Selasa, 15 Agustus 2017

FAKTOR PENDORONG TUMBUHNYA ADAT ANGKON MUWAKHI (Angkat Saudara)




 Beguwai (Begawi=Pepadun) Adat Angkon Muwakhi adalah upacara perayaan angkat (mengangkat) saudara dalam adat Lampung Saibatin. Tempat pelaksanaan guwai adat angkon muwakhi atau upacara mengangkat saudara ini, biasanya di Lamban Balak (rumah penyimbang marga, tiyuh/pekon atau suku) setempat. Namun demikian, faktor lokasi/tempat pelaksanaan upacara adat angkon muwakhi tersebut bukanlah harga mati, melainkan bersifat kompromistis, tergantung kesepakatan bersama dengan berbagai pertimbangan (Abdul Syani, 2013).
Pertimbangan yang terkait dengan batas kemampuan finansial, waktu, jarak atau pertimbangan lain yang dapat diterima para majelis penyimbang adat, di samping pertimbangan lain yang dianggap tidak memberatkan pihak Baya (keluarga yang melaksanakan/penanggungjawab upacara adat angkon muwakhi tersebut). Sebagaimana juga dijelaskan oleh Zulkifli Tahir dengan gelar/Adok Temenggung Niti Zaman Bandar Kesugihan Marga Legun Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan sebagai berikut:
Angkon itu secara umum bisa kita bedakan menjadi dua macam, yang pertama ngangkon secara adat, dan yang kedua ngangkon secara umum. Angkon secara adat harus melalui prosesi adat atau tata cara adat, ada tahapan-tahapanya dan biasanya membutuhkan biaya besar jika melihat situasi zaman sekarang. Sedangkan angkon secara umum itu lebih simpel dan tidak membutuhkan biaya besar karna hanya pertemuan antara kedua belah pihak yang mau ngangkon, dasarnya bertumpu pada kesepakatan hasil musyawarah. Menurut Informan, saat ini ngangkon umumnya dilakukan secara sederhana cukup dihadiri kedua belah pihak keluarga, disaksikan para penyimbang setempat dengan jamuan pesta kecil makan bersama. Oleh karena itu kadang-kadang masih banyak kerabat dari kedua belah pihak dan masyarakat yang tidak mengetahui elah terjadi ikatan persaudaraan antar warga setempat.

Sedangkan untuk tempat beguwai adat mewaghi/muwakhi bagi masyarakat adat Pepadun, menurut ketentuan adatnya adalah di Balai Adat atau di Lamban Balak. Akan tetapi dalam perkembangannya, karena suatu alasan, dapat dilakukan di rumah pihak yang bertanggungjawab atas acara adat angkon muwakhi tersebut. Bagi masyarakat Adat Pepadun, pelaksanaan upacara adat angkon muwakhi (warei adat) dilakukan di Sessat Agung, yaitu suatu bangunan khusus yang berfungsi untuk rapat mengenai maslaah adat. Akan tetapi bisa juga dilaksanakan di Nuwo Balak atau Nuwo Ghatcak, tergantung besar kecilnya gawi (guwaian), mesak matahnya (matang mentahnya) gawi adat sesuai dengan kesepakatan hasil musywarah (peppung/hippun perwatin) para penyimbang adat.

Alasan angkon muwakhi, khususnya bagi masyarakat adat Marga Legun Lampung Selatan pada umumnya adalah sebagai upaya mempererat tali persaudaraan bagi sesama kerabat dekat, kerabat jauh, warga sekitar di luar keluarga utama (saudara kandung atau kerabat dekat) dan warga luar adat/kampung/pekon, termasuk warga pendatang dari berbagai asal usul, agama, suku dan golongan. Di samping alasan lain yang sifat dan tujuannya untuk menghentikan dan menyelesaikan perselisihan/konflik antar warga, baik laten maupun terbuka dengan tujuan agar tercipta kerukunan sosial dan perdamaian abadi sebagaimana hubungan saudara kandung. Hal ini senada dengan penjelasan dari kutipan hasil wawancara dengan M. Kasim Hasan gelar/Adok Pakubuana, sebagai berikut:

Untuk Angkon Muwakhi, salah satu sebabnya adalah karena adanya perselisihan antarwarga sehingga untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi agar dampaknya tidak meluas dilakukanlah angkon mewakhi tersebut. Nah, ngangkon itu bisa dilaksanakan bukan hanya dengan sesama etnis Lampung saja melaikan juga bisa dilakukan dengan etnis lain yakni Bali, Jawa, Sunda dan lainnya. Tentunya dalam pelaksanaanya harus mengikuti tata cara dan aturan adat yang berlaku, contohnya dengan  syarat memotong hewan Kerbau Aturan potong hewan kerbau itu bukan hanya untuk orang Bali kemaren saja, kita yang sesama etnis Lampung kalau terjadi peerselisihan yang besar juga berlaku. Banyaknya hewan kerbau yang dipotong itu bisa disesuaikan dengan keadaan, artinya tidak harus dalam jumlah yang besar.

Pada kesempatan lain M. Kasim Hasan /Adok Pakubuana menegaskan bahwa:

ada berbagai macam sebab terjadinya angkonan muwkahi, misalnya karena terjadi kecelakaan/tabrakan, di mana tidak langsung dapat diselesaikan dengan proses ganti rugi, akan tetapi akan banyak sikap perilaku yang didasari dorongan emosional, sehingga cenderung terjadi sengketa yang sulit diselesaikan. Dalam kondisi cemas tak menentu tanpa solusi, maka satu-satunya cara adalah menggunakan kekuatan nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku, yaitu upaya seangkonan sebagai saudara, tentu melalui bantuan Penyimbang Adat yang masih dipercaya  juga.  Jika salah satu dari mereka yang kecelakaan itu meninggal dunia, maka ganti rugi berupa harta benda tidak berlaku, secara piil nyawa tidak bisa diganti dengan uang berapapun, kecuali dibayar nyawa pula. Dalam kondisi ini menurut adat setempat, pihak yang lain harus merelakan anaknya sebagai ganti pihak yang meninggal. Menurut prinsip keadilan adat, maka anak pengganti ini dimiliki bersama dengan cara diadopsi/ diangkat anak oleh pihak keluarga yang kehilangan anak (meninggal). Konsekuensinya anak pengganti ini masuk sebagai keluarga baru yang sekaligus menjadi saudara angkat. Untuk peresmian ikatan angkon juwakhi ini, maka dilakukan upacara adat yang disebut dengan adat angkon muwakhi.

Dalam prinsip sosiokultural hubungan tali persaudaraan/kemuwakhian ini dikukuhkan secara formal adat, yaitu melalui perayaan/upacara pengukuhan atau beguwai adat angkon muwakhi. Beguwai adat muwakhi ini merupakan simbol pertalian saudara antar pihak, di mana masing-masing telah sepakat secara ikhlas menjadi saudara kandung dengan segala tanggungjawab, hak dan kewajibannya. Hubungan persaudaraan dalam adat angkon muwakhi ini dikuatkan oleh ikatan perjanjian dan sumpah setia yang disaksikan dan disahkan oleh segenap tuha khaja (para penyimbang adat) dan perangkat adat lainnya sesuai dengan hukum adat yang berlaku.

Tujuan angkon muwakhi itu adalah untuk mengikat dan mendekatkan hubungan persaudaraan/kekeluargaan secara mendalam, sehati se-iya sekata, senasib sepenanggungan, seiring sejalan dan musyawarah mufakat dalam segala usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping berfungsi sebagai strategi ampuh dalam penyelesaian masalah jika pada suatu ketika terjadi perselisihan diantara warga masyarakat adat setempat.
Menurut kebiasaan masyarakat adat Marga Legun Lampung Selatan, khususnya masyarakat adat Marga Legun, satu-satunya adat kebiasan yang ditempuh sebagai jalan penyelesaian kemelut sengketa tersebut adalah dengan melakukan Hippun (musyawarah) adat oleh para Perwatin adat untuk mencari resolusi konflik dengan rekomendasi melaksanakan beguwai adat angkon muwakhi. Khususnya bagi keluarga besar penyimbang adat Marga, bahwa tujuan dilaksanakanya beguwai adat angkon muwakhi itu adalah untuk penyelesaian konflik, menciptakan dan memulihkan kerukunan masyarakat.

Angkon muwakhi juga sebagai bentuk upaya pelestarian adat budaya lokal yang mengandung nilai-nilai luhur dan berguna untuk mengembangkan kecerdasan moral, emosional, spiritual dan kesadaran intelektual. Dalam kehidupan masyarakat adat Marga Legun Lampung Selatan, angkon muwakhi merupakan kebiasaan yang diadatkan, Artinya kegiatan perayaan/upacara/beguwai adat angkon muwakhi (angkat saudara) dilakukan atas dasar kepentingan sosial budaya sebagai penyangga terciptanya kerukunan, kedamaian dan kesejahteraan warga masyarakat adat.

Secara umum ada 3 (tiga) faktor Pendorong Tumbuhnya Adat Angkon Muwakhi, yaitu:

(1)   Karena/atas dasar hubungan yang sangat baik misalnya
a.  Terselamatnya jiwa/kehormatan seseorang dalam suatu peristiwa tertentu;
b.  Hubungan pertemanan/persahabatan yang sudah sangat lama pada saat sekolah, sekantor, sepemukiman dan sebagainya.

Sebagaimana yang telah diungkapkan terlebih dahulu akan mewarei karena/alasan kebaikan, dilakukan dapat sendiri khusus untuk itu atau berbarengan dengan kegiatan lain misalnya upacara turun madei, mepadun dan sebagainya.
Kegiatan upacara ini pada dasarnya dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

Tahapan pertama, pihak berinisiatif menyampaikan niatnya kepada pihak, yang membantu. Pada saat tersebut dijelaskan maksud dan tujuan dengan segala alasan muncul ide tersebut, serta konsekwensi yang akan timbul akibat peristiwa tertentu, biasanya pada tahapan ini dibiasakan antara lain adalah: (a) Status yang bersangkutan dalam keluarga; (b) Adek; (c) Kegiatan dan acara yang akan dilaksanakan;

Tahap kedua, pribadi yang berinisiatif menyampaikan niat tersebut kepada keluarga besarnya. Kemudian dilanjutkan ke keluarga sesuku. Pada acara ini dibahasseperti tahap pertama hanya sifatnya lebih tegas dan rinci. Setelah mendapat kesepakatan bulat baru dilanjutkan ke tahap
Tahap ketiga, salah satu Punyimbang atau ketua kelompok melaporkan maksud tersebut kepada para punyimbang kampung dalam suatu musyawarah khusus untuk itu. Acara musyawarah ini dapat dilakukan di rumah punyimbang yang bersangkutan atau disessat tergantung situasi dan kondisi. Musyawarah dipimpin oleh salah seorang punyimbang yang telah disepakati oleh punyimbang lainnya.

(2)   Karena alasan telah terjadi persengketaan/perselisihan
Kegiatan muwakhi karena penyelesaian suatu sengketa atau karena sesauatu peristiwa tertentu tabrakan, perkelahian atau pertikaian lainnya. Pada umumnya kegiatan yang dilakukan dimulai dengan kegiatan pendekatan dan negosiasi pada pihak yang bermasalah. Biasanya sebelum sampai ke tahap pembicaraan adat dilakukan pembicaraan antar keluarga dimana yang mewakili keluarga biasanya seseorang yang berwibawa dalam keluarga tetapi biasanya diwakili oleh pihak ketiga yang diperkirakan berkemampuan untuk itu, terlebih lagi bila peristiwa itu ada yang jatuh korban meninggal dunia. kemudian peristiwa persengketaan/berawal dari seseorang pribadi, kelompok atau sekampung, dengan pihak lain. Jadi proses muwakhi  ini dapat juga dilakukan antar kampung sebagai akibat dari tawuran masal.
(3)   Karena hubungan perkawinan keluarga Lampung dengan masyarakat luar Lampung.
Kegiatan muwakhi ini pada hakekatnya melalui beberapa tahapan, setelah terjadi suatu peristiwa yang didukung niat yang luhur dan kemampuan dari kedua belah pihak guna penyelesaian konflik yang terjadi atau penegasan status/posisi mereka dalam suatu tatanan masyarakat adat tertentu. Karena peristiwa muwakhi ini akan berpedoman pada status hirarki dan status dalam keluarga dan masyarakat status maka pedoman awal yang digunakan adalah status pihak yang berinisiatif dalam masyarakat adat yang bersangkutan. Status pihak yang dimaksud adalah kedudukan pihak yang berinisiatif dalam masyarakat adatnya, secara tegas apakah yang bersangkutan berstatus sebagai punyimbang atau bukan.
Keadaan demikian ini sangat penting sebab pihak yang baru akan menyesuaikan dengan status kekeluargaan yang telah ada, dan keluarga yang berinisiatif akan menata ulang susunan kekeluargaannya. Penataan ulang ini pada prinsipnya tidak boleh melampoi susunan kekeluaraan yang sudah ada, atau menjelaskan diantara susunan yang sudah ada secara biologis, walaupun pada kenyataan pihak yang baru umumnya lebih tua dari pihak yang berinisiatif.
Peristiwa perkawinan antar suku (etnis) ini faktanya tak dapat dibendung oleh karena itu secara adat harus diselesaikan. Proses penyelesaian perkawinan yang demikian ini dilakukan melalui kegiatan yaitu dijadikan warga masyarakat adat Lampung yang disebut dengan istilah mewarei dan dapat pula dengan adopsi (pengangkatan anak). Pada umumnya warga asing ini diwareikan dengan salah satu keluarga sekampung dan sekebuwaian tetapi biasanya masih ada hubungan darah (berkerabat) dan kedudukan sebanding.
Disamping makna lain di atas kegiatan muwakhi ini juga dimaksudkan agar anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut akan mempunyai kelamo atau benulung orang Lampung sehingga hubungan kekerabatan menjadi bertambah erat. Selain itu yang bersangkutan akan menjadi bebas bergaul dalam masyarakat adatnya karena ia sudah berstatus sebagai warga Lampung. Konsekwensi lain tentunya dengan peristiwa ini pihak yang bersangkutan sudah terkena cepalo (orang) yang dianut oleh masyarakat adat yang bersangkutan. Untuk tertibnya acara maka didahulukan kegiatan mewarei baru kegiatan perkawinan dilangsungkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar