Sabtu, 02 Juli 2022

Loyalitas Sosial sebagai Instrumen Teknologi Sosial

 

Loyalitas  Sosial  (Kesetiaan sosial)

 

Dalam hubungannya dengan manusia selalu hidup bersama yang sangat dipengaruhi oleh loyalitas sosial atau kesetiaan sosial. Dorongan  manusia untuk hidup selalu berkelompok, loyalitas sosial itu  dibina sejak lahir sampai usia yang tidak dapat ditentukan. Loyalitas sosial akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu berkelompok dan bermasyarakat dalam menjalani kehidupannya. Manusia yang hidup berkelompok atau bermsyarakat  juga tidak akan dapat hidup dengan sempurna jika tidak dilandaskan pada loyalitas sosial tersebut.

 

Loyalitas adalah  sebagai pengabdian atau senang memberi dan menerima kepada seseorang,  kelompok  atau  masyarakat yang menyebabkan  adanya hubungan timbal balik yang harmonis. Loyalitas sosial sebagai produk dari proses sosialisasi tumbuh seirama dengan perkembangan tingkah laku kelompok. Orang yang setia akan selalu saling memenuhi harapan-harapan kedua belah pihak. Langgengnya sebuah rumah tangga antara suami dengan isteri saling memenuhi harapan harapan dengan baik. Demikian pula antara perusahaan dengan konsumen harus ada loyalitas.Loyalitas adalah manifestasi dari kebutuhan fundamental manusia untuk memiliki, mensupport, mendapatkan rasa aman dan membangun keterikatan serta

menciptakan emotional attachment” (Kartajaya, 2007).

Menurut Sutisna (2003), loyalitas adalah sikap menyenangi terhadap suatu merek yang dipresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek itu sepanjang waktu. Sedangkan Fandy Tjiptono (2000) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, pemasok berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten.

 

Menurut Vanessa Gaffar (2007), loyalitas dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor, yaitu:

 

1.    Kepuasan (Satisfaction). Kepuasan pelanggan merupakan pengukuran gap antara harapan pelanggan dengan kenyataan yang mereka terima atau yang dirasakan.

2.    Ikatan emosi (Emotional bonding). Konsumen dapat terpengaruh oleh sebuah merek yang memiliki daya tarik tersendiri sehingga konsumen dapat diidentifikasikan dalam sebuah merek, karena sebuah merek dapat mencerminkan karakteristik konsumen tersebut. Ikatan yang tercipta dari sebuah merek ialah ketika konsumen merasakan ikatan yang kuat dengan konsumen lain yang menggunakan produk atau jasa yang sama. 

3.    Kepercayaan (Trust). Kemauan seseorang untuk mempercayakan perusahaan atau sebuah merek untuk melakukan atau menjalankan sebuah fungsi.

4.    Kemudahan (Choice reduction and habit). Konsumen akan merasa nyaman dengan sebuah kualitas produk dan merek ketika situasi mereka melakukan transaksi memberikan kemudahan. Bagian dari loyalitas konsumen seperti pembelian produk secara teratur dapat didasari pada akumulasi pengalaman setiap saat. 

5.    Pengalaman dengan perusahaan (History with company). Sebuah pengalaman seseorang pada perusahaan dapat membentuk perilaku. Ketika mendapatkan pelayanan yang baik dari perusahaan, maka akan mengulangi perilaku pada perusahaan tersebut.

 

Tanpa adanya loyalitas  manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak karena tak dikenal, sehingga tak ada ruang baginya ditengah hiruk pikuk orang-orang berineraksi saling berbagi memenuhi kebutuhan hidup kini dan harapan masa depannya. Dengan bantuan orang lain (yang setia), manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya. Makanya setiap orang tua atau pendidik harus senantiasa membinakan sikapsikap yang akan menumbuh kembangakan sikap loyalitas tersebut. Proses pembinaannya dimulai semenjak anak dilahirkan hingga usia yang tidak terbatas. Karena loyalitas sosial itu meliputi semua kegiatan komunitas manusia, meliputi berbagai kelompok atau organisasi, berbagai masyarakat atau bangsa.Loyalitas sosial wajib dibangun, karena loyalitas sangat urgen dan fundamental dalam sistem sosial. Untuk membangun sikap loyalitas tersebut di dalam sistem pergaulan kita, ada beberapa ketentuan yang wajib dilakukan,  di antaranya yakni:

 

Pertama, saling berkomunikasi sesama individu di dalam kontek kelompok, baik di dalam keluarga, organisasi dan masyarakat luas. Dengan komunikasi harus saling menyampaikan kabar dan berita tentang situasi dan kondisi masing-masing anggota kelompok. Kabar dan berita selalu diberikan agar masing-masing anggota kelompok saling memahami dan saling mengerti. Dengan adanya kabar dan berita tersebut masing-masing anggota akan dapat menyikapi informasi yang di terima. Misalnya kalau ada salah seorang dari anggota kelompok yang mengalami kesulitan  maka anggota kelompok yang lain bersegera memberikan bantuan dan sebagainya.

 

Kedua, sering bekerja sama dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, terutama pekerjaan  yang berkaitan dengan memenuhi kebutuhan bersama. Misalnya senantisa bergotong royong mengerjakan pembuatan dan perawatan jalan, membangun dan memelihara rumah ibadah serta menjaga keaman desa.

Gotong royong dalam kebaikan perlu dilestarikan, karena sikap ini sangat baik dan dapat mendukung pada kenyamanan kehidupan  umat manusia. Karena jika seseorang terbiasa bergotong royong, maka ia akan senantiasa bekerjasama, tolong menolong dan menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama dengan sukarela. Selain itu, gotong royong juga akan sangat bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan kesejahteraan anggota kelompok. Dalam hal ini sangat penting diawali dengan apa yang dinamakan  musyawarah. Musyawarah adalah salah satu unsur dari sikap sosial yang ada dalam masyarakat. Di manapun manusia hidup di dunia ini mereka selalu bersikap suka bermusyawarah. Di Indonesia semua suku bangsa tetap menganut faham selalu bermusyawarah. Di belahan dunia lain juga sangat berkembang sikap suka bermyawarah. Biasanya musyawarah dilakukan bila ada permasalahan yang  akan dipecahkan atau mencari jalan keluar dari kesulitan.Musyawarah dapat diartikan sebagai pengambilan keputusan didalam sebuah rapat. Keputusan diambil tidak berdasarkan suara terbanyak, keputusan diambil tidak berdasarkan pemikiran atau faham tertentu, melainkan oleh seluruh anggota rapat. Sikap musyawarah ini bagaikan sebuah tubuh, bila ada bahagian yang sakit seluruh tubuhnya akan  menolak dan jika ada anggota senang semua juga akan senang. Arinya dengan musywarah ddan kerjasama berbagai sumberdaya dapat dimaksimalkan pemanfaatannya.

 

Ketiga, selalu selang-tenggang atau tolong menolong dengan kegiatan  pinjam meminjamkan. Di dalamya terkandung apa yang disebut dengan sikap toleransi. Perbuatan ini sangat penting dalam meringankan beban seseorang di dalam kelompok. Anggota kelompok harus selalu melakukan kegiatan pinjam meminjam, melaksanakan  arisan dan sebagainya. Kegiatan yang selalu ber-selang-tenggang ini adalah sebagai konsep tolong menolong. Di dalam masyarakat atau kelompok tidak ada orang sempurna dan serba cukup.  Tolong menolong dapat   dilakukan dalam semua lini kehidupan, tolong menolong bukan saja orang antara orang kaya dengan orang miskin, orang kuat kepada yang lemah, akan tetapi meliputi semua orang. Tolong menolong pada prinsipnya adalah antar sesama yang sedang mengalami keterbatasan dan orang memiliki kelebihan terhadap orang yang berkekurangan.

 

Banyak hal yang harus diperhatikan didalam proses membangun loyalitas soaial ini. Misalnya; salah satu hal yang sangat penting diperhatikan dalam proses selang-tenggang ini adalah tenggang waktu. Seperti ada seseorang yang meminjam uang. Dia meminjam uang karena mengalami kekurangan atau kesulitan mendapatkan uang, maka pihak peminjam perlu memberikan tenggang waktu dengan toleransi yang memadai. Artinya orang yang dipinjamkan itu diberikan kesempatan sampai situasi dan kondisi yang memungkinkan dia mampu mengembalikan pinjamannya dengan sempuran dan cukup.  Sebaliknya pihak yang meminjam harus menunaikan kewajibannya sesuai dengan janji. Dalam hal ini kejujuran akan menentukan kadar kepercayaan di antara kedua belah pihak. Tenggang waktu merupakan salah satu faktor yang mendukung meringankan penderitaan seseorang memikul beban kehidupannya. Pada gilirannya akan mendatangkan perasaan senang dan simpati di antara keduanya. Kokohnya sebuah organisasi atau negara selalu dilandasi oleh loyalitas sosial orang-orang yang menjadi anggotanya atau warganya. Kuat atau lemahnya sebuah partai juga didukung oleh kesolidan anggotanya. Oleh karenanya untuk kepentingan kokohnya kesatuan dan persatuan sebuah organisasi atau negara sangat perlu membangun loyalitas tersebut hingga tercapai kefanatikan anggotanya dalam menyakini ideologi atau agama yang diperjuangkan.

 

Bagi negara yang sedang berkembang, di mana masih banyak penduduknya yang kekurangan dan ketertinggalan, baik dari segi langkanya lapangan pekerjaan dan sebagian besar tergolong sebagai nelayan dan petani miskin, maupun dalam ketertinggalan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tentu sangat membutuhkan dukungan loyalitas warga negara, khususnya uluran tangan bagi mereka yang memiliki harta dan kelonggaran fasilitas hidup lainnya. Bagi negara Indonesia masih teramat banyak warga negara yang termasuk dalam kategori tersebut, khususnya bagi masyarakat petani miskin yang hanya memiliki lahan sempit atau bahkan tidak memiliki lahan garapan untuk bertani dalam memenuhi kebutuhan pokok hidup sehari-hari. Menurut Soetomo (2006) bahwa pada umumnya mereka adalah petani pemilik lahan sempit, penggarap/penyakap, buruh tani, buruh nelayan/pandega, peternak kecil, pengrajin kecil. Sebagai warga masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan, mereka diidentifikasi memiliki bebarapa ciri antara lain:

 

1)    kepemilikan rumah dan barang-barang terbatas dibandingkan dengan warga masyarakat lain;

2)    tingkat kesehatan dan pendidikan rendah;

3)    produktivitas kerjanya rendah;

4)    keterampilan di bidang usaha kurang;

5)    kurang tanggap terhadap pembaruan dan kurang memperoleh kesempatan berperan serta dalam pembangunan.

 

Dari pengalaman pelaksanaanya di lapangan ternyata persoalan pengentasan kemiskinan masih belum menyentuh sasaran masyarakat miskin yang seungguhnya; yang ada baru dalam bentuk pembinaan formalitas dan tak berkelanjutan yang nota-bene terburu-buru kejar tayang, bahkan ganti pimpinan ganti pula programnya. Dari konteks terakhir ini menunjukkan bahwa upaya membangun kesejahteraan masyarakat itu tidak mudah tanpa diikuti oleh niat dan kejujuran sebagai penggerak loyalitas pribadi agen-agen pembangunan.Banyak kenyataan yang terjadi, di mana desa-desa binaan yang kemudian baru saja berbelok arah mengikuti program usaha kelompok, tapi kemudian kembali statis dan lemah setelah masa program berakhir dan ditinggalkan pembinanya. Dalam hal ini menurut Batten (Soetomo, 2006) ada 3 (tiga) permasalahan pokok dalam intervensi pembangunan, yaitu:

 

1)    bagaimana menemukan cara-cara efektif untuk merangsang, membantu dan mengajarkan kepada masyarakat untuk menggunakan metode baru, keterampilan baru dan ide-ide baru;
2)    bagaimana menolong masyarakat untuk menyesuaikan cara hidup mereka berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi;
3)    bagaimana agar perubahan-perubahan tersebut tidakmengakibatkan pecahnya ikatan sosial.

 

Rekomendasi selanjutnya adalah bahwa intervensi yang diberikan kepada masyarakat sekaligus ditujukan agar pelaksanaan pembangunan berorientasi pada motivasi penggalian dan penumbuhan prakarsa dan kemandirian dalam pemanfaatan nilai-nilai lokal sebagai titik tolak pembangunan agar tidak terjadi kebimbangan budaya atau bahkan gegar budaya. Untuk itu kegiatan intervensi dalam pembangunan  masyarakat ditujukan agar dapat membantu proses integrasi nilai-nilai budaya lokal dengan nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini sebagaimana tertuang dalam program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat miskin sasaran pembangunan. Semua intervensi pembangunan ini tak akan ada artinya tanpa dorongan dari bentuk nyata kesadaran loyalitas sosial dari pihak-pihak pembina atau para agen pembangunan dalam melaksanakan pengentasan petani miskin menjadi petani kaya.

 

Begitu juga dari arah sebaliknya pengalaman keberhasilan pembangunan industri di daerah perkotaan dapat menjadi contoh yang mendukung perkembangan pembangunan pertanian di daerah perdesaan. Menurut Soetomo (2006) bahwa dukungan terhadap sektor pertanian ini adalah:

 

Pertama, pertumbuhan pertanian yang cepat, terutama di daerah yang padat penduduknya, hanya mungkin dicapai dengan peningkatan produksi er satuan luas. Hal ini hanya mungkin dilakukan dengan peningkatan inputs produksi berupa pupuk, obat pemberantas hama dan alat-alat pertanian lain, yang kesemuanya adalah produksi dari industri.

 

Kedua, untuk menaikkan hasil pertanian membutuhkan sejumlah barang modal yang harus dibeli, dengan demikian petani harus menjual hasil produksinya untuk memperoleh uang yang dibutuhkan. Untuk itu dibutuhkan perkembangan industri dan daerah perkotaan yang dapat yang dapat memenuhi permintaan uang dari sektor pertanian tersebut.

 

Ketiga, diperlukan insentif yang cukup bagi petani, terutama petani kecil untuk meningkatkan produksinya. Salah satu insentif tersebut adalah apabila petani dapat menggunakan uang sebagai hasil kenaikan produksinya tersebut untuk membeli berbagai barang hasil produksi yang dibutuhkan.

 

Keempat, peningkatan produktivitas pertanian akan berdampak pada peningkatan pendapatan per kapita, apabila surplus tenaga kerja disektor pertanian sebagian dapat diserap oleh sektor non pertanian. Untuk itu dibutuhkan sektor industri yang berkembang agar dapat menyerap surplus tenaga kerja dari sektor pertanian tersebut.

 

Untuk mewujudkan dukungan arah sebaliknya itu agar keberhasilan pembangunan industri di daerah perkotaan dapat menjadi contoh yang mendukung perkembangan pembangunan pertanian di daerah perdesaan, maka semuanya tergantung pada kekuatan dukungan sumber daya loyalitas sosial, khususnya dari pihak-pihak yang terkait, khususnya bagi agen pembangunan. Oleh karena itu loyalitas sosial ini wajib dipelihara, karena dalam kehidupan umat manusia musuh paling utama didalam kelompok adalah sikap orang yang suka mengurangi intensitas kesetiaannya atau menghilangkannya sama sekali. Sikap seperti ini disebut dengan khianat atau hipokrit. Orang hipokrit merupakan musuh utama persatuan, misalnya orang suka lompat pagar, dari sebuah komunaitas ke komunitas yang lain, dari organisasi ke organisasi yang lain, dari sebuah partai ke partai yang lain. Setiap kelompok harus mencegah anggota kelompoknya yang mengurangi kesetiaan sosialnya itu. Jika ia menghilangkan loyalitas sosialnya sama sekali dia harus dikeluarkan dari anggota kelompok atau organisasi. Pada taraf tertentu orang yang berkhianat atau hipokrit wajib dihukum berat atau “jika perlu dibunuh”. Karena mereka merupakan penyebab datangnya sebuah  bencana pada sebuah  sistem kehidupan kelompok atau masyarakat (https://jalius12.wordpress.com/2012/08/02/ loyalitas-sosial/).

Faktor-faktor Pendorong Integrasi Sosial

 

Faktor-faktor Pendorong Integrasi Sosial adalah:

 

a.     Adanya tolerasnsi terhadap kebudayaan yang berbeda

b.     Kesempatan yang seimbang dalam bidang ekonomi

c.     Mengembangkan sikap saling menghargai orang lain dengan kebudayaannya

d.     Adanya sikap yang terbuka dengan golongan yang berkuasa

e.     Adanya persamaan dalam unsur unsur kebudayaan.

f.      Adanya perkawinan campur (amalgamasi)

g.     Adanya musuh bersama dari luar(http://sosiologikita166.blogspot.co.id/2012/12/integrasi-sosial.html).

 

Syarat Keberhasilan Integrasi Sosial adalah:

 

1. Untuk meningkatkan integrasi sosial setiap individu harus dapat mengendalikan perbedaan atau konflik yang terdapat pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya.

2. Tiap warga masyarakat harus saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya.

3. Terciptanya kesepakatan bersama mengenai norma-norma dan nilai-nilai sosial untuk menjadi pedoman hidup bermasyarakat.

 

Menurut Lidle, integrasi masyarakat yang kukuh akan terjadi apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

 

1)    Sebagian besar anggota suatu masyarakat sepakat tentang batas-batas teritorial dari negara sebagai suatu kehidupan politik.

2)    Sebagian besar anggota masyarakat tersebut bersepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan dari proses-proses politik dan sosial yang berlaku bagi seluruh masyarakat di seluruh wilayah negara tersebut.

 

Menurut William F. Ougburn dan Meyer Nimkoff, syarat berhasilnya integrasi sosial adalah:

 

1)    Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil mengisi kebutuhan satu sama lain.

2)    Telah dicapai konsensus bersama mengenai nilai-nilai dasar yang dijadikan acuan utama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3)    Nilai-nilai dan norma-norma dasar tersebut telah hidup dan berkembang cukup lama dan konsisten, serta tidak berubah-ubah. Selain itu juga telah dipahami, dihayati, dan diamalkan dengan pedoman yang sama oleh seluruh warga negara atau warga masyarakat.

4)    Masing-masing individu dan kelompok sosial yang berbeda-beda mau dan mampu mengendalikan diri, dan saling menyesuaikan diri satu sama lain.

5)    Selalu menempatkan persatuan dan kesatuan, serta kepentingan untuk keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

6)    Masing-masing pihak merasa memajukan pergaulan yang komunikatif dan akomodatif demi mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa

(http://www.ssbelajar.net/2012/03/integrasi-sosial.html).

 

Suatu integrasi sosial diperlukan agar masyarakat tidak terpecah jika menghadapi berbagai tantangan yang timbul dalam lingkungan masyarakat itu sendiri, baik dari tantangan fisik atau dari konflik yang terjadi secara sosial budaya (https://brainly.co.id/tugas/15871147#respond).

 

Sedangkan pengertian integrasi nasonal berasal dari istilah integrasi dan nasional. Integrasi artinya pembauran atau penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh / bulat., Sedangkan kata nasional artinya kebangsaan, bersifat bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa seperti cita-cita nasional, tarian nasional, perusahaan nasional. Berkaitan dengan penjelasan kedua istilah ini, maka interasi nasional dapat diartikan sebagai suatu proses penyatuan atau pembaruan berbagai aspek sosial budaya ke dalam kesatuan wilayah dan pembentukan identitas nasional atau bangsa yang harus dapat menjamin terwujudnya keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam mencapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa. Integrasi nasional bertujuan melaksanakan kehidupan bangsa, meliputi sosial, budaya ekonomi, yang pada dasarnya menekankan pada persatuan persepsi dan prilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dengan demikian Integrasi nasional dapat diartikan sebaga penyatuan  elemen-elemen yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan secara terpadu menjadi satu bangsa yang utuh.

Proses integrasi nasional dipengaruhi oleh unsur-unsur sosiologis dan antropologis, di mana dalam prosesnyadituntut adanya kesepakatan terhadap nilai-nilai sosial budaya didalam masyarakat. Adapun proses integrasi dapat melalui beberapa model, yaitu:

 

1.        Sosialisasi, yaitu suatu proses pembelajaran oleh individu tentang cara-cara hidup, norma dan nilai sosial yang terdapat dalam lingkungan kelompok sosialnya agar dirinya dapat berkembangan menjadi pribadi yang dapat diterima oleh kelompok sosialnya tersebut.

2.        Akulturasi, yaitu suatu proses sosial tentang pertemuan dari 2 atau lebih kebudayaan antara kelompok masyarakat, tatapi masing-masing tidak merubah nilai-nilai prinsip kebudayaannya, melainkan hidup saling berdampingan, saling menghargai dan saling menghormati.

3.        Asimilasi, yaitu suatu proses pebauran dari dua atau lebih unsur kebudayaan dari kelompok-kelompok masyarakat dengan konsekuensi hilangnya ciri khas kebudayaan asli mereka, sehingga membentuk kebudayaan baru.

4.        Enkulturasi, yaitu suatu proses mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.

Konsep tentang integrasi nasional menjadi penting untuk dijadikan strategi kebudayaan bagi bangsa Indonesia yang telah berusia lebih dari enam dasa warsa ini. Strategi kebudayaan dalam hal ini mengacu pada kekuatan budaya yang bertolak pada kedekatan dan pandangan hidup pelaku kebudayaan dalam kaitannya dengan kompleksitas kebudayaan yang dianut. Dengan demikian, mengembangkan konsep integrasi nasional sebagai strategi kebudayaan Indonesia pada dasarnya menyatukan visi dan misi di antara sejumlah kepentingan dan identitas masing-masing anggota masyarakat berlatar belakang kebudayaan yang kompleks. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manfaat integrasi nasional adalah:

 

1.    Dikenalnya budaya local ke manca Negara

2.    Menambah kebudayaan di negara kita

3.    Membuat para turis tertarik mempelajarinya

4.    Menjadi kebanggan kita bersama

(http://cahayamanfaat.blogspot.co.id/2018/02/manfaat-integrasi-nasional.html).

 

Dilihat dari sudut solidaritas dan saling percaya antar anggota masyarakat menurut pandangan Durkheim (Soetomo, 2006) merupakan komponen yang dapat memperkuat proses terbentuknya integrasi dan harmoni sosial. Dalam pemahamannya sebagai modal sosial tidak semata-mata menjadi instrumen untuk menegakkan integrasi sosial, melainkan juga merupakan energi sosial yang dapat mendorong terbentuknya tindakan bersama yang saling menguntungkan, baik dilihat secara ekonomis maupun sosial dan kultural. Diharapkan hubungan antara integrasi sosial dan harmoni sosial dengan peningkatan kehidupan sosial ekonomi dan kultural tidak saling memperlemah, akan tetapi justeru saling mendukung. Iklim dalam komunitas yang menunjukkan integrasi dan harmoni dapat mendorong terbentuknya tindakan bersama untuk meningkatkan kondisi kehidupan sosial, ekonomi dan kultural melalui pemanfaatan modal sosial. Sebaliknya peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan kultural melalui tindakan bersama dalam komunitas akan memperkokoh integrasi dan harmoni sosial. Dalam implementasi untuk terwujudnya kemandirian dan keberlanjutan proses pembangunan kehidupan sosial ekonomi dan kultural tersebut dibutuhkan keterampilan masyarakat untuk melakukan pengelolaan potensi yang ada secara terbuka dan terawasi. Melihat kompetensi masyarakat yang semakin meningkat diharapkan dapat menumbuhkan semangat dan aktivitas pembangunan atas prakarsa masyarakat sendiri, yaitu dalam rangka meningkatkan kondisi kehidupan yang lebih sejahtera, baik dari segi sosial, eonomi, maupun kultural.

 

Dalam sebuah hasil penelitian tentang “Tradisi Hippun sebagai Model Pemersatu Masyarakat Multikultur” di Lampung Selatan (Abdul Syani dkk., 2018), secara ringkas dijelaskan bahwa secara kultural masyarakat adat Lampung memiliki prinsip hidup yang disebut hippun (tradisi musyawarah adat) dalam perilaku hidup dalam setiap perencanaan dan atau melakukan pekerjaann bersama untuk pepentingan bersama. Piranti adat ini tumbuh dalam kehidupan masyarakat adat Lampung seiring dengan kenyataan yang terlahir bersifat multikultur terdiri dari 2 (dua) kelompok budaya yang bersatu dalam satu bumi yaitu Lampung, dan kemudian disebut “Sang Bumi Ruwa Jurai”. Hippun merupakan tradisi musyawarah yang bermanfaat sebagai teknologi sosial untuk mendorong semangat masyarakat yang flural yang terdiri berbagai etnis, asal keturunan, adat istiadat, dialek dan karakteristik untuk berusaha beradaptasi agar tercipta saling memahami, saling berdampingan dan saling menghormati. Implementasi nilai kearifan lokal hippun ini tumbuh cukup beralasan, karena ciri fluralitas yang rentan koflik tersebut dapat dikelola dengan damai melalui media adat yang dinamai hippun. Dalam perkembangannya hippun kemudian dijadikan sebagai wahana dialog antara pluralisme masyarakat untuk saling menyadari dan memahami kultur masing-masing. Diketahui tradisi ini merupakan model dalam memelihara kerukunan, kebersamaan, mempererat hubungan persatuan masyarakat adat, dan sebagai media dalam penyelesaian konflik.

 

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kelompok sosial sangat penting dalam upaya mewujudkan kesatuan bangsa. Sebagai kelompok sosial dapat mengumpulkan individu-individu dengan adanya tujuan bersama dan dapat memperkuat hubungan kesatuan masyarakat. Dalam kehidupan yang bersatu ini warga masyarakat memiliki kesetiakawanan yang dapat mendorong terciptanya masyarakat yang teratur dan rukun, di mana dapat tercipta kehidupan bersama atas dasar perbedaan-perbedaan yang ada. Kerukunan dalam bermasyarakat merupakan tanggung jawab setiap warga, maka nilai-nilai dan norma-norma dalam beretika harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dengan saling menghargai dan menghormati sesama, agar tercipta kerukunan dalam bermasyarakat. Hal ini digunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan masalah yang timbul dalam masyarakat.

 

Sasaran teknologi sosial dalam pelaksanaan hippun adalah kesepakatan bersama dengan ciri sebagai berikut:

 

1)    Dilaksanakan atas dasar kepentingan bersama;

2)    Keputusan hippun harus dapat mewakili/diterima sebagiab besar peserta sesuai aspirasi umum;

3)    Gagasan/ide atau pendapat mudah dipahami dan dilaksanakan/terjangkau;

4)    Materi hippun atas pertimbangan untuk kebaikan bersama bersumber dari kejujuran dan keterbukaan (transparan).

 

Tradisi hippun merupakan sumber kekuatan yang mendorong masyarakat adat setempat untuk selalu hidup rukun, damai dan bersatu. Meskipun mereka terdiri dari kumpulan berbagai kelompok masyarakat yang berbeda, akan tetapi saling menghargai dan saling menghormati dan bersatu dalam satu lingkungan sosial pemjkiman yang sama. Persatuan masyarakat ini nampak dari unsur kebersamaan dan kesamaan tujuan hidup dan tunduk pada hasil keputusan yang sama. Meskipun mereka terdiri dari beraneka ragam suku dan hudaya, tapi mereka memiliki kesadaran sebagai satu kesatuan yang damai dan rukun. Persatuan masyarakat ini diikat oleh adanya kesamaan kepentingan, dan dari persamaan kepentingan membuat persatuan masyarakat semakin erat. Persatuan masyarakat ini juga ditandai adanya saling interaksi antar warga, yaitu terdapatnya hubungan antar anggota masyarakat secara langsung, intim dan intensif.

 

Terpeliharanya kedamaian, kerukunan dan persatuan masyarakat itu, menurut hasil penelusuran lapangan, diketahui bahwa kuncinya adalah terletak pada ketergantungan dan kepercayaan masyarakat terhadap tradisi hippun, terpeliharanya rutinitas dan kualitas pelaksanaan hippun bersama keputusan yang dihasilkan, terpeliharanya kehendak bersama melembagakan hippun sebagai satu-satunya wadah untuk mencapai kepetingan bersama, di samping terjaganya keberhasilan fungsi hippun sebagai cara penyelesaian masalah.