejala konformitas ini telah semakin terkikis lantaran semakin populernya kritik-kritik sosiologi yang menganggap konformis-konformis itu sebagai status individu yang rendah, tidak memiliki imajinasi dan tidak tanggap terhadap masa depan.

 

Jika diamati secara mendalam, spontanitas yang seragam diperlihatkan oleh pribadi-pribadi dalam masyarakat, seperti dalam pesta perkawinan, rapat senat, rembug desa dan sebagainya, kita masih dapat menemukan keteraturan tingkah laku, yaitu antara spontanitas tertentu yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Bisa saja seseorang tampil bebas di tengah-tengah masyarakat sepanjang tidak berlebihan dari lingkup kebolehan yang telah terkondisi dalam suatu masyarakat; artinya kebolehan berperilaku itu tergantung pada segi kepantasan seseorang menurut pandangan dan penilaian masyarakat. Seorang direktur akan sangat jengkel apabila diperlakukan oleh karyawannya sebagaimana dalam suatu pesta, dan sebaliknya ia akan lebih marah apabila diperlakukan sebagaimana diruang sidang tatkala sedang berpesta.

 

Emile Durkheim (1997) menjelaskan bahwa lebih kurang masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Dikatakan bahwa kita harus mencari pengertian tentang kehidupan sosial di dalam sifat hakikat masyarakat itu sendiri. Menurut Durkheim, masyarakat bukanlah hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata. Melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka (anggota Masyarakat), sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-cirinyasendiri. Pendapat Durkheim sebenarnya dapat melahirkansifat konformis, dan kekuatan inpersonalpun lambat laun cenderung meluas sehingga kemudian merupakan bentuk masyarakat yang mampu mengatur individu-individu lain di dalamnya; begitu seterusnya.

 

Dengan demikian dapat dipercaya bahwa latar belakang sosial individu dapat menentukan tingkah lakunya dalam hidup bersama dengan masyarakat. Akan tetapi suatu kenyataan sosial tertentu bisa jadi bukan produk dari latar belakang sosialnya atau bukan sifat asli setiap anggota masyarakat, melainkan merupakan akibat dari kondisi masyarakat tertentu. Misalnya sekelompok mahasiswa yang teratur   keluar masuk ruang kuliah, sekelompok orang teratur antri masuk  bioskop, atau sekelompok orang bersama teratur di halte bis, haruslah dipandang sebagai produk masyarakat. Ahli sosiologi memandang  peranan seseorang dalam masyarakat sangat ditentukan oleh berbagai kegiatannya yang berhubungan langsung dengan pekerjaannya dan lain-lain yang terjangkau, seperti kehidupan keluarga, pekerjaan di kantor, yang semuanya relatif mencerminkan harapan masyarakat.

 

Untuk memahami manusia dalam kehidupan masyarakat sebagai obyek studi sosiologi, maka para ahli sosiologi harus memasukkan unsur kemanusaiaan di dalamnya. Hal ini berarti wawasan tentang masyarakat seyogyanya dilengkapi dengan alternatif-alternatif pandangan lain yang mencakup berbagai motivasi tindakan manusia. Langkah awal yang mesti diperhitungkan dalam mengkaji masyarakat adalah dengan memandang hakikat hubungan antarmanusia dalam kehidupan masyarakat. Meskipun pada umumnya semakin banyak orang menganggap masyarakat tidak lagi sebagai suatu kekuatan yang bersifat mengekang; atau bisa jadi kita dapat menentukan pilihan-pilihankita, kita bebas bertingkah laku, akan tetapi pandangan sosiologistetap merasakan pengaruh masyarakat itu. Sesuatu yang wajarapabila seorang mahasiswa kemudian menggemari lagu dangdutmabuk lagi  atau takut sengsara, atau dalam bentuk lain menyenangi model pakaian terbaru; tetapi bukan berarti ia semata-mata didorong selera dan kepuasan pribadinya, melainkan juga karena pengaruh sugesti teman mahasiswa lainnya yang telahterkondisi dalam kehidupan masyarakat. Kebebasan diri sebagai asasi, kegemaran diri terhadap obyek dan ditambah dengan faktor sugesti dari orang lain disekitanya secara bersamaan dapat lebah kuat meyakinkan seseorang untuk menetapkan pilihan pribadinya. Artinya jika kebebasan atau peluang untuk menyukai sesuatu lebih besar, kegemarannya terhadap sesuatu itu juga berkadar tinggi, lalu didukung oleh pengaruh sugesti dari teman-temannya bahwa sesuatu itu lebih baik dan pantas untuk dirinya, maka pilihannya terhadap sesuatu itu akan lebih pasti. Jika sesuatu yang digemari seseorang itu adalah model pakaian celana ketat yang mendapat dukungan penuh, maka dapat dipastikan seseorang itu akan memilih celana ketat tersebut.

Dalam perspektif sosiologi, bahwa pilihan-pilihan atau selera-selera yang ditentukan sendiri dengan sikap dan perilaku yang bebas itu, sebenarnya juga ditentukan oleh kebiasaan-kebiasan masyarakat. Dikatakan demikian oleh karena pilihan dan selera bertingkah laku itu sesungguhnya merupakan produk dari suatu kondisi sosial masyarakat sekeliling; tindakan melepaskan diri dari kondisi masyarakat hanyalah merupakan upaya untuk mengubah perbatasan sosial dengan pribadi yang bersifat subyektif. Orang-orang yang memiliki sifat subyektif, mementingkan keuntungan pribadi dan menutup campur tangan masyarakat, berarti kepribadiannya tergolong anti sosial, di mana cepat atau lambat ia akan semakin jauh dari toleransi hubungan masyarakat.

 

3.  Konsep dan Ciri Masyarakat

 

Dalam pengertian sosiologi, masyarakat merupakan kumpulan sejumlah individu yang hidup bersama dalam waktu yang relatif lama; mereka saling mengerti dan bekerjasama untuk memenuhi kepentingan bersama. Terdapat sistem komunikasi dan norma-norma sosial yang mengatur hubungan antar individu dalam masyarakat tersebut.Individu-individu yang hidup bersama itu merupakan suatu sistem hidup bersama yang oleh karena setiap anggota masyarakat merasa masing-masing terikat dengan kelompoknya, maka dalam proses pergaulannya cepat atau lambat akan menghasilkan berbagai cara hidup yang disebut kebudayaan.

Auguste Comte mengatakan bahwa masyarakat merupakan  kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baruyang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut  pola perkembangan yang tersendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupannya. Hassan Shadily mengatakan bahwa masyarakat dapat didefinisikan sebagai golongan besar atau  kecil dari beberapa manusia, yang dengan atau sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.

 

Dapat pula mengikuti definisi masyarakat menurut Ralph Linton yang mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Hidup bersama, bermasyarakat bagi manusia adalah sangat penting; manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri secara berkelanjutan dan manusia baru dapat disebut sebagai manusia yang sempurna apabila ia ternyata dapat hidup bersama dengan manusialain dalam masyarakat. Adham Nasution (1983) menjelaskan bahwa hidup bermasyarakat adalah mutlak bagi manusia supaya ia dapat menjadi manusia dalam arti yang sesungguhnya, yaitu sebagai human being, orang atau oknum. Bukan sekadar dalam pengertian biologis, tetapi benar-benar ia dapat berfungsi sebagai manusia yang mampu bermasyarakat dan berkebudayaan.

Secara umum masyarakat mempunya ciri khusus yang membedakannya dengan konsep-konsep yang berkaitan dengan berbagai bentu kumpulan individu, seperti kerumunan, kumpulan penonton, atau sejumlah komunitas orang-orang di pasar, dan sebaganya. Adapun ciri khusus masyarakat itu diantaranya adalah:

 

1.        memiliki kebiasaan dan tata cara hidup yang teratur;

2.        memiliki kerjasama;

3.        terdiri dari kelompok dan penggolongan;

4.        memiliki sistem pengawasan sosial;

5.        memiliki ikatan primordial;

6.        telah hidup dan bekerja bersama cukup lama pada suatu tempat;

7.        merupakan kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu;

8.        memiliki kebudayaan sebagai sarana yang mengikat anggotanya sebagai kesatuan hidup;

9.        merupakan kehidupan kelompok yang memiliki rasa sosial , solidaritas dan empati;

10.    merupakan golongan yang memiliki saling ketergantungan secara batiniah antara satu sama lainnya;

11.    mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama.

12.    Terorganisir mengikuti satu cara hidup yang sama.

 

Menurut Soerjono Soekanto (Abdul Syani, 1987), menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu:

 

 

a.    Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak adaukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoretis, angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama.

 

b.    Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati  seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti; mereka juga mempunyai keinginan-keinginanuntuk menyampaikankesan-kesan atau perasaan perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan   antar manusia dalam kelompok tersebut.

 

c.    Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.

 

d.   Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang   lainnya.

 

 

 

Ciri-ciri Masyarakat diatas nampak selaras dengan definisi masyarakat sebagaimana telah dikemukakan oleh J.L.Gillin dan J.P.Gillin, bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokanyang lebih kecil.

 

Dalam buku Sosiologi karangan Abu Ahmadi (1999), menyatakan bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:

 

 

a.    Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang;

b.    Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu;

c.    Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

 

 

Berdasarkan ciri dan syarat-syarat masyarakat diatas, maka berarti masyarakat bukannya hanya sekedar sekumpulan manusia belaka, akan tetapi diantara mereka yang berkumpul itu harus ditandaidengan adanya hubungan atau pertalian satu sama lainnya. Paling tidak setiap individu sebagai anggotanya (masyarakat) mempunyai kesadaran akan keberadaan individu yang lainnya. Hal ini berarti setiap orang mempunyai perhatian terhadap orang lain dalam setiap kegiatannya. Jika kebiasaan itu kemudian menjadi adat, tradisi atau telah melembaga, maka sistem pergaulan hidup didalamnya dapat dikatakan sebagai pertalian primer yang saling pengaruh.

 

Karena obyek studi sosiologi sendiri adalah masyarakat, maka perlu melakukan pendekatan dengan menggunakan perspektif sosiologis, ... tujuannya adalah untuk mengetahui gejala-gejala, realitas sosial dan perilaku yang melembaga dalam masyarakat. Dalam praktiknya dilakukan dengan penelitian yang didukung oleh kemampuan analisis yang rasional.

 

Dalam sosiologi ada beberapa metode penelitian yang lazim dipakai untuk menemukan gejala-gejala, pola perilaku dan ciri masyarakat, yaitu:

 

1.    Metode statistik

Metode ini banyak dipakai untuk mendeteksi hubungan atau pengaruh kausalitas antara variabel dan unsur-unsur dalam kehidupan masyarakat, termasuk tentang prasangka-prasangka pribadi dan sosial. Dalam praktik sederhana metode ini adalah perhitungan angka berdasarkan instrumen berupa kuisioner yang diajukan kepada responden, disusun dalam bentuk tabel frekuensi, tabel silang, teknik korelasi atau regresi, sehingga diketahui kecenderungan hubungan kausalitasnya.

 

 

2.    Metode ekspeimen

Metode ini dilakukan terhadap dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Metode ini membandingkan dua kelompok untuk menemukan perbedaan diantara keduanya, untuk mengetahu faktor penyebabnya.

 

3.    Metode induktif dan deduktif

Metode induktif adalah sebuah penarikan kesimpulan dari fenomena khusus kearah kesimpulan umum. Sedangkan metode deduktif adalah suatu penarikan kesimpulan dari fenomena umum kearah kesimpulan khusus.

 

4.    Metode studi kasus

Metodeini digunakan untuk meneliti kebenaran realitas kejadian atau peristiwa tertentu.

 

5.    Metode survei lapangan

Metode ini digunakan untuk memperoleh data empirik / langsung pada kehidupan masyarakat. Data empirik diperoleh melalui kuisioner / angket, wawancara, ataupun observasi secara langsung. Dalam persiapannya adalah menentukan populasi yang hendak ditelitisekaligus menentukan sampelnya, yaitu individu-individu yang mewakili untuk menjawab angket atau sejumlah pertanyaan sebagai instrumen dalam kegiatan menjaring data yang diperlukan. Biasanya, angket maupun panduan wawancara dibuat dengan bahasa yang sederhana mudah dimengerti.

 

6.    Metode partisipasi

Metode ini dipakaiuntuk memperoleh data tentang kepentingan kelompok. Oleh karenanya peneliti harus mampu berbaur dengan kehidupan kelompok, tanpa diketahui identitasnya.

 

7.    Metode empiris dan rasional: Metode empiris ini dilakukan dengan pokok pikiran pada fakta yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan metode rasional mengutamakan pemikiran logis mencapai pemahaman terhadap fenomena dan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

 

8.    Metode studi pustaka: metode ini dilakukan dengan pengumpulan data berdasarkan keterangan dari buku literatur diperpustakaan. Dengan metode ini dapat diperoleh datadengan tenaga, waktu dan biaya relatif ringan, dengan syarat mampu memilih literatur relevan dengan data yang diperlukan.

 

Dengan segenap metode penelitian sosiologi tersebut, dapat mempermudah para peneliti dalam menggali dan menemukan data atau informasi yang dicari. Dalam hal ini yang perlu dilakukan adalah terlebih dahulu melakukan pendekatan obyek dan sumber data, lalu kemudian memilih metode yang diasumsikan relevan dan menguntungkan., terutama dari segi biaya, waktu dan tenaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar