Selasa, 15 Agustus 2017

SOSIOLOGI: BENTUK-BENTUK PERUBAHAN MASYARAKAT




Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu perubahan alami, perubahan direncanakan dan perubahan yang tergantung pada kehendak pribadi.

1.    Perubahan alami

Perubahan alami adalah perubahan-perubahan yang terjadi tidak disengaja atau terjadi dengan sendirinya.  Perubahan alami dapat berproses dengan cepat atau lambat tergantung pada tingkat kesimbangan kehidupan masyarakat tanpa ada orang atau pihak lain yang sengaja mempengaruhinya.  Perubahan yang terjadi secara alami  dapat membawa akibat negatif dan dapat pula berakibat positif.  Perubahan berakibat negatid apabila arah dan hasil perubahan tidak sesuai dengan harapan masyarakat; sedangkan perubahan dapat berakibat positif apabila arah dan akibatnya sesuai dengan atau kebetulan sama dengan harapan masyarakat.

Perubahan secara alami cenderung berkembang secara gradual, yaitu terjadi keseimbangan antara perubahan sikap individu dengan lingkungan sosialnya. Jika perubahan ini secara kebetulan sesuai dengan harapan masyarkat, maka dengan serta merta masyarakat menerima dan mendorongnya ke arah yang lebih cepat.   Proses perubahan ini biasanya terjadi pada masyarakat yang sedang dalam keadaan hampa (kekosongan) atau masyarakat yang sedang mengharapkan pola kehidupan baru yang belum didapat.  Apabila pada suatu waktu tiba-tiba terlintas masuk pola-pola   baru yang kebetulan sesuai dengan harapannya, maka dengan sendirinya akan terjadi perubahan-perubahan.

Terjadinya perubahan-perubahan yang tidak disengaja umumnya sulit untuk diramalkan, sebab proses perubahan ini tidak terjadi atas kehendak dan harapan masyarakat, melainkan menggejala secara langsung dalam kehidupan masyarakat yang mempengaruhi berbagai aspek kebutuhan hidup sehari-hari.  Dalam keadaan demikian dengan tidak sengaja masyarakat menerima pola dan nilai-nilai baru yang dianggap dapat membimbing ke arah kehidupan yang lebih baik.  Pola dan nilai-nilai kehidupan yang lama, perlahan-lahan brganti dengan pola dan nilai-niai kehidupan baru.

2.    Perubahan yang direncanakan

Perubahan yang direncanakan adalah perubahan yang didasarkan atas pertimbangan dan perhitungan secara matang tentang manfaat perubahan tersebut bagi kehidupan masyarakat.  Cepat atau lambatnya proses perubahan ini sangat dipengaruhi oleh besarnya kemampuan dan tanggungjawab dari para pembaharunya; disamping tergantung pada kesesuaian antara program perubahan dengan kepentingan masyarakat.  Menurut Selo Soemardjan (1964), bahwa perubahan yang dikehendaki atau direncanakan meruakan perubahan yang diperkirakan atau telah direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau telah direncanakan terlebih dahulu.   Sedangkan orang-orang aau pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan dinamakan “agent of change” (Soerjono Soekanto, 1982), dimana ia bertugas sebagai pimpinan dalam mengarahkan suatu perubahan “agent of change” bertanggungjawab dalam mengawasi jalannya perubahan.

Kedudukan agent of change atau tokoh pembaharu dipercayakan kepada orang-orang yang dianggap mempunyai kemampuan kepada orang-orang yang dianggap mempunyai kemampuan dalam menggerakkan warga masyarakat ke arah sikap dan perilaku yang lebih maju.   Kemampuan seorang atau sekelompok orang yang dipercaya itu diukur atas dasar tingkat  pengetahuan, sikap mental dan penguasaan terhadap teknologi, terutama kemahiran dalam bidang penelitian dengan analisis prediktif.

Aspek-aspek sosial yang harus diperioritaskan oleh para pembaharu adalah membentuk pola perilaku kehidupan, nilai-nilai peradaban yang rasional, adaptasi budaya dan persiapan masa depan masyarakat.  Seorang pembaharu, disamping ia dituntut untuk dapat beradaptasi dan menyatu dengan masyarakat, juga harus mempunyai tanggungjawab dan martabat yang luhur demi perbaikan kehidupan masyarakat.  Menurut Daniel Lerner (1978), memamng nampak rumit untuk menyelesaikan masalah yang sifatnya kultural, oleh karena itu sangat diperlukan pandangan yang cukup luas.  Pandangan yang luas dan menyeluruh tersebut juga memerlukan prinsip kesatuan di dalam keanekaragaman, dimana suatu masalah yang timbul dalam masyarakat selalu dapat diselesaikan.  Dalam penyelesaian setiap masalah yang ada dalam masyarakat itu, seorang pembaharu (agent of change) dalam melaksanakan tugasnya tidak bekerja sendiri, melainkan harus dapat bersama-sama memotivasi masyarakat kearah perubahan yang serasi dan lebih maju.  Di satu pihak diharapkan beban para pembaharu lebih ringan dan dipihak lain masyarakat dengan sendirinya dapat mempercepat proses perubahan itu kearah yang dikehendaki dengan tanggungjawab bersama.

Daniel Lerner kemudiayn mempertanyakan tentang bagaimana caranya memodernisasi kehidupan tradisional yang tidak lagi bisa “bekerja” secara memuaskan? Meskipun Lerner tidak menjelaskan jawabannya secara terinci, akan tetapi secara implisit dapat disimpulkan ada dua harapan dan tujuan atas suatu pembaharuan, yaitu:

a.    Mengidentifikasikan (membuat sama) individu dengan masyarakat demi perbaikan suatu tata kehidupan baru.
b.    Meningkatkan peradapan manusia (bukan hanya kebudayaan, karena ada kalanya kebudayaan tinggi tetapi peradabannya rendah), yaitu usaha perubahan keadaan yang usaha menjadi suatu keadaan baru agar nasib manusia dapat diperbaiki.

3.    Perubahan yang tergatung pada kehendak individu

Perubahan yang tergantung pada kehendak individu, maksudnya perubahan yang erat kaitannya dengan selera pribadi.  Bentuk perubahan ini relatif sedikit pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat, yaitu hanya terbatas pada perbedaan selera masing-masing individu,  tidak berpengaruh terhadap keseluruhan pola sikap dan perilaku masyaakat, dan tidak mengakibatkan perubahan pada keseluruhan tatanan masyarakat.

Menurut Wilbert E. Moore (Soerjono Soekanto: 1982), bahwa perubahan semacam ini tidak membawa pengaruh langsung atau yang berarti bagi masyarakat, artinya perubahan-perubahan yang terjadi tidak mengakibatkan perubahan- perubahan terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan.  Jika diambil contoh sederhana tentang selera seorang remaja terhadap mode rambut gondrong atau anting sebelah, maka mode ini tidak mengakibatkan seluruh remaja menerima dan menirunya, melainkan tergantung pada selera remaja-remaja tertentu saja; lagi pula tidak ada kewajiban dan sanksi yang dominan terhadap kelompok remaja yang tidak menerimanya.  Ada kelompok remaja yang merasa perlu berambut gondrong dan beranting, dan ada pula kelompok remaja yang menganggap tidak perlu.  Kesimpulannya adalah bahwa semua perubahan yang tergantung pada selera hanya sedikit pengaruhnya bagi mayarakat dan tidak mengakibatkan peruahan  pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.  Tidak ada satu lembaga masyarakatpun yang mengharuskan seseorang patuh pada selera orang lain; tidak ada sanksi ataupun penghargaan bagi orang yang melanggar ataubpu mendukung selera orang lain.

Kecilnya pengaruh perubahan terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan ini karena nilai-nilai budaya yang ada di dalamnya sudah tertanam sangat kuat; apalagi perubahan-perubahan kecil pada pola perilaku yang bersifat individual tidak berpengaruh pada seluruh anggota masyarakat. Meskipun menurut Alfian (1978), sikap atau attitude individu  condong untuk berbuat berdasarkan perasaan dan pendirian hatinya, akan tetapi apa yang dilakukan tidak berpengaruh terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Berkaitan dengan pendapat di atas, Soerjono Soekanto (1982), memberikan beberapa karakter perubahan masyarakat secara horizontal, di mana dapat dilakukan dengan membandingkan keadaan-keadaan suatu masyarakat yang ada di daerah tertentu dengan keadaan-keadaan masyarakat di daerah lainnya. Dengan melihat perbandingan tersebut diketahui adanya masyarakat yang terbelakang, masyarakat yang sedang berkembang, dan masyarakat yang sudah maju.

Sehubungan dengan uraian di atas, Soerjono Soekanto (1982) memberikan beberapa karakteristik perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, yakni sebagai berikut (http://palingberkesan.blogspot.com/2015/12/proses-perubahan-sosial-di-masyarakat.html):
 :
1.  Tidak ada masyarakat yang berhenti berkembang karena setiap masyarakat mengalami dinamika, baik cepat maupun lambat.
2.  Perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga yang lainnya. Fenomena tersebut terjadi karena lembaga-lembaga sosial bersifat interdependen sehingga sangat sulit untuk mengisolasi adanya perubahan-perubahan pada lembaga sosial yang tertentu saja. Perubahan sosial pada masing-masing lembaga kemasyarakatan merupakan suatu mata rantai yang tidak mungkin dapat diputus.
3. Perubahan sosial yang terlalu cepat akan menimbulkan terjadinya disorganisasi yang bersifat sementara. Kesementaraan tersebut terjadi sehubungan dengan adanya proses penyesuaian diri dan sekaligus adanya reorganisasi yang mencakup pemantapan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang baru.
4.  Perubahan-perubahan sosial tidak dapat dibatasi hanya pada bidang yang bersifat material atau hanya pada bidang yang bersifat spiritual saja. Perubahan-perubahan sosial sekaligus akan mencakup bidang yang bersifat material dan bidang yang bersifat spiritual karena antara kedua bidang tersebut terjadi hubungan timbal balik yang sangat kuat.
5. Secara tipologis perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai berikut: proses sosial, segmentasi, perubahan struktural, dan perubahan-perubahan pada struktur kelompok. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar