Selasa, 15 Agustus 2017

KEARIFAN LOKAL LAMPUNG: PROSES PELAKSANAAN ADAT ANGKON MUWAKHI..



Dalam prosesi adat, angkon muwakhi secara ideal dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Seluruh tahapan yang dilalui memiliki makna tesendiri, sehingga dalam pelaksanaannya tidak bisa sembarangan. Adapun tahapan prosesi perayaan adat angkon muwakhi secara ringkas adalah sebagai berikut:
1.         Hippun wakhi pelambanan (musyawarah antar anggota keuarga, keluarga besar, kerabat dekat). Tujuannya adalah untuk mencari dan mecapai kesepakatan bersama tentang berbagai syarat, persiapan dan tahapan pelaksanaan pagelaran upacara adat muwakhi. Dengan demikian rangkaian acara adat muwakhi sejak awal sampai puncak acara dapat terlaksana secara lancar dan efektif.
2.         Hippun suku (musyawarah antara kepala-kepala suku yang mewakili pihak-pihak keluarga-keluarga yang melaksanakan upacara adat muwakhi). Hippun pada tingkat suku ini menunjukkan bahwa warga adat tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu keniscayaan hidup bersama di bawah naungan kelompok adat pada tingkat suku.
3.         Hippun tiyuh/pekon (antar penyimbang tiyuh dari masing-masing pihak calon angkon muakhi). Hippun ini merupakan paket musyawarah lanjutan pada tingkat lebih luas di atas kelompok masyarakat adat yang dipimpin oleh Perwatin Suku. Hippun tiyuh ini dipimpin oleh para kepala tiyuh atau perwatin tiyuh yang mewakili atau melanjutkan suara kesepakatan yang telah dirumuskan sebelumnya di tingkat Hippun Suku. Hasil hippun pada tingkat tiyuh ini adalah kesepakatan bersama antar Perwatin Tiyuh yang melambangkan kekuatan legitimasi adat lebih tinggi, di mana aspirasi dan harapan warga masyarakat adat telah dikuasakan kepada Perwatin Tiyuh sepenuhnya.
4.         Hippun Marga (musyawarah antar kepala/perwatin marga). Hippun marga ini membawa amanah kesepakatan hasil musywarah antar perwatin tiyuh sebelumnya. Hippun pada tingkat perwatin marga ini adalah musyawarah tingkat tinggi pada pemerintahan adat. Kesepakatan hasil musyawarah pada tingkat perwatin marga seksligus merupakan keputusan perwatin marga; artinya secara normatif keputusan tersebut telah mempunyai daya pengikat dan perlindungan hukum adat yang kuat. Dengan demikian pihak warga (baya) yang hendak melaksanakan perayaan upacara adat muwakhi telah siap sepenuhnya, termasuk perlengkapan fisik kepanitiaan/penglaku adat dan ritual adat istiadat yang berlaku, sebagaimana dipaparkan pada tahapan-tahapan selanjutnya.
5.         Hippun Lamban Balak (persiapan penentuan gelar adat calon wakhi, undangan Tuha Khaja 5 Marga dan perangkat pemerintahan adatnya,  penyusunan naskah cawa tetangguh/pidato/wejangan/pesan tuha khaja tentang hak dan kewajiban penyimbang wakhi, dan penyusunan janji sumpah atau katam).
6.         Persiapan pakaian adat masing penyimbang/tuha khaja, keluarga, dan pihak-pihak calon angkon muakhi (sigokh/siger/mahkota adat, baju/beskap/jas, sarung tupal, disesuaikan), payung adat, jejalan handak, kebung, lamat/kursi/dan lain-lain.
7.         Persiapan lokasi prosesi angkon muakhi: di lamban balak sebagai baya jika kedua pihak atau salah satunya sebagai keturunan keluarga penyimbang marga/tiyuh/suku di lamban salah satu calon muakhi (sebagai baya). Persiapan ini pada dasarnya sama dengan poin 6, dengan penyesuaian secara kondisional.
8.         Persiapan dekorasi dan perlengkapan sarana upacara adat angkon muwakhi di Lamban balak atau di rumah baya (pelaksana upacara adat). Susunan ruang sidang/upacara adat: kursi singgasana 5 penyimbang dengan posisi tengah untuk penyimbang marga, lengkap dengan perangkat penyimbang adat undangan lain. Di samping kiri-kanan, kursi kebesaran dari pihak-pihak yang akan melaksanakan angkon muwakhi bersama keluarga besar dan kerabat dekat masing-masing. Di ruang tengah ke depan posisi podium tempat penyimbang marga berdiri memberi sambutan, tetangguh, nasehat kepada pihak-pihak yang akan seangkonan muwakhi yang secara bersamaan menempati posisi berdiri menghadap ke arah penyimbang marga.
9.         Persiapan penerimaan tamu undangan. Di tempat ini sekaligus berlangsung proses penerimaan tamu undangan, baik dari pihak perwatin (penyimbang) marga, tiyuh, dan suku dari lima marga, maupun tamu undangan dari kerabat, para tokoh masyarakat, alim ulama, unsur pemerintah, unsur lembaga-lembaga dan organisasi masyarakat sesuai dengan kesepakatan hasil musyawarah teknis penglaku sebelumnya.
10.     Persiapan kirab/ngarak (arak-arakan sebatas pamekonan), diteruskan mandi duway (ngeduwaikon); selanjutnya kembali ke lamban balak/lokasi prosesi perayaan adat muwakhi. Arak-arakan kembali menuju lokasi prosesi beguwai angkon muwakhi yang telah disiapkan sarana jalan yang terdiri dari jejalan handak (kain putih yang dihampar), awan telapah, dua buah payung, para tuha khaja, kandang rarang (kain penyekat), muli-mekhanai, dan dua atau lebih tandu, atau kereta kencana (sekarang mobil hias). Rombongan kirab ini akan disambut oleh para penyimbang adat dari 5 marga yang sudah siap dengan formasi berdiri di depan kursi kebesaran masing-masing lengkap dengan pakaian adat.

Pada waktu bersamaan, sesampainya rombongan kirab di pelataran tempat acara berlangsung biasanya disambut dengan acara seni adat berupa tari pencak silat khas Lampung Sebatin, tari-tarian khas adat budaya lokal, seperti tari tanggai, tari selapan, mandapan. Jika pihak baya yang melaksanaan angkon muwakhi berbeda etnis dan budaya, maka biasanya (jika ada) disuguhkan pula tari-tari khas masing-masing kedua atau lebih etnis yang berbeda itu atau tari-tari kreasi yang bernuansa multikultur.
11.     Penglaku tuha (petugas/panitia penyelenggara adat tetap yang senior) membacakan susunan acara prosesi angkon muakhi, mulai dari tetangguh/acara sambutan penyimbang marga (merangkap ketua pelaksana) sampai dengan tahapan pernyataan resmi (penobatan/pelantikan) kemuwakhian dan pembacaan janji persaudaraan di hadapan pihak-pihak yang berjanji, para penyimbang adat dan warga setempat yang hadir.
12.     Penobatan dan pembacaan janji angkon muwakhi. Pada saat ini diteruskan dengan acara penobatan dan pembacaan resmi ikrar/perjanjian oleh penyimbang bandar yang bersangkutan. Setelah tanya-jawab secara simbolis antara penyimbang marga dengan pihak calon yang seangkonan muwakhi. Puncak upacara berakhir dengan ketuk palu dan penandatangan naskah perjanjian angkon kemuwakhian oleh semua pihak yang berhak dan berkewajiban adat.
13.     Acara selanjutnya adalah acara pengucapan sumpah angkon muwakhi yang dipandu oleh tokoh agama (alim ulama yang ditunjuk) yang diikuti oleh pihak yang telah mengikat janji kemuwakhian (telah angkat saudara).
14.     Penetapan dan pembuatan keputusan naskah kemuakhian, pengumuman oleh penglaku atau penyimbang marga, yang menyatakan bahwa pihak2 yang bersangkutan telah menjadi saudara kandung.
15.     Penetapan/pemberian gelar adat dan penobatan sebagai penyimbang sebatin baru. Gelar disesuaikan dengan gelar-gelar dari saudara kandung lain dari pihak baya atau yang utama mengangkat saudara.
16.     Pembacaan tugas pokok dan fungsi serta larangan bagi penyimbang baru atau pihak yang bermuakhi oleh penyimbang marga atau penyimbang lain yang ditunjuk.
17.     Acara di tutup dengan doa (petugas), dan dilanjutkan dengan acara makan bersama dengan menu khas lokal, seperti ketan lapis dan masak (sejenis rendang), gulai taboh ikan asap, panggang ikan peros medira (asaman rampai) dan nasi akolnya, serta kue khasnya buwak balak/basah (lapis legit khas lokal), dan lain-lain menu alternatif. Kemudian (atau bersamaan) dilanjutkan dengan acara ramah tamah, bersilaturahmi bersalam-salaman, dan berakhir dengan undur diri (pamitan).

Dari tahapan-tahapan yang tergambar secara ringkas diatas, maka dapat diketahui bahwa prosesi angkon muwakhi yang dilaksanakan oleh Masyarakat Adat Lima Marga di Lampung Selatan sangat kental akan nuansa adat istiadat dan budaya sehingga penting untuk selalu dilestarikan, meskipun dalam pelaksanaannya saat ini lebih disesuaikan dengan aspek finansial. Pemaknaan dari angon muwakhi merupakan janji suci lahir dan batin, yang bersifat mengikat untuk menjadi saudara kandung, sehingga setiap permasalahan bisa diselesaikan dengan baik layaknya saudara dalam sebuah keluarga. Selain sebagai kearifal lokal budaya Lampung, angkon muwakhi bisa dijadikan sebagai strategi kausalitas yang ampuh dalam penyelesaian persalahan/konflik yang terjadi di dalam masyarakat. Angkon muwakhi merupakan wujud dari semangat persaudaraan yang berrakar dari kearifan lokal adat budaya yang dimiliki masyarakat adat Lampung.

Selain menjalani tahapan prosesi dalam adat angkon muwakhi tersebut, terdapat juga acara angkat sumpah taupun sumpah janji. Angkat sumpah yang dilakukan dalam pelaksanaan angkon muwakhi ada 3 (tiga) macam:

a)         Pertama, sumpah atas nama Allah SWT (disesuaikan dengan kepercayaan masing-masing) untuk selalu saling membantu, saling percaya, selalu menjaga tali persaudaraan sabagaimana kuatnya ikatan saudara kandung. Apabila terjadi pelanggaran, maka sanksinya adalah cidera dan tercela secara sosial budaya, dikucilkan dari kegiatan adat dengan batas waktu tertentu, dan membayar denda adat.
b)        Kedua, sumpah atas nama Allah SWT (disesuaikan dengan kepercayaan masing-masing) untuk tidak melakukan sesuatu atau menjauhi larangan yang bersifat fitnah, pemecah-belah dan perilaku yang menimbulkan permusuhan. Sumpah ini dilakukan khusus untuk prosesi angkon muwakhi atas dasar sebab kecelakaan, perpecahan, sengketa, penganiayaan berat, di mana sebelumnya berlarut-larut tidak terselesaikan. Apabila salah satu atau semuanya melanggar sumpah ini, maka pelaku pelanggaran itu akan terkutuk, sakit  atau sejenis akibat buruk lainnya.
c)         Ketiga, muwakhi katam (bersaudara dengan mengucapkan sumpah), yaitu bersumpah atas nama Allah SWT (disesuaikan dengan kepercayaan masing-masing) untuk saling angkat saudara dengan syarat salah satu atau semuanya tidak melakukan sesuatu atau menjauhi larangan yang bersifat fitnah, pemecah-belah dan perilaku yang menimbulkan permusuhan. Sumpah ini dilakukan khusus untuk prosesi angkon muwakhi atas dasar sebab kecelakaan, perpecahan, sengketa, penganiayaan berat, di mana sebelumnya berlarut-larut tidak terselesaikan seperti halnya poin kedua. Perbedaannya adalah apabila salah satu atau semuanya melanggar sumpah, maka pelaku pelanggaran itu akan terkutuk mengalami kecelakaan, gila atau mati.

Kecuali sumpah muwakhi katam di atas, ada juga katam (sumpah) yang disepakati oleh pihak-pihak yang sedang bertikai, konflik berdarah atau sedang berperang, tapi justru bukan bermuwakhi (sebaliknya sumpah untuk tidak bersaudara) berpisah, saling menjauh, tidak saling bertemu, tidak saling berhubungan, bahkan bersumpah untuk selamanya mengharamkan perjodohan bagi keturunan mereka. Jika sumpah ini dikhianati, maka peperangan dan konflik berdarah akan kembali pecah lebih dahsyat lagi.

Daya ikat dari sumpah dalam angkon muwakhi sangat kuat, melekat pada setiap diri dari kedua belah pihak yang melakukan sumpah. Sebagaimana diungkapkan di atas, maka angkon muwakhi dapat dijadikan sebagai strategi kausalitas untuk  menyelesaikan permasalahan ataupun perselisihan dalam masyarakat secara arif dan bijaksana. Melalui pendekatan kearifan lokal budaya, konflik dapat diselesaikan dengan cara yang bermoral, tanpa menimbulkan kerugian dari pihak manapun. Dengan dilandasi semangat persaudaraan, kerukunan dan perdamaian di dalam masyarakat akan mudah tercipta dan dijaga.

Namun demikian, pendapat lain tentang angkat sumpah dalam angkon muwakhi disampaikan oleh Wahyuddin dengan gelar/Adok Karya Ratu Pikulun dari Marga Legun Paksi Canggu Bandar Way Urang dalam kutipan hasil wawancara berikut:
Masalah sumpah pada waktu sekarang ini, yaitu dalam pelaksanaan seangkonan sudah jarang dilakukan secara adat formal, bahkan selama saya menjabat sebagai Pangeran di Marga tidak pernah dilakukan lagi selama puluhan tahun terakhir. Berdasarkan apa yang saya tahu untuk masalah sumpah itu dilakukan hanya pada zaman dahulu saja, kalau sekarang sudah tidak pernah mendengar lagi, kalaupun ada keributan-keributan kecil cukup dengan musyawarah keluarga sudah selesai. Sumpah itu dilakukan kalau ada perselisihan yang besar seperti keributan Balinuraga beberapa waktu lalu. (Hasil wawancara tanggal 27 Agustus 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar