Sabtu, 02 Juli 2022

PERSPEKTIF DASAR SOSIOLOGI

PERSPEKTIF DASAR SOSIOLOGI

 

 A.      PENDEKATAN, KONSEP DAN DEFINISI SOSIOLOGI

 Istilah Pendekatan merupakan kata terjemahan dari bahasa inggris, yaitu approach.., artinya persiapan atau langkah awal dalam suatu proses pembelajaran agar tercapai kompetensi yang telah diharapkan.Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami bidang tertentu. Sedangkan pengertian sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan meneliti tentang hubungan pertalian antara manusia yang menguasai kehidupan itu. Dengan demikian pendekatan sosiologis, artinya cara pandang dari sudut sosiologi, yaitu mempelajari sifat dan tujuan hidup bersama, cara terbentuk dan proses perubahannya, kepercayaan dan keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama dalam masyarakat.Seperti misalnya pendekatan saintifik, dapat diartikan sebagai proses persiapan mempelajari suatu obyek dengan mengikuti alur kegiatan ilmiah, yaitu melalui dialog dan pengamatan agar dapat mengetahui  karakter obyek itu. Pendekatan agama, artinya cara pandang atau paradigma untuk memahami dan mempelajari gejala tertentu melalui ilmu agama, yaitu kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang mengatur hubungan antar manusia dan hubungan antara manusia dengan Tuhan-nya. Demikian juga pendekatan struktur sosial, artinyapersiapan untuk mempelajari suatu obyek melalui pengamatan terhadap proses terjadinya tatanan sosial dari adanya pengulangan pola perilaku sosial, hingga tumbuh menjadi norma kebiasaan yang melembaga, demikian juga pola pendekatan-pendekatan lainnya.

 

Sosiologi memiliki berbagai paradigma untuk mengkaji suatu gejala atau masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sosial, sehingga sosiologi merupakan ilmu sosial yang berparadigma ganda. Disebut demikian oleh karena paradigma sosiologi lahir dari teori-teori sosiologi dari masa klasik hingga era modern.Menurut sebagian ahli sosiologi mengatakan bahwa paradigma sosiologi berkembang secara revolusi bukan secara kumulatif, tapi sebagian sosiolog sebelumnya mengatakan bahwa paradigma sosiologi berkembang secara kumulatif. Dalam perkembangan lebih lanjut paradigma sosiologi disebut juga sebagai sudut pandang yang berkembang sesuai dengan fakta sosial. Paradigma sosiologi yang terakhir ini sekarang banyak digunakan oleh akademisi, peneliti dan pengamat sosial untuk mempelajari berbagai gejala sosial, seperti ketimpangan budaya, kesenjangan ekonomi, konflik sosial, pengangguran, kecurigaan sosial, dan lain-lain. Menurut Ritzer (1980) bahwa paradigma-paradigma dalam sosiologi walaupun hasilnya berbeda namun tidak ada perselisihan diantara paradigm tersebut selama masih sejalan dengan hukum ilmiah. Kendati demikian dalam praktik hukum ilmiah paradigma itu memiliki keunggulan pada masing-masing studinya dengan fakta dan argumenyang kuat. Atas dasar paradigma ini sosiologi lazim dijadikan landasan kajian dalam suatu studi atau penelitian tentang interaksi sosial, struktur sosial ataupun bidang yang berkenaan dengan hubungan masyarakat.

 

Soerjono Soekarno (1982) mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu  pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi  petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan sosiologi adalah suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk memahami bidang tertentu berdasarkan pemikiran yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat yang berstruktur, berstrata, berpranata, dan diamika berbagai gejala sosial yang saling berkaitan.Pranata sosial merupakan himpunan kaidah-kaidah sosial yang diakui dan dipahami, dihargai, dan dipatuhi bersama oleh segenap warga agar kehidupan masyarakat menjadi tertib. Strata sosial adalah perbedaan status anggota masyarakat ke dalam tatanan atau urutan secara bertingkat atau hierarki. Dinamika artinya gerakan sosial yang menorong perubahan-perubahan tentang cara kehidupan masyarakat yang berkembang dan menyesuaikan diri dengan setiap keadaan dari   ketidakpuasan hingga masyarakat menjadi mapan dalam keadaan tertruktur. Struktur, artinyatatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal. Struktur dapat terjadi karena adanya pengulangan pola perilaku sosial, sehingga kemudian tumbuh menjadi norma kebiasaan yang melembaga.

 

Secara umum pendekatan sosiologi menurut Ibnu Khaldun tidak ada individu yang bisa hidup seorang diri tanpa membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Oleh karena itu pendekatan terhadap jati diri sosiologi dapat ditelusuri melalui jejak pertumbuhan sosiologi dari beberapa ahli yang menelusuri pertumbuhan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan tentang kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut:

 

1. August Comte (1798-1857)

     August Comte dilahirkan di kota Montpelier Prancis, pada tanggal 19 Januari 1798 M. August Comte adalah pelopor kelahiran ilmu sosiologi melalui  pendekatan struktural fungsional, yang mempelajari masyarakat dari segi struktur fungsional yang mempelajari masyarakat dari segi struktur, strata, dan dinamika sosialnya. Sebagai tokoh evolusionispositivism, comte menegaskan masyarakat ibarat organism hidup yang dinamis. August Comte menggambarkan bahwa  proses berfikir manusia dalam menafsirkan dunia dengan segala isinya  berkembang secara evolusi, melalui tahapan religius, metafisika dan positifisme. Dari konsep ini terwujudlah perubahan sosial masyarakat baru, berdasarkan kenyataan empiris hasil pemikiran rasional, dan pada akhirnya akan mencapai tingkat integrasi yang lebih besar.

 

3. Emile Durkheim (1858-1917)

Emile Durkheim dilahirkan pada tanggal 15 april 1858 di Epinal Prancis, suatu perkampungan kecil orang-orang Yahudi, bagian Timur Perancis, agak terpencil dari masyarakat luas. Ayah Durkheim adalah seorang Rabbi, tokoh agama Yahudi (setingkat ulama dalam Islam atau pendeta dalam agama Kristen). Durkheim sendiri karena pengalaman mistiknya, ia menyimpang dari ajaran Yahudi, dan sementara menjadi penganut Khatolik, akibat pengaruh gurunya. Setelah itu ia meninggalkan khatolik dan menjadi orang yang tidak mau tahu dengan agama (agnostic). Meskipun demikian, selama hidupnya ia sangat memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan moralitas masyarakat. Dalam  pandangannya dikemudian hari Durkheim berkeyakinan bahwa nilai-nilai moral itulah hakekatnya yang menjadi standar bagi terwujudnya solidaritas dan integrasi sosial yang sangat membantu mempersatukan masyarakat. George Ritzer mengetengahkan  bahwa paradigma-paradigma dalam sosiologi walaupun hasilnya berbeda namun tidak ada perselisihan diantara paradigm tersebut selama masih sejalan dengan hukum ilmiah. Meskipun begitu umumnya paradigma itu memiliki keunggulan  pada masing-masing masalah yang dikajinya. Bagi Durkheim fakta sosial merupakan gagasan penting dalam keilmuan sosiologi. Menurutnya, sosiologi adalah ilmu tentang fakta sosial, di mana fakta sosial adalah struktur sosial, nilai-nilai sosial, dan norma kebudayaan yang bersifat memaksa pada individu. Dalam kajian fakta sosial menurut Durkheinmengandung tindakan yang lebih obyektif dibanding tindakan individu di dalam masyarakat, oleh karena fakta sosial bersifat koersif yang dapat mengontrol perilaku individu. Pandangan Durkheim mengenai masyarakat juga dipengaruhi oleh realisme sosial, meskipun tidak secara terang-terangan ia mengadopsi perspektif realis untuk menunjukkan realitas sosial di luar individu. Secara politis Durkheim sebenarnya seorang berpaham liberal, tapi secara intelektual ia tergolong konservatif, dan dengan alasan ini maka sebagian besar karyanya banyak mengarah pada tertib sosial.Dikatakan bahwa kekacauan sosial bukan keniscayaan dunia modern, tapi dapat dikurangi melalui reformasi sosial.

 

Dalam pendekatan sosiologi dapat dilihat dari 2 (dua) ciri khas, yaitu bersifat komparatif dan bersipatfat holistik.

 

1.      Pendekatan Komparatif

Pendekatan komparatif,yaitu pendekatan yang melihat manusia dengan pandangan yang luas, tidak hanya masyarakat yang terisolasi atau hanya dalam tradisi sosial tertentu saja. Ciri-cirinya adalah: 

1)    berusaha mengenali persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan sampai kepada generalisasi.

2)    berusaha memberikan uraian keterangan ilmiah yang dapat diterima.

3)    membanding-bandingkan antarmasyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, termasuk tradisi satu dengan tradisi yang lain dalam seluruh ruang dan waktu.

4)    memberikan uraian tentang variasi bentuk-bentuk sosial dan mencatat asal-usul serta perkembangan manusia dengan adat-istiadatnya, mencakup dimensi waktu. 

 

 

2. Pendekatan Holistik 

Pendekatan holistik, adalah suatu pendekatan berdasarkan pendapat bahwa masyarakat itu dapat diselidiki sebagai keseluruhan, sebagai unit-unit yang bersifat fungsional, atau sebagai sistem-sistem tertentu. Sosiologi mencoba mencakup keseluruhan ruang lingkup dari segala sesuatu yang berhubungan dengan kemanusiaan sampai kepada generalisasi-generalisasi. Secara khusus pendekatan holistik dalam sosiologi mempunyai dua aspek primer sebagai berikut: 

 

1)    Mencoba meninjau kebudayaan manusia sebagai jaringan tunggal yang saling berkaitan, sebagai kesatuan yang teratur, dan sebagai keseluruhan yang berfungsi. Di dalamnya semua bagian saling berhubungan sebagai komponen suatu sistem. Suatu kejadian yang terjadi pada komponen yang satu akan berpengaruh pada struktur dan kerja secara keseluruhan. 

2)    Mempelajari ciri-ciri biologis dan ciri-ciri sosial budaya dari spesies-spesies. Evolusi fisik manusia dan evolusi budaya tidak dipandang tanpa berkait-kaitan untuk mendapatkan pemahaman yang tepat (Ruswanto, 2009).

 

Secara etimologis/harfiah, sosiologi berasal dari kata kata Latin Socius yang berarti kawan/pertemanan dan kata Yunani Logos yang berarti berbicara, maka sosiologi berarti berbicara tentang pertemanan atau kehidupan masyarakat. Konsep lain mengatakan juga mengatakan bahwa kata “sosiologi” berasal dari bahasa Latin, yaitu Socius yang artinya kawan, dan Logos yang artinya ilmu pengetahuan. Sehingga sosiologi dapat mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan ilmiah yang mengkaji kehidupan manusia dalam kehidupan masyarakat.

 

Para ahli sosiologi pada umumnya menyebut sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sosial yang masih muda; karena istilah sosiologio baru dikenal kira-kira pada awal abad ke-19 yang dicetuskan oleh Aguste Comte. Sebelum itu, Comte pernah mempergunakan istilah “Fisika Sosial”. (Social Psysics), dalam arti yang sama, akan tetapi kemudian diganti dengan istilah “Sosiologi” (Maurice Duverger,1992). Sejak zaman Comte istilah sosiologi tidak banyak mengalami perubahan, bahkan sama sekali tidak mengalami pergeseran arti; meskipun demikian tumbuh argumentasi yang bermaksud memisahkan objek studi antara sosiologi dan ilmu-ilmu pengetahuan sosial lainnya (Abdul Syani, 1987).

Untuk memahami istilah sosiologi, terlebih dahulu perlu dipelajari konsep-konsepnya secara rinci dan mendasar. Jika konsep-konsep itu dimaksudkan sebagai suatu pengertian tentang sesuatu, maka konsep sosiologi adalah pengertian yang menunjuk pada sesuatu yang tercangkup dalam istilah sosiologi. Konsep sosiologi dipergunakan untuk memahami aspek-aspek yang terkandung didalamnya; misalnya tentang hubungan-hubungan sosial atau interaksi sosial, struktur sosial, perilaku sosial dan sebagainya. untuk memahami istilah sosiologi secara umum berarti harus memahami seluruh rangkaian aspek konsep-konsepnya, baru kemudian dapat ditarik kesimpulan umum yang disebut definisi atau batasan sosiologi.

 

Konsep lain tentang sosiologi mengatakan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku individu sebagai mahluk sosial dalam interaksi dalam kehidupan masyarakat. Sosiologi dapat juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan ilmiah yang mempelajari tentang sifat, sikap, perilaku, hubungan sosial dan perkembangan masyarakat. Dengan demikian sudut pandang kajian sosiologi adalah perilaku sosial, yaitu hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.

 

Pada awalnya sampai pada akhir abad ke-19 istilah sosiologi masih belum memuaskan, banyak ilmuan yang berbeda sudut pandang, terutama tentang lingkup kajiannya yang luas seluas bidang kehidupan manusia. Menurut Abdul Syani (1987), bahwa kesulitan untuk mendapatkan kesepakatan terhadapdefinisi sosiologi, oleh karena kajian sosiologi mencangkup berbagai aspek kehidupan manusia yang relatif tak terbatas, sementara usaha mendefinisikannya dengan kalimat yang panjang justru membingungkan. Sama halnya kalau kita hendak mendefinisikan sebuah rumah, ada yang memberikan pengertian sebagai tempat timggal yang terbuat dari tembok, ada yang menyebutnya sebagai tempat berteduh yang beratap genteng, tempat untuk tidur dalam suatu bangunan permanen, tempat beristirahat keluarga yang terdiri atas petak-petak kamar, dan sebagainya. Masing-masing pengetian ini sama-sama benar, karena pada hakikatnya sama-sama memberikan ciri sebuah rumah; perbedaannya terletak pada subjektifitas pengetahuan dari pembuat batasan. itulah sebabnya, maka definisi sosiologi yang dikenal sekarang pada umumnya ringkas; hanya menyangkut sebagian fenomena sosial atau cukup menjelaskan hakikat dari kehidupan masyarakat pada umumnya.

 

Lebih lanjut dikatakan bahwa banyak rumusan definisi sosiologi yang pernah diajukan oleh pakar yang pada umumnya hampir tidak ada yang sama. Akan tetapi pada dasarnya masing-masing telah menyebutkan pokok-pokok mengenai hubungan manusia dalam masyarakat. Pembatasan istilah sosiologi ini sangat dipengaruhi oleh faktor perbedaan sudut pandang para perumusnya; ada yang menonjolkan kehidupan kelompok, ada pula yang memusatkan perhatiannya pada dinamika sosial, kelembagaan, perilaku, perubahan-perubahan, struktur, dan sebagainya. Dari kesemua aspek ini, maka secara umum sosiologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari hubunngan manusia dalam masyarakat.

 

Franklin H. Giddings menggambarkan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyangkut gejala-gejala masyarakat. Emile Durkehiem(Francis) juga menyebut sosiologi sebagai “the science of institutions”. pakar-pakar kawakan lainnya menyebut sosiologi lebih ringkas lagi, seperti Max Weber, Albion W. Small, Robert E. Park; masing-masing menyebut sosiologi sebagai “social action”, “social Proces” dan “collective behavior”.  Alvin L. Bertran (1980), mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan tentang “human relationship”  atau ilmu pengetahuan tentang antar hubungan manusia pada sisi lainnya juga membatasi pengertian sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sistem-sistem tindakan sosial atau “social action system”.

Sebagai perbandingan berikut ini ada beberapa pendapat ahli tentang definisi sosiologi, yaitu:

 

1. Pitirim Sorokin: sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara beragam gejala sosial. Misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral. Menurutnya sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial. Secara ringkas Sorokin juga mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.

2. Roucek dan Warren: sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara manusia dengan kelompok-kelompoknya.

3. Max Weber: sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.

4. Soerjono Soekanto: sosiologi adalah ilmu yang fokus pada segi-segi kemasyarakatan yang sifatnya umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.

5. Paul B. Horton: sosiologi adalah ilmu yang lebih terpusat pada penelaahan di dalam kehidupan kelompok serta produk kehidupan dari kelompok tersebut.

6. Mayor Polak: sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mana mempelajari terkait masyarakat secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik itu kelompok formal maupun material ataupun kelompok statis maupun dinamis.

Kemudian Mayor Polak (1979), menegaskan bahwa Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia satu dengan manusia lain, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik kelompok formal maupun kelompok informal atau baik kelompok statis maupun kelompok dinamis. Definisi sosiologi yang dikemukakan polak ini cenderung memahami sosiologi sebagai ilmu pengetahuan ilmiah lebih memusatkan perhatian kepada gejala-gejala kehidupan masyarakat tentang kebiasaan berperilaku, di samping menyoroti dinamika masyarakat dalam proses perubahan kehidupan masyarakat.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka secara sederhana dapat dirumuskan bahwa sosiologi dapat didefinisikan sebagai suatu yang mempelajari tentang berbagai elemen kehidupan bermasyarakat, yakni fenomena-fenomena sosial, perilaku atau tindakan dalam hubungan sosial, peristiwa-peristiwa nyata, yang didasarkan atas pemikiran rasional. Sosiologiadalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kenyataan hidup dalam masyarakat, yakni fakta-fakta sosial yang berkaitan dengan cara bertindak/ berperilaku, berpikir, berperasaan dan penyesuaian diri sebagai kekuatan untuk mengendalikan diri agar kerukunan dan kebersamaan tetap terjaga dalam kehidupan masyarakat.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar