Rabu, 24 Juli 2019

SIKAP DAN PENGUKURANNYA Oleh: Abdul Syani

1. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang sebagai keputusan pribadi berupa dukungan atau penolakan (pro atau kontra) terhadap obyek tertentu. Biasanya sikap diwujudkan dalam bentuk pernyataan setuju atau tidak, yang diikuti oleh tampang air muka dan profil fisik yang positif (menyenangkan) atau bisa sebaliknya.Sikap cenderung meningkat menjadi keinginan untuk melakukan tindakan dengan cara¬cara tertentu terhadap obyek tertentu diluar diri seseorang. Artinya sikap akan memberikan arah kepada seseorang untuk berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak yang melekat dalam angan pikirannya. G.W.Allport (Ahmadi, 1999), mengemukakan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang diberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons induvidu pada semua objek clan situasi yang berkaitan dengannya. Berdasarkan pendapat diatas, maka komponen sikap tersebut dapat dijelaskan satu persatu sesuai dengan pengertian masing-masing. Komponen kognisi berisi kepercayaan seseorang mengenai objek sikap. Komponen afeksi menyangkut masalah emosional subjektif seseoran terhadap satu objek sikap. Sedangkan komponen konasi menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Asumsi dasar bahwa kepercayaan, perasaan dan jati diri seseorang amat mempengaruhi bentuk perilaku; artinya dalam situasi tertentu kecenderungan orang akan berperilaku sesuai dengan gerakan kehendak murni subyektivitas pribadinya. Menurut Talcott Parsons,tindakanyang dimaksud adalah perilaku yang disertai oleh adanya upaya subyektif dengan tujuan untuk mendekatkan kondisi-kondisi situasional atau isi kenyataan pada keadaan yang ideal atau yang ditetapkan secara normatif. Dalam teori Voluntaristic Action, Parsons kemudian menunjukkan sebuah sintesis tentang dalil, asumsi dan konsep yang sangat berguna untuk memahami tindakan sosial, yang berasal dari paham utilitarianisme, positivisme dan idealisme. Parsons mencatat beberapa keunggulan dari konseptualisasi utilitarianisme tentang manusia yang tidak diatur dan atomistik di pasar bebas dan dapat bersaing secara rasional di dalam memilih tindakan-tindakan tersebut, yang dapatmemaksimalkan keuntungan bagi dirinya dalam transaksinya denganorang lain (Implikasi teoritik teori tindakan voluntaristik: http://www.damandiri.or.id/file/ idabaguswirawan- unairbab7.pdf.). Menurut Mar’at (1982), bahwa sikap mengandung 3 (tiga) komponen yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu: 1. Kognisi, berhubungan dengan pikiran/penalaran, dimana khalayak tidak tau menjadi tau, yang tidak mengerti menjadi mengerti dan jelas. 2. Afeksi, Berkaitan dengan perasaan yang disebabkan membaca surat kabar, mendengarkan radio, menonton televisi sehingga menimbulkan perasaan tetentu pada khalayak. 3. Konasi berkaitan dengan niat, tekad, yang timbul dengan didahului oleh efek kognisi dan afeksi. Ke-tiga komponen tersebut perlu dijelaskan masing-masing sesuai dengan maksud yang terkandung di dalamnya. Komponen kognisi berisi kepercayaan seseorang mengenai objek sikap. Komponen afeksi menyangkut masalah emosional subjektif seseoran terhadap satu objek sikap. Sedangkan komponen konasi menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Asumsi dasar bahwa kepercayaan dan perasaan mempengaruhi perilaku. Maksudnya bagaimana orang akan berperilaku dalam situasi tertentu terhadap stimulus tertentu yang banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaan terhadap stimuli tersebut. LouisThurstone (Ahmadi,1999), menjelaskan bahwa sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologis disisni meliputi. Simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikaf positif terhadap terhadap suatu obyek psikologis apa bila is suka (like) atau memiliki sikap yangfavorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap negatif terhadap obyek psikologis bila is tidak suka (dislike) atau sikanya unfavorable terhadap sikap psikologi. Menurut WA.Gerungan (1983) dalam bukunya Psykologi Sosial. Eresco, Bandung, bahwa ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut: 1. Sikap merupakan gejala psikologi. 2. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk melakukan respon atau reaksi. 3. Sikap sebagai respon atau reaksi ditujukan kepada orang atau obyek dan situasi,sehingga dalam hal ini sikap bersifat eksternal. Sedangkan menurut Sarlito Wirawan (1987), ada beberap ciri-ciri sikap yaitu : 1. Dalam sikap selalu terdapat hubungn subjek dan objek, tidak ada sikap tanpa objek, objek ini dapat berupa orang, benda, kelompok orang, nilai-nilai sosial, pandangan hidup, lembaga masyarakat dan lainya. 2. Sikap tidak dibawa dari lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman. 3. Karena sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan disekitar induvidu yang bersangkutan pada saat yang berbeda-beda. 4. Dalam sikap terdapat faktor motivasi dan perasaan. Hal ini yang membedakannya, misalnya pengetahuan. 5. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan telah dipenuhi, jadi berbeda dengan reflek atau dorongan. 6. Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat bermacam-macam sesuai dengan banyak objek yang dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan. Sedangkan tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2005), ada 4 (empat), yaitu: 1 Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). 2 Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan sesuatu dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3 Menghargai (Valuting) Mengajak orang lain untuk mengerjakan/mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap. 4 Bertanggung jawab (Responsile) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Sehubungan dengan itu Ahmadi (1999), menyatakan bahwa sikap dapat diukur secara langsung (Direct measures of attitudes), dan tidak langsung (Indirect measures of attitudes) 1. Pengukuran sikap secara langsung Pada umumnya digunakan tes psikologi yang berupa sejumlah item yang telah disusun secara hati-hati, seksama, selekstif sesuai dengan kriteria tertentu. Tes psikologi ini kemudian dikembangkan menjadi skala sikap. Dari skala sikap ini diharapkan mendapat harapkan atas pertanyaan dengan berbagai cara oleh para responden terhadap suatu obyek psiklogi. Pengukuran sikap secara langsung yang sering digunakan : a. Skala Likert Rensis Linkert mengukur sikap seseorang dengan menggunakan sejumlah pertannyaan yang mendasarkan pada rata-rata jawaban. Setelah pertannyaan itu dirumuskan lalu dibagikan kepada sejumlah responden yang akan diteliti. Itiepada responden diminta untuk menunjukan tingkatan dimana mereka setuju atau tidak setuju pada setiap pernyataan dengan 5 (lima) pilihan skala : sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju. b. Skala Thurstone L. L. Thurstone (1929), metode ini terdiri dari atas kumpuln pendapat yang memiliki rentangan dari arah positif ke arah sangat sangat negatif terhadap objyek sikap. Pernyataan-pernyataan itu kemudian diberi kelompok induvidu yang dirninta untuk menentukan pendapatnya pada suatu rentangan sampai 11 dimana angka I mencerminkan paling positif (menyenangkan) clan angka 11 mencerminkan paling negatif, (tidak menyenangkan). c. Skala Bogardus Skala ini secara kuantitatif mengukur tingkat jarak seseorang yang diharapkan untuk memelihara hubungan orang dengan kelompok-kelompok lain. Dengan sakala bogardus responden diminta untuk menggisi atau menjawab satu atau semua dari 7(tujuh) pernyataan untuk melihat jarak sosial terhadap kelompok etnik grup lainya. d. Skala Perbedaan Semantik Skala ini dikembangkan oleh Osgood, Suci dan Tannerbaun yang meminta untuk menentukan sikapnya terhadap obyek sikap, pada ukuran sangat berbeda dengan ukuran sangat terdahulu. Responden diminta untuk menetukan suatu ukuran skala yang bersifat berlawanan positif atau negatif, ~-al tu : baik buruk, aktif-pasif, bijaksana-bodoh dan sebagainya. Skala ini terbagi atas 7 (tujuh) ukuran, dan angka 4 (empat) akan menunjukan ukuran yang secara relatif netral. Score yang lebih tinggi berarti lebih positif sikapnya terhadap obyek, orang atau masalah lain yang ditanya. 2. Pengukuran sikap secara tidak langsung Pengukuran sikap secara tidak langsung, yaitu pengukuran sikap dengan menggunakan alat-alat tes, baik yang proyektif maupun yang non-proyektif. Misal dengan tes Rorschach, TAT (Thematic Apperception Test), dan dengan melalui analisis yang cukup rumit, peneliti dapat mengetahui bagaimana sikap seseorang terhadap keadaan sekitarnya. Pengukuran sikap secara tidak langsung ini begitu komplek dan begitu rumit yang biasanya dibicarakan dalam rangka pembicaraan mengenai tes. Tes Rorschachadalah salah satu bentuk tes psikologi kepribadian, dan merupakan bentuk tes proyeksi, yaitu untuk memproyeksikan kondisi kepribadian dari individu. Tujuan utama dari tes ini adalah untuk mengungkap kepribadian individu dengan menggunakan stimulus-stumulus dengan menggunakan bercak tinta pada kertas. Kertas bercak-bercak tinta ini kemudian dilipat, maka akan nampak bentuk pola simetrisyang kemudian diaplikasikan ke dalam tes rorchach. Asumsi dari tes ini adalah stimulus-stimulus yang muncul akan membuat seseorang memberikan gambaran mengenai kondisi di dalam dirinya, mulai dari dorongan, sampai dengan kecerdasan, atau bahkan mengarah pada gangguan-gangguan psikotik. Test Rorschach, umumnya dilaksanakan dalam dua sesi. Sesi pertama merupakan sesi awal, dimana klien atau peserta diminta untuk menyebutkan saja bentuk – bentuk apa yang muncul dan dilihat oleh mereka pada masing masing kartu, mulai dari kartu pertama hingga kartu ke sepuluh. Sedangkan sesi kedua, adalah sesi inquiry. Sesi inquiry ini merupakan sesi dimana tester dan juga klien, membahas bentuk – bentuk yang disebutkan oleh klien pada sesi sebelumnya. Pada sesi inquiry ini, tester akan menanyakan, bagaimana klien bisa melihat bentuk – bentuk tertentu, bagian apa saja yang dianggap klien menyerupai bentuk tersebut, serta mencatat semua jawaban dari klien pada lembar skoring yang sudah disediakan. Sedemikian panjangnya prosedur jenis tes rorchach ini dalam upaya mengungkap kepribadian seseorang, maka proses analisis dianggap rumit. Sedangkan tes Thematic Apperception Test (TAT) adalah jenis strategi tes untuk mengetahui kepribadian individu. Mirip dengan tes rorchach, test ini merupakan jenis test kepribadian dalam bentuk pictorial, alias test yang menghadirkan stimulus berupa gambar – gambar, dimana nantinya individu diminta untuk menceritakan gambar yang ada pada masing-masing kartu. TAT merupakan jenis test individual, dan tidak bisa diaplikasikan ke dalam test kelompok, karena teori utamanya mengenai Psikoanalisis, seperti tentang konflik, needs atau defense mechanism (menahan diri untuk melakukan sesuatu). Jenis metode pengukuran sikap tidak langsung ini bersifat kecenderungan arah jawaban dan perubahan prilaku terselubung, seperti dikatakan SaifudinAzwar (2005), bahwa dalam metode pengukuran terselubung (covert measures), objek pengamatan bukan lagi perilaku yang tampak disadari atau sengaja dilakukan oleh seseorang melainkan reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi di luar kendali orang yang bersangkutan. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2005), bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Semenrara di lain pihak Saifudin Azwar (2005), mengatakan bahwa Sikap adalah suatu bentuk evaluasi / reaksi terhadap suatu obyek, memihak / tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Terdapat berbagai macam sikap dalam kehidupan masyarakat, diantaranya adalah: 1. Sikap sosial Sikap adalah tanggapan/respon terhadap obyek tertentu, dalam bahasa inggeris disebut attitude, yaitu suatu kecenderungan untuk berbuat dengan cara tertentu. sedangkan sosial adalah hubungan antar manusia dengan segala bentuknya, misalnya keluarga, organisasi, lembaga, dan lain-lain. Dengan demikian sikap sosial dapat diartikan sebagai kehendak atau tanggapan dengan cara tertentu terhadap hubungan-hubungan antar manusia dalam kehidupan masyarakat. 2. Sikap antisosial Sikap anti sosial adalah bentuk respon seseorang yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Sikap antisosial memiliki konotasi negatif menurut pandangan masyarakat pada umumnya, karena dianggap menyimpang, mengganggu stabilitas dan mengancam keteraturan hidup bermasyarakat. Ciri-cirisikap antisosial adalah: a) Adanya ketidaksesuaian antara sikap seseorang dengan norma yang berlaku dalam masyarakat; b) Adanya seseorang / sekelompok orang yang menentang norma yang berlaku dalam masyarakat; c) Ketidakmampuan seseorang untuk menjalankan norma yang ada dalam masyarakat. Mengenai sebab-sebab orang memiliki sikap anti sosial, diantaranya karena: 1)merasakan norma dan nilai sosial yang ada tidak sesuai dengan keinginan pribadi; 2) belum/tidak siapnya seseorang untuk menerima perubahan norma-norma baru dalam masyarakat. 2) Ketidakmampuan seseorang untuk memahami atau menerima bentuk perbedaan sosial dalam masyarakat; 3) ketidak-siapan seseorang terhadap masuknya nilai-nilai budaya baru/asing ke dalam lingkungan masyarakat. 3. Sikap Nasionalisme Nasionalisme adalah suatu paham/ajaran/doktrin dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, wilayah dan kesamaan cita-cita dan tujuan. Ada juga pendapat bahwa sikap nasionalisme merupakan rasa cinta tanah air dengan mengutamakan kepentingan persatuan dan kesatuan daripada kepentingAn pribadi dan golongan (https://brainly.co.id/tugas/699150). Menurut Smith, nasionalisme merupakan suatu gerakan ideologis yang digunakan untuk meraih dan memelihara otonomi, kohesi, dan individualitas. Gerakan ini dilakukan oleh satu kelompok sosial tertentu yang diakui oleh beberapa anggotanya guna membentuk atau menentukan satu bangsa atau yang berupa potensi saja (https://guruppkn.com/pengertian-nasionalisme). Sedangkan menurut Hutchinson, nasionalisme lebih diartikan sebagai fenomena budaya daripada fenomena politik. Hal ini dikarenakan nasionalisme berakar dari etnisitas dan budaya promodern. Jika pengertaian nasionalisme bergeser menjadi suatu gerakan politik maka hal ini dimaknai hanya bersifat superfisial saja. Hal ini disebabkan oleh sikap nasionalisme yang pada dasarnya tetap dilandasi motivasi budaya terutama ketika terjadi krisis identitas kebudayaan. Dengan demikian gerakan politik nasionalime dijadikan suatu sarana untuk mendapatkan kembali identitas kebudayaan suatu bangsa. 4. Sikap Bersatu Sikap bersatu adalah kehendak seseorang atau kelompok agar masyarakat suatu bangsa dapat hidup rukun, damai, menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan. Sebaliknya bertekad mencegah perpecahan. Manfaat dari sikap bersatu, seperti dalam kehidupan beragam, diantaranya adalah: 1) tidak mudah di adu domba, dihasut atau difitnah oleh pihak-pihak yang menghendaki perpecahan; 2) tumbuhnya sikap saling menghormati; 3) tumbuh keberanian dalam menghadapi berbagai hambatan dan rintangan, baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, maupun dampak negatif dari kemajuan teknologi; 4) tanggap terhadap fenomena konflik dan kriminalitas, sehingga dapat melakukan pencegahan secara dini; 5) menumbuhkan rasa solidaritas dalam penegakan hukum, terutama dengan pihak-pihak aparat penegak hukum pada umumnya. 5. Sikap Jujur Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), jujur adalah lurus hati, tidak berbohong, tidak culas (curang), tulus ikhlas. Sedangkan kejujuran adalah sifat jujur, ketulusan hati, kelurusan hati. Oleh karena itu pengertian kejujuran atau jujur adalah mengatakan atau memberikan informasi yang sebenarnya atau sesuai dengan kenyataan, kejujuran merupakan investasi yang sangat berharga, karena dengan kejujuran akan sangat memberikan manfaat bagi diri kita baik sekarang maupun di waktu yang akan datang. Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya dengan “ash-shidqu” atau “shiddiq”yang berarti nyata, benar, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalambahasa Arab ”al-kadzibu”. Secara istilah, jujur atau ash-shidqu bermakna: kesesuaian antara ucapan dan perbuatan, kesesuaian antara informasi dan kenyataan, ketegasan dan kemantapan hati dan sesuatu yang baik yang tidak dicampuri dengan kedustaan (https://www.scribd.com/document/376582264/ Pengertian-Sifat-Jujur). Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan sesuatu dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak ditambahi ataupun dikurangi. Sifat jujur yang harus dimiliki Sifat jujur yang harus dimiliki oleh setiap manussia, karena sifat ini merupakan prinsip dasar dari cerminan akhlak seseorang. Bahkan jujrur dapat menjadi kepribadian seseorang atau bangsa , sehinggakejujuran bernilai tinggi dalam kehidupan manusia. Sikap jujur, merupakan salah satu fadhilah yang menentukan status dan kemajuan perseorangan dan masyarakat. Menegakkan prinsip kejujuran adalah salah satu sendi kemaslahatan dalam hubungan antara manusia dengan manusia dan antara satu golongandengan golongan yang lain. Dampak dari sifat jujur adalah menimbulkanrasa berani, karena tidak ada orang yangmerasa tertipu dengan sifat yang diberikan kepada orang lain dan bahkan orang merasa senang dan percaya terhadap pribadi orang yang jujur. Pepatah mengatakan “berani karena benar, takut karena salah”. 6. Sikap Tangguh Sikap merupakan suatu keadaan mental seseorang berupa tanggapan terhadap obyek atau kejadian tertentu. Sikap tangguh adalah tipe kepribadian tangguh (Hardiness).Tipe kepribadian yang mempunyai kemampuan dan daya tahan terhadap stres adalah hardiness yang merupakan konsep gagasan Kobasa. Tipe kepribadian tangguh (Hardiness) adalah suatu konstalasi karakteristik kepribadian yang membuat individu menjadi lebih kuat, tahan, dan optimis dalam menghadapi stres dan mengurangi efek negatif yang dihadapi (N.Khasanah, 2004: http://repository.uin-suska.ac.id/6198/3/ BAB%20II.pdf). Tangguh sama artinya dengan kuat, kokoh, tahan banting, bertekad untuk beridri tegak dan gigih pantang menyerah. Ketangguhan adalah kemampuan seseorang untuk berbuat yang terbaik dari apa yang dipercayakan kepadanya (https://akarsejarah.wordpress.com/2013/03/31/menjadi-pribadi-tangguh/). Sehubungan paparan ragam sikap danberbagai penjelasan di atas, maka sikap dapat didefinisikan sebagai suatu kehendak atau tanggapan internal seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu terhadap suatu obyek, tata nilai, kejadian atau suatu peristiwa tertentu.

KONSEP DAN CIRI MASYARAKAT Oleh: Abdul Syani

Dalam pengertian sosiologi, masyarakat merupakan kumpulan sejumlahindividu yang hidup bersama dalam waktu yang relatif lama; mereka saling mengerti dan bekerjasama untuk memenuhi kepentingan bersama. Terdapat sistem komunikasi dan norma-norma sosial yang mengatur hubungan antar individu dalam masyarakat tersebut.Individu-individu yang hidup bersama itu merupakan suatu sistem hidup bersama yang oleh karena setiap anggota masyarakat merasa masing-masing terikat dengan kelompoknya, maka dalam proses pergaulannya cepat atau lambat akan menghasilkan berbagai cara hidup yang disebut kebudayaan. Auguste Comte mengatakan bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baruyang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupannya. Hassan Shadily mengatakan bahwa masyarakat dapat didefinisikan sebagai golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan atau sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain. Dapat pula mengikuti definisi masyarakat menurut Ralph Linton yang mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Hidup bersama, bermasyarakat bagi manusia adalah sangat penting; manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri secara berkelanjutan dan manusia baru dapat disebut sebagai manusia yang sempurna apabila ia ternyata dapat hidup bersama dengan manusialain dalam masyarakat. Adham Nasution (1983) menjelaskan bahwa hidup bermasyarakat adalah mutlak bagi manusia supaya ia dapat menjadi manusia dalam arti yang sesungguhnya, yaitu sebagai human being, orang atau oknum. Bukan sekadar dalam pengertian biologis, tetapi benar-benar ia dapat berfungsi sebagai manusia yang mampu bermasyarakat dan berkebudayaan. Secara umum masyarakat mempunya ciri khusus yang membedakannya dengan konsep-konsep yang berkaitan dengan berbagai bentu kumpulan individu, seperti kerumunan, kumpulan penonton, atau sejumlah komunitas orang-orang di pasar, dan sebaganya. Adapun ciri khusus masyarakat itu diantaranya adalah: 1. memiliki kebiasaan dan tata cara hidup yang teratur; 2. memiliki kerjasama; 3. terdiri dari kelompok dan penggolongan; 4. memiliki sistem pengawasan sosial; 5. memiliki ikatan primordial; 6. telah hidup dan bekerja bersama cukup lama pada suatu tempat; 7. merupakan kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu; 8. memiliki kebudayaan sebagai sarana yang mengikat anggotanya sebagai kesatuan hidup; 9. merupakan kehidupan kelompok yang memiliki rasa sosial , solidaritas dan empati; 10. merupakan golongan yang memiliki saling ketergantungan secara batiniah antara satu sama lainnya; 11. mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. 12. Terorganisir mengikuti satu cara hidup yang sama. Menurut Soerjono Soekanto (Abdul Syani, 1987), menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu: a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak adaukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoretis, angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama. b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti; mereka juga mempunyai keinginan-keinginanuntuk menyampaikankesan-kesan atau perasaan perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut. c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya. Ciri-ciri Masyarakat diatas nampak selaras dengan definisi masyarakat sebagaimana telah dikemukakan oleh J.L.Gillin dan J.P.Gillin, bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokanyang lebih kecil. Dalam buku Sosiologi karangan Abu Ahmadi (1999), menyatakan bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut: a. Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang; b. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu; c. Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama. Berdasarkan ciri dan syarat-syarat masyarakat diatas, maka berarti masyarakat bukannya hanya sekedar sekumpulan manusia belaka, akan tetapi diantara mereka yang berkumpul itu harus ditandaidengan adanya hubungan atau pertalian satu sama lainnya. Paling tidak setiap individu sebagai anggotanya (masyarakat) mempunyai kesadaran akan keberadaan individu yang lainnya. Hal ini berarti setiap orang mempunyai perhatian terhadap orang lain dalam setiap kegiatannya. Jika kebiasaan itu kemudian menjadi adat, tradisi atau telah melembaga, maka sistem pergaulan hidup didalamnya dapat dikatakan sebagai pertalian primer yang saling pengaruh. Karena obyek studi sosiologi sendiri adalah masyarakat, maka perlu melakukan pendekatan dengan menggunakan perspektif sosiologis, ... tujuannya adalah untuk mengetahui gejala-gejala, realitas sosial dan perilaku yang melembaga dalam masyarakat. Dalam praktiknya dilakukan dengan penelitian yang didukung oleh kemampuan analisis yang rasional. Dalam sosiologi ada beberapa metode penelitian yang lazim dipakai untuk menemukan gejala-gejala, pola perilaku dan ciri masyarakat, yaitu: 1. Metode statistik: Metode ini banyak dipakai untuk mendeteksi hubungan atau pengaruh kausalitas antara variabel dan unsur-unsur dalam kehidupan masyarakat, termasuk tentang prasangka-prasangka pribadi dan sosial. Dalam praktik sederhana metode ini adalah perhitungan angka berdasarkan instrumen berupa kuisioner yang diajukan kepada responden, disusun dalam bentuk tabel frekuensi, tabel silang, teknik korelasi atau regresi, sehingga diketahui kecenderungan hubungan kausalitasnya. 2. Metode ekspeimen Metode ini dilakukan terhadap dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Metode ini membandingkan dua kelompok untuk menemukan perbedaan diantara keduanya, untuk mengetahu faktor penyebabnya. 3. Metode induktif dan deduktif Metode induktif adalah sebuah penarikan kesimpulan dari fenomena khusus kearah kesimpulan umum. Sedangkan metode deduktif adalah suatu penarikan kesimpulan dari fenomena umum kearah kesimpulan khusus. 4. Metode studi kasus Metodeini digunakan untuk meneliti kebenaran realitas kejadian atau peristiwa tertentu. 5. Metode survei lapangan Metode ini digunakan untuk memperoleh data empirik / langsung pada kehidupan masyarakat. Data empirik diperoleh melalui kuisioner / angket, wawancara, ataupun observasi secara langsung. Dalam persiapannya adalah menentukan populasi yang hendak ditelitisekaligus menentukan sampelnya, yaitu individu-individu yang mewakili untuk menjawab angket atau sejumlah pertanyaan sebagai instrumen dalam kegiatan menjaring data yang diperlukan. Biasanya, angket maupun panduan wawancara dibuat dengan bahasa yang sederhana mudah dimengerti. 6. Metode partisipasi Metode ini dipakaiuntuk memperoleh data tentang kepentingan kelompok. Oleh karenanya peneliti harus mampu berbaur dengan kehidupan kelompok, tanpa diketahui identitasnya. 7. Metode empiris dan rasional: Metode empiris ini dilakukan dengan pokok pikiran pada fakta yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan metode rasional mengutamakan pemikiran logis mencapai pemahaman terhadap fenomena dan peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. 8. Metode studi pustaka: metode ini dilakukan dengan pengumpulan data berdasarkan keterangan dari buku literatur diperpustakaan. Dengan metode ini dapat diperoleh datadengan tenaga, waktu dan biaya relatif ringan, dengan syarat mampu memilih literatur relevan dengan data yang diperlukan. Dengan segenap metode penelitian sosiologi tersebut, dapat mempermudah para peneliti dalam menggali dan menemukan data atau informasi yang dicari. Dalam hal ini yang perlu dilakukan adalah terlebih dahulu melakukan pendekatan obyek dan sumber data, lalu kemudian memilih metode yang diasumsikan relevan dan menguntungkan., terutama dari segi biaya, waktu dan tenaga.

PENDEKATAN, KONSEP DAN DEFINISI SOSIOLOGI Oleh: Abdul Syani

Istilah “Pendekatan” merupakan kata terjemahan dari bahasa inggris, approach..., Sedangkan dalam pengertian sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai kehidupan itu. Sosiologi adalah sesuatu disiplin ilmu untuk dijadikan landasan kajian sebuah studi atau penelitian. Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu, yaitu sosiologi sebagai disiplin ilmu yang mempelajari kehidupan masyarakat. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai kehidupan itu. Soerjono Soekarno (1982) mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan sosiologi adalah suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari hidup bersama dalam masyarakat. Secara umum pendekatan sosiologi menurut Ibnu Khaldun tidak ada individu yang bisa hidup seorang diri tanpa membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Oleh karena itu pendekatan terhadap jati diri sosiologi dapat ditelusuri melalui jejak pertumbuhan sosiologi dari beberapa ahli yang menelusuri pertumbuhan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan tentang kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut: 1. August Comte (1798-1857) August Comte dilahirkan di kota Montpelier Prancis, pada tanggal 19 Januari 1798 M. August Comte adalah pelopor kelahiran ilmu sosiologi melalui pendekatan struktural fungsional, yang mempelajari masyarakat dari segi struktur fungsional yang mempelajari masyarakat dari segi struktur, strata, dan dinamika sosialnya. Sebagai tokoh evolusionis positivism, comte menegaskan masyarakat ibarat organism hidup yang dinamis. August Comte menggambarkan bahwa proses berfikir manusia dalam menafsirkan dunia dengan segala isinya berkembang secara evolusi, melalui tahapan religius, metafisika dan positifisme. Dari konsep ini terwujudlah perubahan sosial masyarakat baru, berdasarkan kenyataan empiris hasil pemikiran rasional, dan pada akhirnya akan mencapai tingkat integrasi yang lebih besar. 3. Emile Durkheim (1858-1917) Emile Durkheim dilahirkan pada tanggal 15 april 1858 di Epinal Prancis, suatu perkampungan kecil orang-orang Yahudi, bagian Timur Perancis, agak terpencil dari masyarakat luas. Ayah Durkheim adalah seorang Rabbi, tokoh agama Yahudi (setingkat ulama dalam Islam atau pendeta dalam agama Kristen). Durkheim sendiri karena pengalaman mistiknya, ia menyimpang dari ajaran Yahudi, dan sementara menjadi penganut Khatolik, akibat pengaruh gurunya. Setelah itu ia meninggalkan khatolik dan menjadi orang yang tidak mau tahu dengan agama (agnostic). Meskipun demikian, selama hidupnya ia sangat memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan moralitas masyarakat. Dalam pandangannya dikemudian hari Durkheim berkeyakinan bahwa nilai-nilai moral itulah hakekatnya yang menjadi standar bagi terwujudnya solidaritas dan integrasi sosial yang sangat membantu mempersatukan masyarakat. George Ritzer mengetengahkan bahwa paradigma-paradigma dalam sosiologi walaupun hasilnya berbeda namun tidak ada perselisihan diantara paradigm tersebut selama masih sejalan dengan hukum ilmiah. Meskipun begitu umumnya paradigma itu memiliki keunggulan pada masing-masing masalah yang dikajinya . Dalam pendekatan sosiologi dapat dilihat dari 2 (dua) ciri khas, yaitu bersifat komparatif dan bersipatfat holistik. 1. Pendekatan Komparatif, yaitu pendekatan yang melihat manusia dengan pandangan yang luas, tidak hanya masyarakat yang terisolasi atau hanya dalam tradisi sosial tertentu saja. Ciri-cirinya adalah: 1) berusaha mengenali persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan sampai kepada generalisasi. 2) berusaha memberikan uraian keterangan ilmiah yang dapat diterima. 3) membanding-bandingkan antarmasyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, termasuk tradisi satu dengan tradisi yang lain dalam seluruh ruang dan waktu. 4) memberikan uraian tentang variasi bentuk-bentuk sosial dan mencatat asal-usul serta perkembangan manusia dengan adat-istiadatnya, mencakup dimensi waktu. 2. Pendekatan Holistik Pendekatan holistik, adalah suatu pendekatan berdasarkan pendapat bahwa masyarakat itu dapat diselidiki sebagai keseluruhan, sebagai unit-unit yang bersifat fungsional, atau sebagai sistem-sistem tertentu. Sosiologi mencoba mencakup keseluruhan ruang lingkup dari segala sesuatu yang berhubungan dengan kemanusiaan sampai kepada generalisasi-generalisasi. Secara khusus pendekatan holistik dalam sosiologi mempunyai dua aspek primer sebagai berikut : 1) Mencoba meninjau kebudayaan manusia sebagai jaringan tunggal yang saling berkaitan, sebagai kesatuan yang teratur, dan sebagai keseluruhan yang berfungsi. Di dalamnya semua bagian saling berhubungan sebagai komponen suatu sistem. Suatu kejadian yang terjadi pada komponen yang satu akan berpengaruh pada struktur dan kerja secara keseluruhan. 2) Mempelajari ciri-ciri biologis dan ciri-ciri sosial budaya dari spesies-spesies. Evolusi fisik manusia dan evolusi budaya tidak dipandang tanpa berkait-kaitan untuk mendapatkan pemahaman yang tepat (Ruswanto, 2009). Secara etimologis/harfiah, sosiologi berasal dari kata kata Latin Socius yang berarti kawan/pertemanan dan kata Yunani Logos yang berarti berbicara, maka sosiologi berarti berbicara tentang pertemanan atau kehidupan masyarakat. Konsep lain mengatakan juga mengatakan bahwa kata “sosiologi” berasal dari bahasa Latin, yaitu Socius yang artinya kawan, dan Logos yang artinya ilmu pengetahuan. Sehingga sosiologi dapat mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan ilmiah yang mengkaji kehidupan manusia dalam kehidupan masyarakat. Para ahli sosiologi pada umumnya menyebut sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sosial yang masih muda; karena istilah sosiologio baru dikenal kira-kira pada awal abad ke-19 yang dicetuskan oleh Aguste Comte. Sebelum itu, Comte pernah mempergunakan istilah “Fisika Sosial”. (Social Psysics), dalam arti yang sama, akan tetapi kemudian diganti dengan istilah “Sosiologi” (Maurice Duverger:1992). Sejak zaman Comte istilah sosiologi tidak banyak mengalami perubahan, bahkan sama sekali tidak mengalami pergeseran arti; meskipun demikian tumbuh argumentasi yang bermaksud memisahkan objek studi antara sosiologi dan ilmu-ilmu pengetahuan sosial lainnya (Abdul Syani, 1987). Untuk memahami istilah sosiologi, terlebih dahulu perlu dipelajari konsep-konsepnya secara rinci dan mendasar. Jika konsep-konsep itu dimaksudkan sebagai suatu pengertian tentang sesuatu, maka konsep sosiologi adalah pengertian yang menunjuk pada sesuatu yang tercangkup dalam istilah sosiologi. Konsep sosiologi dipergunakan untuk memahami aspek-aspek yang terkandung didalamnya; misalnya tentang hubungan-hubungan sosial atau interaksi sosial, struktur sosial, perilaku sosial dan sebagainya. untuk memahami istilah sosiologi secara umum berarti harus memahami seluruh rangkaian aspek konsep-konsepnya, baru kemudian dapat ditarik kesimpulan umum yang disebut definisi atau batasan sosiologi. Konsep lain tentang sosiologi mengatakan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku individu sebagai mahluk sosial dalam interaksi dalam kehidupan masyarakat. Sosiologi dapat juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan ilmiah yang mempelajari tentang sifat, sikap, perilaku, hubungan sosial dan perkembangan masyarakat. Dengan demikian sudut pandang kajian sosiologi adalah perilaku sosial, yaitu hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Pada awalnya sampai pada akhir abad ke-19 istilah sosiologi masih belum memuaskan, banyak ilmuan yang berbeda sudut pandang, terutama tentang lingkup kajiannya yang luas seluas bidang kehidupan manusia. Menurut Abdul Syani (1987), bahwa Kesulitan untuk mendapatkan kesepakatan terhadapdefinisi sosiologi, oleh karena kajian sosiologi mencangkup berbagai aspek kehidupan manusia yang relatif tak terbatas, sementara usaha mendefinisikannya dengan kalimat yang panjang justru membingungkan. sama halnya kalau kita hendak mendefinisikan sebuah rumah, ada yang memberikan pengertian sebagai tempat timggal yang terbuat dari tembok, ada yang menyebutnya sebagai tempat berteduh yang beratap genteng, tempat untuk tidur dalam suatu bangunan permanen, tempat beristirahat keluarga yang terdiri atas petak-petak kamar, dan sebagainya. Masing-masing pengetian ini sama-sama benar, karena pada hakikatnya sama-sama memberikan ciri sebuah rumah; perbedaannya terletak pada subjektifitas pengetahuan dari pembuat batasan. itulah sebabnya, maka definisi sosiologi yang dikenal sekarang pada umumnya ringkas; hanya menyangkut sebagian fenomena sosial atau cukup menjelaskan hakikat dari kehidupan masyarakat pada umumnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa banyak rumusan definisi sosiologi yang pernah diajukan oleh pakar yang pada umumnya hampir tidak ada yang sama. Akan tetapi pada dasarnya masing-masing telah menyebutkan pokok-pokok mengenai hubungan manusia dalam masyarakat. Pembatasan istilah sosiologi ini sangat dipengaruhi oleh faktor perbedaan sudut pandang para perumusnya; ada yang menonjolkan kehidupan kelompok, ada pula yang memusatkan perhatiannya pada dinamika sosial, kelembagaan, perilaku, perubahan-perubahan, struktur, dan sebagainya. Dari kesemua aspek ini, maka secara umum sosiologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari hubunngan manusia dalam masyarakat. Franklin H. Giddings menggambarkan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyangkut gejala-gejala masyarakat. Emile Durkehiem (Francis) juga menyebut sosiologi sebagai “the science of institutions”. pakar-pakar kawakan lainnya menyebut sosiologi lebih ringkas lagi, seperti Max Weber, Albion W. Small, Robert E. Park; masing-masing menyebut sosiologi sebagai “social action”, “social Proces” dan “collective behavior”. Alvin L. Bertran (1980), mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan tentang “human relationship” atau ilmu pengetahuan tentang antar hubungan manusia pada sisi lainnya juga membatasi pengertian sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sistem-sistem tindakan sosial atau “social action system”. Sebagai perbandingan berikut ini ada beberapa pendapat ahli tentang definisi sosiologi, yaitu: 1. Pitirim Sorokin: sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara beragam gejala sosial. Misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral. Menurutnya sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial. Secara ringkas Sorokin juga mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain. 2. Roucek dan Warren: sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara manusia dengan kelompok-kelompoknya. 3. Max Weber: sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial. 4. Soerjono Soekanto: sosiologi adalah ilmu yang fokus pada segi-segi kemasyarakatan yang sifatnya umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat. 5. Paul B. Horton: sosiologi adalah ilmu yang lebih terpusat pada penelaahan di dalam kehidupan kelompok serta produk kehidupan dari kelompok tersebut. 6. Mayor Polak: sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mana mempelajari terkait masyarakat secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik itu kelompok formal maupun material ataupun kelompok statis maupun dinamis. Kemudian Mayor Polak (1979), menegaskan bahwa Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia satu dengan manusia lain, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik kelompok formal maupun kelompok informal atau baik kelompok statis maupun kelompok dinamis. Definisi sosiologi yang dikemukakan polak ini cenderung memahami sosiologi sebagai ilmu pengetahuan ilmiah lebih memusatkan perhatian kepada gejala-gejala kehidupan masyarakat tentang kebiasaan berperilaku, di samping menyoroti dinamika masyarakat dalam proses perubahan kehidupan masyarakat. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka secara sederhana dapat dirumuskan bahwa sosiologi dapat didefinisikan sebagai suatu yang mempelajari tentang berbagai elemen kehidupan bermasyarakat, yakni fenomena-fenomena sosial, perilaku atau tindakan dalam hubungan sosial, peristiwa-peristiwa nyata, yang didasarkan atas pemikiran rasional. Sosiologiadalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kenyataan hidup dalam masyarakat, yakni fakta-fakta sosial yang berkaitan dengan cara bertindak/ berperilaku, berpikir, berperasaan dan penyesuaian diri sebagai kekuatan untuk mengendalikan diri agar kerukunan dan kebersamaan tetap terjaga dalam kehidupan masyarakat.

SINOPSIS BUKU TEKS "SOSIOLOGI HUBUNGAN MASYARAKAT" 5 BAB., 234 Halaman, 2019

Dari paradigma Durkheim bahwa pada hakikatnya nilai-nilai moral merupakan standar bagi terwujudnya solidaritas dan integrasi sosial yang sangat membantu mempersatukan masyarakat, kendati berubah dan konflik kepentingan tak henti dalam dinamika sosial. Dengan terbentuknya sistem hubungan masyarakat dengan norma-norma yang disepakati bersama, maka akhirnya masyarakat memiliki kebudayaan. Kebudayaan inilah yang berfungsi menata kehidupan bermasyarakat agar pilihan selera perilaku pribadi searah dengan kondisi masyarakat, dan melahirkan sifat-sifat konformis diantara mereka. Penting untuk memahami pendapat, kehendak, perasaan, kehormatan dan karya orang lain, karena keterlibatan orang lain merupakan sumber dari segala kesuksesan, apresiasi dan kehormatan pribadi dalam kehidupan masyarakat. Untuk mendapatkan keputusan yang tepat untuk perjuangan kepentingan bersama dalam proses hubungan masyarakat, maka perlu kemampuan memberikan informasi yang meyakinkan dengan sikap dan perilaku yang simpatik, sehingga dapat membuat masyarakat mengerti dan menerima gagasan atau program pembangunan yang ditawarkan. Kemampuan merespon aspirasi masyarakat merupakan sumber inspirasi bagi pihak lain untuk menatap masa depan yang mengutamakan kepentingan umum dan membela kaum lemah. Keteladanan ini dapat dijadikan pandangan hidup dalam hubungan masyarakat sehari-hari, untuk membuka seluas-luasnya kesetaraan kesempatan memperjuangkan hak-hak hidup individu. Kebijakan perilaku yang berusaha mengangkat kesadaran diri untuk senantiasa berpihak kepada kebenaran, kehormatan dan peduli terhadap hak-hak orang lain, merupakan syarat utama dalam menumbuhkan empati, kepercayaan dan kesadaran masyarakat untuk mematuhi segala rencana dan prosedur kerja tanpa tekanan. Kesalah-pahaman dan saling tuding tidak akan berakhir dengan memperkuat keakuan diri, kecuali dengan kendali etika perilaku yang diplomatis dengan menunjukkan hasrat yang tulus dan berusaha mengambil sisi baik tentang pandangan orang lain. Paling tidak akan lebih baik memberi jalan pada seekor anjing, dari pada digigit mendapat luka karena bertarung mempertahankan hak yang tidak dimengerti. Rekomendasi yang mungkin dapat membantu untuk memperoleh pengakuan dan rasa hormat dari orang lain adalah dengan mencegah pernyataan keras rasa tidak setuju, agar tidak menimbulkan selisih dan konflik.