Sabtu, 02 Juli 2022

Loyalitas Sosial sebagai Instrumen Teknologi Sosial

 

Loyalitas  Sosial  (Kesetiaan sosial)

 

Dalam hubungannya dengan manusia selalu hidup bersama yang sangat dipengaruhi oleh loyalitas sosial atau kesetiaan sosial. Dorongan  manusia untuk hidup selalu berkelompok, loyalitas sosial itu  dibina sejak lahir sampai usia yang tidak dapat ditentukan. Loyalitas sosial akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu berkelompok dan bermasyarakat dalam menjalani kehidupannya. Manusia yang hidup berkelompok atau bermsyarakat  juga tidak akan dapat hidup dengan sempurna jika tidak dilandaskan pada loyalitas sosial tersebut.

 

Loyalitas adalah  sebagai pengabdian atau senang memberi dan menerima kepada seseorang,  kelompok  atau  masyarakat yang menyebabkan  adanya hubungan timbal balik yang harmonis. Loyalitas sosial sebagai produk dari proses sosialisasi tumbuh seirama dengan perkembangan tingkah laku kelompok. Orang yang setia akan selalu saling memenuhi harapan-harapan kedua belah pihak. Langgengnya sebuah rumah tangga antara suami dengan isteri saling memenuhi harapan harapan dengan baik. Demikian pula antara perusahaan dengan konsumen harus ada loyalitas.Loyalitas adalah manifestasi dari kebutuhan fundamental manusia untuk memiliki, mensupport, mendapatkan rasa aman dan membangun keterikatan serta

menciptakan emotional attachment” (Kartajaya, 2007).

Menurut Sutisna (2003), loyalitas adalah sikap menyenangi terhadap suatu merek yang dipresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu. Sedangkan Fandy Tjiptono (2000) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, pemasok berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten.

 

Menurut Vanessa Gaffar (2007), loyalitas dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor, yaitu:

 

1.    Kepuasan (Satisfaction). Kepuasan pelanggan merupakan pengukuran gap antara harapan pelanggan dengan kenyataan yang mereka terima atau yang dirasakan.

2.    Ikatan emosi (Emotional bonding). Konsumen dapat terpengaruh oleh sebuah merek yang memiliki daya tarik tersendiri sehingga konsumen dapat diidentifikasikan dalam sebuah merek, karena sebuah merek dapat mencerminkan karakteristik konsumen tersebut. Ikatan yang tercipta dari sebuah merek ialah ketika konsumen merasakan ikatan yang kuat dengan konsumen lain yang menggunakan produk atau jasa yang sama. 

3.    Kepercayaan (Trust). Kemauan seseorang untuk mempercayakan perusahaan atau sebuah merek untuk melakukan atau menjalankan sebuah fungsi.

4.    Kemudahan (Choice reduction and habit). Konsumen akan merasa nyaman dengan sebuah kualitas produk dan merek ketika situasi mereka melakukan transaksi memberikan kemudahan. Bagian dari loyalitas konsumen seperti pembelian produk secara teratur dapat didasari pada akumulasi pengalaman setiap saat. 

5.    Pengalaman dengan perusahaan (History with company). Sebuah pengalaman seseorang pada perusahaan dapat membentuk perilaku. Ketika mendapatkan pelayanan yang baik dari perusahaan, maka akan mengulangi perilaku pada perusahaan tersebut.

 

Tanpa adanya loyalitas  manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak karena tak dikenal, sehingga tak ada ruang baginya ditengah hiruk pikuk orang-orang berineraksi saling berbagi memenuhi kebutuhan hidup kini dan harapan masa depannya. Dengan bantuan orang lain (yang setia), manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya. Makanya setiap orang tua atau pendidik harus senantiasa membinakan sikapsikap yang akan menumbuh kembangakan sikap loyalitas tersebut. Proses pembinaannya dimulai semenjak anak dilahirkan hingga usia yang tidak terbatas. Karena loyalitas sosial itu meliputi semua kegiatan komunitas manusia, meliputi berbagai kelompok atau organisasi, berbagai masyarakat atau bangsa.Loyalitas sosial wajib dibangun, karena loyalitas sangat urgen dan fundamental dalam sistem sosial. Untuk membangun sikap loyalitas tersebut di dalam sistem pergaulan kita, ada beberapa ketentuan yang wajib dilakukan,  di antaranya yakni:

 

Pertama, saling berkomunikasi sesama individu di dalam kontek kelompok, baik di dalam keluarga, organisasi dan masyarakat luas. Dengan komunikasi harus saling menyampaikan kabar dan berita tentang situasi dan kondisi masing-masing anggota kelompok. Kabar dan berita selalu diberikan agar masing-masing anggota kelompok saling memahami dan saling mengerti. Dengan adanya kabar dan berita tersebut masing-masing anggota akan dapat menyikapi informasi yang di terima. Misalnya kalau ada salah seorang dari anggota kelompok yang mengalami kesulitan  maka anggota kelompok yang lain bersegera memberikan bantuan dan sebagainya.

 

Kedua, sering bekerja sama dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, terutama pekerjaan  yang berkaitan dengan memenuhi kebutuhan bersama. Misalnya senantisa bergotong royong mengerjakan pembuatan dan perawatan jalan, membangun dan memelihara rumah ibadah serta menjaga keaman desa.

Gotong royong dalam kebaikan perlu dilestarikan, karena sikap ini sangat baik dan dapat mendukung pada kenyamanan kehidupan  umat manusia. Karena jika seseorang terbiasa bergotong royong, maka ia akan senantiasa bekerjasama, tolong menolong dan menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama dengan sukarela. Selain itu, gotong royong juga akan sangat bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan kesejahteraan anggota kelompok. Dalam hal ini sangat penting diawali dengan apa yang dinamakan  musyawarah. Musyawarah adalah salah satu unsur dari sikap sosial yang ada dalam masyarakat. Di manapun manusia hidup di dunia ini mereka selalu bersikap suka bermusyawarah. Di Indonesia semua suku bangsa tetap menganut faham selalu bermusyawarah. Di belahan dunia lain juga sangat berkembang sikap suka bermyawarah. Biasanya musyawarah dilakukan bila ada permasalahan yang  akan dipecahkan atau mencari jalan keluar dari kesulitan.Musyawarah dapat diartikan sebagai pengambilan keputusan didalam sebuah rapat. Keputusan diambil tidak berdasarkan suara terbanyak, keputusan diambil tidak berdasarkan pemikiran atau faham tertentu, melainkan oleh seluruh anggota rapat. Sikap musyawarah ini bagaikan sebuah tubuh, bila ada bahagian yang sakit seluruh tubuhnya akan  menolak dan jika ada anggota senang semua juga akan senang. Arinya dengan musywarah ddan kerjasama berbagai sumberdaya dapat dimaksimalkan pemanfaatannya.

 

Ketiga, selalu selang-tenggang atau tolong menolong dengan kegiatan  pinjam meminjamkan. Di dalamya terkandung apa yang disebut dengan sikap toleransi. Perbuatan ini sangat penting dalam meringankan beban seseorang di dalam kelompok. Anggota kelompok harus selalu melakukan kegiatan pinjam meminjam, melaksanakan  arisan dan sebagainya. Kegiatan yang selalu ber-selang-tenggang ini adalah sebagai konsep tolong menolong. Di dalam masyarakat atau kelompok tidak ada orang sempurna dan serba cukup.  Tolong menolong dapat   dilakukan dalam semua lini kehidupan, tolong menolong bukan saja orang antara orang kaya dengan orang miskin, orang kuat kepada yang lemah, akan tetapi meliputi semua orang. Tolong menolong pada prinsipnya adalah antar sesama yang sedang mengalami keterbatasan dan orang memiliki kelebihan terhadap orang yang berkekurangan.

 

Banyak hal yang harus diperhatikan didalam proses membangun loyalitas soaial ini. Misalnya; salah satu hal yang sangat penting diperhatikan dalam proses selang-tenggang ini adalah tenggang waktu. Seperti ada seseorang yang meminjam uang. Dia meminjam uang karena mengalami kekurangan atau kesulitan mendapatkan uang, maka pihak peminjam perlu memberikan tenggang waktu dengan toleransi yang memadai. Artinya orang yang dipinjamkan itu diberikan kesempatan sampai situasi dan kondisi yang memungkinkan dia mampu mengembalikan pinjamannya dengan sempuran dan cukup.  Sebaliknya pihak yang meminjam harus menunaikan kewajibannya sesuai dengan janji. Dalam hal ini kejujuran akan menentukan kadar kepercayaan di antara kedua belah pihak. Tenggang waktu merupakan salah satu faktor yang mendukung meringankan penderitaan seseorang memikul beban kehidupannya. Pada gilirannya akan mendatangkan perasaan senang dan simpati di antara keduanya. Kokohnya sebuah organisasi atau negara selalu dilandasi oleh loyalitas sosial orang-orang yang menjadi anggotanya atau warganya. Kuat atau lemahnya sebuah partai juga didukung oleh kesolidan anggotanya. Oleh karenanya untuk kepentingan kokohnya kesatuan dan persatuan sebuah organisasi atau negara sangat perlu membangun loyalitas tersebut hingga tercapai kefanatikan anggotanya dalam menyakini ideologi atau agama yang diperjuangkan.

 

Bagi negara yang sedang berkembang, di mana masih banyak penduduknya yang kekurangan dan ketertinggalan, baik dari segi langkanya lapangan pekerjaan dan sebagian besar tergolong sebagai nelayan dan petani miskin, maupun dalam ketertinggalan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tentu sangat membutuhkan dukungan loyalitas warga negara, khususnya uluran tangan bagi mereka yang memiliki harta dan kelonggaran fasilitas hidup lainnya. Bagi negara Indonesia masih teramat banyak warga negara yang termasuk dalam kategori tersebut, khususnya bagi masyarakat petani miskin yang hanya memiliki lahan sempit atau bahkan tidak memiliki lahan garapan untuk bertani dalam memenuhi kebutuhan pokok hidup sehari-hari. Menurut Soetomo (2006) bahwa pada umumnya mereka adalah petani pemilik lahan sempit, penggarap/penyakap, buruh tani, buruh nelayan/pandega, peternak kecil, pengrajin kecil. Sebagai warga masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan, mereka diidentifikasi memiliki bebarapa ciri antara lain:

 

1)    kepemilikan rumah dan barang-barang terbatas dibandingkan dengan warga masyarakat lain;

2)    tingkat kesehatan dan pendidikan rendah;

3)    produktivitas kerjanya rendah;

4)    keterampilan di bidang usaha kurang;

5)    kurang tanggap terhadap pembaruan dan kurang memperoleh kesempatan berperan serta dalam pembangunan.

 

Dari pengalaman pelaksanaanya di lapangan ternyata persoalan pengentasan kemiskinan masih belum menyentuh sasaran masyarakat miskin yang seungguhnya; yang ada baru dalam bentuk pembinaan formalitas dan tak berkelanjutan yang nota-bene terburu-buru kejar tayang, bahkan ganti pimpinan ganti pula programnya. Dari konteks terakhir ini menunjukkan bahwa upaya membangun kesejahteraan masyarakat itu tidak mudah tanpa diikuti oleh niat dan kejujuran sebagai penggerak loyalitas pribadi agen-agen pembangunan.Banyak kenyataan yang terjadi, di mana desa-desa binaan yang kemudian baru saja berbelok arah mengikuti program usaha kelompok, tapi kemudian kembali statis dan lemah setelah masa program berakhir dan ditinggalkan pembinanya. Dalam hal ini menurut Batten (Soetomo, 2006) ada 3 (tiga) permasalahan pokok dalam intervensi pembangunan, yaitu:

 

1)    bagaimana menemukan cara-cara efektif untuk merangsang, membantu dan mengajarkan kepada masyarakat untuk menggunakan metode baru, keterampilan baru dan ide-ide baru;
2)    bagaimana menolong masyarakat untuk menyesuaikan cara hidup mereka berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi;
3)    bagaimana agar perubahan-perubahan tersebut tidakmengakibatkan pecahnya ikatan sosial.

 

Rekomendasi selanjutnya adalah bahwa intervensi yang diberikan kepada masyarakat sekaligus ditujukan agar pelaksanaan pembangunan berorientasi pada motivasi penggalian dan penumbuhan prakarsa dan kemandirian dalam pemanfaatan nilai-nilai lokal sebagai titik tolak pembangunan agar tidak terjadi kebimbangan budaya atau bahkan gegar budaya. Untuk itu kegiatan intervensi dalam pembangunan  masyarakat ditujukan agar dapat membantu proses integrasi nilai-nilai budaya lokal dengan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini sebagaimana tertuang dalam program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat miskin sasaran pembangunan. Semua intervensi pembangunan ini tak akan ada artinya tanpa dorongan dari bentuk nyata kesadaran loyalitas sosial dari pihak-pihak pembina atau para agen pembangunan dalam melaksanakan pengentasan petani miskin menjadi petani kaya.

 

Begitu juga dari arah sebaliknya pengalaman keberhasilan pembangunan industri di daerah perkotaan dapat menjadi contoh yang mendukung perkembangan pembangunan pertanian di daerah perdesaan. Menurut Soetomo (2006) bahwa dukungan terhadap sektor pertanian ini adalah:

 

Pertama, pertumbuhan pertanian yang cepat, terutama di daerah yang padat penduduknya, hanya mungkin dicapai dengan peningkatan produksi er satuan luas. Hal ini hanya mungkin dilakukan dengan peningkatan inputs produksi berupa pupuk, obat pemberantas hama dan alat-alat pertanian lain, yang kesemuanya adalah produksi dari industri.

 

Kedua, untuk menaikkan hasil pertanian membutuhkan sejumlah barang modal yang harus dibeli, dengan demikian petani harus menjual hasil produksinya untuk memperoleh uang yang dibutuhkan. Untuk itu dibutuhkan perkembangan industri dan daerah perkotaan yang dapat yang dapat memenuhi permintaan uang dari sektor pertanian tersebut.

 

Ketiga, diperlukan insentif yang cukup bagi petani, terutama petani kecil untuk meningkatkan produksinya. Salah satu insentif tersebut adalah apabila petani dapat menggunakan uang sebagai hasil kenaikan produksinya tersebut untuk membeli berbagai barang hasil produksi yang dibutuhkan.

 

Keempat, peningkatan produktivitas pertanian akan berdampak pada peningkatan pendapatan per kapita, apabila surplus tenaga kerja disektor pertanian sebagian dapat diserap oleh sektor non pertanian. Untuk itu dibutuhkan sektor industri yang berkembang agar dapat menyerap surplus tenaga kerja dari sektor pertanian tersebut.

 

Untuk mewujudkan dukungan arah sebaliknya itu agar keberhasilan pembangunan industri di daerah perkotaan dapat menjadi contoh yang mendukung perkembangan pembangunan pertanian di daerah perdesaan, maka semuanya tergantung pada kekuatan dukungan sumber daya loyalitas sosial, khususnya dari pihak-pihak yang terkait, khususnya bagi agen pembangunan. Oleh karena itu loyalitas sosial ini wajib dipelihara, karena dalam kehidupan umat manusia musuh paling utama didalam kelompok adalah sikap orang yang suka mengurangi intensitas kesetiaannya atau menghilangkannya sama sekali. Sikap seperti ini disebut dengan khianat atau hipokrit. Orang hipokrit merupakan musuh utama persatuan, misalnya orang suka lompat pagar, dari sebuah komunaitas ke komunitas yang lain, dari organisasi ke organisasi yang lain, dari sebuah partai ke partai yang lain. Setiap kelompok harus mencegah anggota kelompoknya yang mengurangi kesetiaan sosialnya itu. Jika ia menghilangkan loyalitas sosialnya sama sekali dia harus dikeluarkan dari anggota kelompok atau organisasi. Pada taraf tertentu orang yang berkhianat atau hipokrit wajib dihukum berat atau “jika perlu dibunuh”. Karena mereka merupakan penyebab datangnya sebuah  bencana pada sebuah  sistem kehidupan kelompok atau masyarakat (https://jalius12.wordpress.com/2012/08/02/ loyalitas-sosial/).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar