Kamis, 12 Mei 2016

CERITA RAKYAT LAMPUNG: SI BUSSU TIAN PITU



SI BUSSU TIAN PITU (Si Bungsu tujuh bersaudara)

Di  sebuah  perkampungan,  ada satu  keluarga  yang  kehidupannya sehari-hari  sangat miskin. Keluarga itu terdiri dari Bapak,  Ibu dan  tujuh  orang anak perempuan. Dari  kemiskinan  keluarga  ini mengakibatkan makanpun sangat terbatas. Jika orang tuanya  hendak makan  menunggu  saat malam hari ketika  ketujuh  anaknya  tidur. Suatu malam orang tuanya sedang makan tiba-tiba anaknya yang  tua merintih lalu bangun dari tidurnya dan adik-adiknya yang  lainpun terbangun. Lalu ikut makan bersama, akibatnya orang tuanya  makan tidak  kenyang, demikian seterusnya. Akhirnya orang tuanya  kesal dan  berniat untuk membuang ketujuh anaknya itu. Namun  niat  ja­hatnya itu segera diketahui oleh Si Bungsu.

Keesokan  harinya  sang ayah mengajak ketujuh  anaknya  pergi  ke hutan dengan alasan ingin mengambil bambu. Si Bungsu yang  memang telah  mengetahui  rencana Ayahnya itu  dengan  tenang  mengikuti perintah  tersebut, dan secara diam-diam Si Bungsu  membawa  buah kemiri  sebagai tanda jejak agar tidak tersesat pulang.  Ternyata benar,  ketujuh  bersaudara  itu ditinggalkan si  ayah  di  dalam hutan, namun si Bungsu yang cekatan, akhirnya mereka dapat kemba­li  dengan selamat. Melihat anak-anak biasa pulang,  kedua  orang tuanya semakin kesal. Dan esok harinya sang ayah kembali mengajak ketujuh anaknya pergi ke hutan dengan maksud yang sama. Si Bungsu yang cerdik, dia lalu membawa jagung untuk tanda jejak, Namun apa yang  terjadi, jagung yang disebarkan itu habis  dimakan  burung. Akhirnya tersesatlah mereka.

Membawa  nasib yang malang ketujuh bersaudara ini terus  menyelu­suri  hutan rimba selama berbulan-bulan. Kemudian mereka tiba  di sebuah  ladang. Ladang itu dihuni oleh sepasang raksasa.  Ketujuh saudara  itu bersepakat untuk membunuh raksasa itu  dan  akhirnya dengan segala daya upaya terbunuhlah raksasa itu.

Di ladang raksasa itu, ketujuh saudara ini mendirikan tujuh  buah gubug  masing-masing  untuk  seorang.  Pekerjaan  mereka  bertani menanam padi dan bunga-bunga yang indah dan harum. Sewaktu ketika datang seekor elang ke ladang kakaknya yang tua. Maksud  kedatan­gan elang tadi hendak menumpang bersarang dan bertelur di bungan­ya,  tetapi putri tertua itu tidak mengizinkan maksud elang  ini. Begitu  pula  adik-adiknya  yang lain. Akhirnya  sampai  pada  si Bungsu.  Si Bungsu  yang baik hati, dia  mengizinkan  elang  itu bersarang dan bertelur di bunganya.

Setelah bertelur elang itu menghilang tidak datang lagi.  Melihat keadaan demikian si Bungsu memeriksa sarang burung tadi. Kemudian telur itu dipindahkannya ke dalam gentong beras di gubugnya.

Seperti  biasanya  ketujuh  bersaudara itu pergi  ke  ladang  dan pulang  setelah  sore.  Ketika si Bungsu tiba  di  gubugnya,  dia terkejut melihat ada yang sudah menanak nasi dan sayur yang enak-
enak.  Hal demikian berlangsung setiap hari, padahal di  gubugnya tidak ada orang lain.

Pada  hari berikutnya, si Bungsu tidak mau pergi ke  ladang.  Dia ingin  mengintai  siapa  yang telah berbuat  baik  padanya.  Lalu terdengar  di  gubungnya suara orang sedang  memasak,  si Bungsu terus  mengintip  ternyata ada seorang pemuda tampan  yang  entah datang dari mana asalnya. Langsung saja si Bungsu memeluk  pemuda itu,  dan keduanya tercengang. Rupanya mereka berdua telah  sama-sama  jatuh  hati, kemudian hubungan mereka direstui  oleh  Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup berumah tangga.

Setelah resmi si pemuda itu menjadi suami si Bungsu, timbul  niat jahat,  iri dan dengki ke enam saudaranya. Mereka berniat  hendak membunuh si Bungsu.

Sebagaimana biasanya mereka pergi ke ladang, dan waktu itu  suami si Bungsu ikut serta. Sesampainya di jembatan, si Bungsu diperin­tahkan  untuk  berjalan lebih dulu, baru  saja  beberapa  langkah ternyata jembatan yang dilalui itu telah diputuskan talinya  oleh ke enam kakaknya. Si Bungsu jatuh ke dalam sungai yang dalam  dan hayut terbawa arus.

Si Bungsu yang hanyut itu ditelan oleh ikan, dan si Bungsu  hidup berbulan-bulan dalam perut ikan besar itu. Suatu ketika ikan  itu merasa  lelah berenang dan ikan itu menepi,  untuk  beristirahat. Kebetulan  waktu itu ada seorang nenek-nenek yang  sedang  mandi, melihat ikan yang besar itu, si nenek berhasrat untuk  memotongn­ya, namun ikan itu tidak mempan dipotong dengan pisau biasa, lalu mengikuti  isyarat seekor burung yang sedang bertengger  di  atas pohon, menyuruh mengambil daun belidung untuk memotongnya,  tern­yata  benar perut ikan itu dibelah oleh si nenek, dan tentu  saja nenek  tersebut terkejut sekali ternyata di dalam perut ikan  itu ada  seorang  gadis.  Akhirnya si Bungsu  dibawa  untuk  diangkat menjadi anak gadisnya.

Di lain pihak suami si Bungsu berbulan-bulan tidak pernah pulang. Suaminya  terus  berjalan mencari isterinya si  Bungsu.  Akhirnya suami Bungsu tiba di sebuah gubug dimana Bungsu berada. Di  gubug inilah suami isteri bertemu. Merka menangis sejadi-jadinya dengan penuh rasa haru dan behagia.

3 komentar: