Senin, 11 April 2016

PEMBANGUNAN KULTUR DAN PENEGAKAN HUKUM DALAM MENCEGAH KEJAHATAN LINTAS NEGARA (Transnational Crime) DI PROVINSI LAMPUNG

PEMBANGUNAN KULTUR DAN PENEGAKAN HUKUM
DALAM MENCEGAH KEJAHATAN LINTAS NEGARA (Transnational Crime)
DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh: Abdul Syani


PENDAHULUAN

Sebelumnya istilah kejahatan transnasional merupakan pengembangan karakteristik dari bentuk kejahatan kontemporer yang disebut sebagai organized crime atau kejahatan terorganisir pada masa 1990an. Istilah ini  digunakan ntuk menjelaskan kompleksitas diantara kejahatan terorganisir, kejahatan kerah putih, dan korupsi yang melampaui batas negara dan berdampak  pada pelanggaran hukum di berbagai negara dengan karakteristik berbahaya.

Kemudian dalam perkembangannya, PBB menggunakan istilah kejahatan lintas negara sebagai kegiatan kejahatan dengan skala luas dilakukan oleh kumpulan organisasi yangmengeksploitasi pasar ilegal yang ada di lingkungan masyarakat internasional. Istilah kejahatan lintas negara digunakan salah satu keputusan PBB ke VIII, tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Para Pelanggar Hukum tahun1990, serta Konvensi Wina tentang Pencegahan dan Pemberantasan lalu lintas Ilegal narkotika dan Psikotropika tahun 1988. Hal ini berarti kejahatan yangmemiliki karakteristik: (1) melibatkan dua negara atau lebih, (2) pelakunya atau korbannya adalah warga negara di negara yang berbeda (Warga negara asing),dan (3) melampaui batas territorial satu negara atau lebih.

Menurut United Nations Convention on Transnational Organized Crime tahun 2000, kejahatan dapat dikatakan lintas negara atau transnasional apabila:

Dilakukan di lebih dari satu negara
Persiapan, perencanaan, pengarahan, dan pengawasan dilakukan di negara lain
Melibatkan kelompok kejahatan terorganisir, di mana kejahatandilakukan di lebih dari satu negara
Berdampak serius bagi negara lain

Krakteristik kejahatan lintas negara terkini adalah jaringan hubungan, kontak, dan relasi yang terbentuk di antara para pelaku di berbagai negara dunia. Kejahatan lintas negara, bukan disebabkan, tetapi difasilitasi oleh globalisasi ekonomi, meningkatnya jumlah heterogenitas dan jumlah imigran, serta berkembangnya teknologi informasi.

Tujuan  dan  kepentingan  untuk melakukan tindak kejahatan diantaranya adalah:

_____________
Dosen Tetap pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung.
Disampaikan pada seminar/dialog publik tentang Pencegahan Transnational Crimes di Provinsi Lampung. Diselenggarakan oleh Perkumpulan Masyarakat Madani (Permadani), pada hari Rabu, 30 Desember 2015, di Aula Wisma Unila.

1. Keinginan  untuk hidup mewah (ekonomi, kekayaan, harta  benda, karena desakan, kekurangan atau keserakahan);
2. keinginan untuk mencari popularitas;
3. keinginan  mendapat  status  atau  jabatan  (sosial,  politik, ekonomi);
4. kebutuhan seks yang tak terkendali;
5. keinginan untuk menjadi orang sakti (kuat);
6. keinginan menjadi orang terhormat/berwibawa; kebutuhan fasilitas.

Untuk mencapai tujuan atau kepentingan itu dapat dilakukan secara langsung  atau tak langsung (perantara). Secara langsung  berarti seseorang  dalam  usaha  mencapai kepentingannya  itu  bertindak dengan kemampuannya sendiri, yaitu dengan mengandalkan keterampilan,  keahlian,  kebiasaan, kekuatan  dan  cara-caranya  sendiri. Kemampuan  sendiri ini dipraktekkan langsung pada sasaran  secara tak  halal  dan  bertentangan dengan hukum  dan  peradaban  umum. Sedangkan  cara  yang tak langsung dilakukan  dengan  menggunakan perantara, diantaranya melalui jasa orang lain (seperti, jabatan, kekuasaan  orang lain); bisa juga melalui kekuatan magis.  Bentuk tindak  kejahatan dapat berupa aksi terror, aksi pengaruh  dengan akal/  pikir, kekerasan/penganiayaan  (terbuka/terang),  Penipuan (gelap), dan dengan menggunakan kekuatan supernatural (magis). (Abdul Syani, 2012. Makalah: Metode Sosio-Kultural Penanggulangan Kejahatan).

Perkembangan dan modus operandi atau bentuk bentuk  dari kejahatan  lintas negara terbentuk seiring dengan dinamika masyarakat dan kemajuan teknologi yang diciptakan oleh manusia. Setiap peluang atau kesempatan selalu dimanfaatkan oleh individu, kelompok dan organisasi  yang terorganisir, termasuk negara,  dengan metode atau cara apa saja yang penting tujuan tercapai
Karakteristik kejahatan lintas negara sangat beragam, sebagai akibat globalisasi, migrasi atau pergerakan manusia, perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan trasnportasi  yang sangat pesat, keadaan  ekonomi, dan tidak stabilnya politik global. Kejahatan lintas negara terorganisir, dipelopori oleh mereka yang memiliki ideologi tertentu yang menguasai IPTEk dan fasilitas relatif canggih. Berbagai fasilitas dan kemajuan teknologi  yang tersedia, selalu dimanfaatkan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan, walaupun hal itu harus mengorbankan pihak tertentu. Menurut M.J.Saptenno, sepanjang manusia  masih diselimuti oleh berbagai keinginan atau nafsu untuk memuaskan dirinya dan  kelompok yang mempunyai ideologi yang sama,  baik untuk berkuasa, memiliki harta kekayaan, merusak,  menyusahkan,  membunuh orang lain atau kelompok lain, tindakan  balas dendam,  dan sebagainya,  maka kejahatan tidak mungkin dapat dihapuskan.
Oleh karena itu untuk dapat mengantisipasi agar tidak berkembang dan berurat akar dalam tatanan negara-negara dunia, maka perlu metode pendekatan khusus yang canggih pula dalam berbagai bidang dan tidak kalah maju dari para pelopor tindak kejahatan lintas negara tersebut.   Dalam hal ini tentu perlu perubahan paradigm berpikir atau cara pandang  juga membutuhkan sentuhan sentuhan tertentu melalui cara-cara yang elegan dan tidak frontal semata.    
II.   BENTUK BENTUK KEJAHATAN LINTAS NEGARA
Beberapa bentuk kejahatan lintas negara  yang dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.  Menurut Undang Undang Nomor  5 Tahun 2009 Tentang Retifikasi  United Nation Convention on Transnational Organized Crime ( UN TOC ) kategori kejahatan lintas negara, yaitu:
a. Pencucian uang
b. Korupsi
c. Perdagangan manusia
d. Penyelundupan
e. Migran serta produksi
f. Perdagangan gelap senjata api
Konvensi juga mengakui kejahatan  terorisme dan narkoba  termasuk dalam kategori kejahatan lintas negara.
2. Menurut ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime ( ASEAN PACTC ) bentuk bentuk kejahatan lintas negara, yaitu:
a.  Perdagangan gelap narkoba
b.  Perdagangan manusia
c.  Sea Piracy ( Pembajakan Laut )
d.  Penyelundupan senjata
e.   Pencucian uang
f.   Terorisme
g.  International Economic Crime
h.  Cyber Crime
Perkembangan berikut yang muncul adalah :
a.  Pencurian dan penyelundupan objek objek budaya
b.  Perdagangan organ-organ tubuh manusia
c.  Environmental Crime ( illegal logging, illegal fishing )
d.  Cyber crime
e.   Computer related crime (www.deplu.gp.id)
Semua bentuk kejahatan lintas negara di atas berkembang sesuai dengan dinamika masyarakat internasional, dan semakin tidak terkendali jika tidak ditempuh langkah-langkah strategis dalam mencegah atau meminimalisir ruang gerak dari para pelopor dan pengikutnya.
3. Menurut Nota Kesepahaman antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepolisian Federal Australia tentang Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara dan Pengembangan Kerjasama Kepolisian tertanggal 13 Juni 2002 pada Pasal 6 Kejahatan Lintas Negara yang diprioritaskan adalah
Terorisme;
Perdagangan gelap narkotika dan obat-obat terlarang lainnya;
Perdagangan dan Penyelundupan Manusia;
Pencucian uang;
Tindak Pidana Teknologi Tinggi;
Penyelundupan senjata;
Kejahatan ekonomi lintas negara;
Korupsi;
Penangkapan ikan secara ilegal;
Perompakan dilaut;
Kejahatan Lingkungan.
Menurut Renstra Polri 2010-2014
Polri membagi kejahatan ke dalam 4 (empat) golongan / jenis yaitu:
kejahatan konvensional, seperti kejahatan jalanan, premanisme, banditisme, perjudian dll;
kejahatan transnasional, yaitu : terorisme, illicit drugs trafficking, trafficking in persons, money loundering, sea piracy and armed robbery at sea, arms smuggling, cyber crime dan international economic crime;
kejahatan terhadap kekayaan negara seperti korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, penyelundupan barang, penggelapan pajak, penyelundupan BBM; dan
Kejahatan yang berimplikasi kontijensi adalah : SARA, separatisme, konflik horizontal dan vertikal, unjuk rasa anarkis, dan lain-lain (Renstra Polri 2010-2014).
 Sementara itu bentuk-bentuk kejahatan lintas negara yang terjadi di daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya daerah yang berbatasan langsung dengan negara negara tetangga, atau  wilayahnya yang memiliki karakter khusus, ternyata  sangat rentan dan potensial bagi terjadinya kejahatan lintas negara.
Khususnya Provinsi Lampung termasuk rentan terhadap perkembangan kejahatan lintas negara, karena karakteristiknya yang multikultural, multietnis, heterogenitas penduduk, ketimpangan ekonomi yang cukup signifikan. Pada akhirnya cenderung individualis yang melemahkan persatuan dan kebersamaan dalam memelihara keamanan dari ancaman kejahatan, khususnya kejahatan lintas negara.
Provinsi Lampung dapat dikategorikan sebagai salah satu provinsi yang berciri multikultur dengan keragaman bahasa, agama, adat-istiadat, golongan, dengan wilayah laut yang luas, dapat diasumsikan menyimpan potensi menarik minat penjahat untuk bermukim dan membangun strategi kejahatan, dan tidak menutup terjadinya gerakan kejahatan lintas negara.
Bentuk-bentuk kejahatan lintas negara yang potensial terjadi di Provinsi Lampung diantaranya adalah sebagai berikut:
a.  Illegal Oil
b.  Illegal Fishing
c.  Illegal Logging
d.  Penyelundupan Narkoba ( Narkotika dan Obat Obat Terlarang )
e.  Terorisme
f.   Traffiking, dll.
Di wilayah Lampung juga berpotensi  untuk terjadinya penyelundupan senjata api illegal karena wilayah terbuka dan berbatasan dengan laut yang luas. Kejahatan lainnya yang perlu diwaspadai, pengawasan dan pengkajian berkelanjutan adalah perkembangan kejahatan pencurian sumberdaya alam dengan menggunakan teknologi tinggi/canggih, misalnya  menyedot gas dan  minyak,  pasir hitam, penggalian liar batu alam bukit/gunung, terumbu karang pada wilayah-wilayah perbatasan antar negara pada provinsi tertentu, tidak tertutup untuk Provinsi Lampung.

III. MEMBANGUN KURTUR DAN PENEGAKAN HUKUM DALAM UPAYA MENCEGAH KEJAHATAN LINTAS NEGARA
1.   Pendekatan Kearifan Lokal untuk Membangun Kultur Pencegahan Kejahatan Lintas Negara di daerah
Beberapa pendekatan melalui kearifan lokal yang dapat dilakukan dalam rangka membangun kultur upaya pencegahan kejahatan lintas negara di darah, yaitu:
1.1  Pendekatan Agama
Implementasi pencegahan kejahatan lintas negara di daerah melalui pendekatan agama merupakan salah satu kunci keberhasilan menarik perhatian dan partisipasi masyarakat sebagai mirta kerja. Sebagaimana dinyatakan KH Hasyim Muzadi (2009), beragama yang benar akan membuahkan sikap toleransi serta inklusif dengan berbagai perbedaan.
Untuk implementasi di Provinsi Lampung, tentu tidak akan bisa sama penerapannya dengan Provinsi lainnya. Perbedaan mayoritas agama di antara provinsi tentu dibutuhkan implementasi yang berbeda, paling tidak disepakati untuk teleransi tertinggi terhadap agama mayoritas. Lampung yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tentu tidak dapat menerapkan sistem kerja sebagaimana di Manado. Demikian halnya sebaliknya. Perbedaan-perbedaan subtansial ini dapat menjadi pijakan aparat penegak hukum untuk mencari solusi dalam mengimplementasikan program pencegahan kejahatan dalam masyarakat.
Bagi daerah memiliki multi agama, seperti di Lampung, maka dapat dilakukan dengan mempertemukan tokoh-tokoh agama setempat secara berkala untuk berdialog bertukar pikiran, khususnya dalam membangun persatuan dan kebersamaan dalam mencegah kemungkinan masuknya kejahatan lintas negara. Dari hasil dialog ini diharapkan pihak aparat penegak hukum bersama tokoh-tokoh agama lebih mudah melaksanakan program keamanan ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Melibatkan tokoh agama akan meminimalisir perbedaan-perbedaan yang mungkin akan timbul dalam pelaksanaan program pencegahan tindak kejahatan dan penegakan hukum.
1.2  Pendekatan Bahasa Lokal
Pendekatan bahasa merupakan faktor penting dalam keberhasilan program pencegahan kejahatan. Secara tidak langsung bahasaa akan memudahkan jalinan komunikasi antara personel penegak hukum dengan masyarakat lokal.Pendekatan bahasa merupakan salah satu cara untuk mengetahui kondisi dan masalah kehidupan masyarakat setempat. Bahasa merupakan sarana pendekatan paling efektif (www.wikipedia.org).
Oleh karena itu setiap personil aparat penegah hukum, khusunya pihak kepolisian, diharapakan faham dan mampu berbahasa daerah di mana dia bertugas agar memudahkan komunikasi. Karena, harus diakui, masih banyak masyarakat Indonesia di daerah yang belum faham dan tidak mengerti dengan bahasa Indonesia. Dengan memahami bahasa daerah setempat secara tidak langsung akan mendekatkan pihak penegak hukum dengan masyarakat. Interaksi sosial akan lebih mudah tercapai dengan bahasa daerah. Dengan demikian dengan mudah bersama-sama masyarakat bersatu mencegah masuknya aktor-aktor kejahatan di wilayah setempat.
1.3  Pendekatan Budaya Lokal
Pendekatan khusus ini menjadi penting dalam implementasi pencegahan masuknya ideologi dan tindak kejahatan dalam kehidupan masyarakat setempat. Hal ini perlu dilakukan, karena masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang masih efektif  menggunakan norma hukum adat dalam menyelesaikan masalah. Jika pendekatan lembaga atau istitusi adat dan tokoh-tokoh adat dapat berjalan, maka secara tidak langsung akan mendukung keamanan dalam negeri, di daerah-daerah, khususnya provinsi Lampung. Herman RN (2009), salah seorang aktivis jaringan Komunitas Adat (JKMA) menyatakan bahwa, yang memahami tentang masyarakat di suatu tempat adalah orang-orang yang dipilih oleh masyarakat setempat, yang telah berbaur bersama masyarakat setempat.
Salah satu pendekatan kearifan lokal Lampung sebagai benteng pertahanan sosio-kultural dan persatuan masyarakat, yaitu adat angkon muwakhi dan piil pesenggiiri. Angkon muwakhi artinya angkar saudara atau pengakuan bersaudara terhadap orang lain sebagaimana saudara kandung. kata muakhi berasal dari kata puakhi, artinya saudara kandung dan saudara sepupu dari pihak bapak maupun ibu. Selain itu, terdapat juga istilah kemuakhian yaitu sistem persaudaraan antarmarga, sedangkan minak muakhi berarti lingkungan persaudaraan.

Mengacu pada prinsip hidup Piil Pesenggiri, masyarakat Lampung selalu bersifat terbuka dalam berhubungan dengan sesama warga baik warga adat Lampung maupun bukan sesuai dengan unsur nemui nyimah dan nengah nyappur. Dalam persepektif budaya Lampung seseorang atau keluarga dapat diposisikan sebagai saudara (puakhi) karena keturunan, hubungan perkawinan, atau proses adopsi (angkonan). Ringkasnya, jika tali persaudaraan antara warga Lampung dapat dijalin sesuai dengan tujuan tradisi, maka tradisi ini dapat memperkuat hubungan persatuan masyarakat sebagai sumber kekuatan dalam mencegah terjadinya konflik, khususnya mencegah masuknya ideologi dan tindak kejahatan.

Piil pesenggiri merupakan tatanan moral masyarakat Lampung dibangun dalam suatu sistem yang dikenal dengan Piil Pesenggiri, sebagai etos yang memberikan pedoman bagi perilaku dan bagi masyarakat untuk membangun karya-karyanya. Piil Pesenggiri  mengandung pandangan hidup masyarakat yang diletakkan sebagai pedoman dalam tata pergaulan untuk memelihara kerukunan, kesejahteraan dan keadilan. Piil Pesenggiri merupakan harga diri yang berkaitan dengan perasaan kompetensi dan nilai pribadi, atau merupakan perpaduan antara kepercayaan dan penghormatan diri. Seseorang yang memiliki  Piil Pesenggiri yang kuat, berarti mempunyai perasaan penuh keyakinan, penuh tanggungjawab, kompeten dan sanggup mengatasi masalah-masalah kehidupan.
Piil Pesenggiri ini mencakup 4 (empat) elemen yang saling berhubungan satu sama lainnya, yaitu Bejuluk Beadek, Nemui Nyimah, Nengah Nyapur, Sakai sambaian. Jika Nilai-nilai yang terkandung dalam piil pesengiri itu dapat dibangun, dipelihara dan diamalkan dalam kehidupan masyarakat, maka tradisi ini dapat memperkuat hubungan persatuan dan kerukunan masyarakat. Dengan persatuan dan kerukunan yang kuat melekat pada kehidupan masyarakat, maka segala masalah dapat diselesaikan bersama, di samping sebagai sumber kekuatan dalam mencegah masuknya ideologi dan tindak kejahatan, baik lingkungan sekitar, maupun kejahatan lintas negata.
 Memelihara Komitmen Kultur berorientasi pada Supermasi Hukum
Pada hakekatnya sikap dan perilaku anggota Polri yang terlihat dan tervisualisasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya maupun dalam kehidupan sehari-hari, adalah Polisi yang berorientasi pada supremasi hukum, moral dan etika serta kepentingan masyarakat dengan menjunjung tinggi HAM, demokratisasi yang berkeadilan serta Polisi yang mewujudkan Good Governance, sehingga masyarakat akan melihat dengan jelas serta mengakui Polisi yang profesional dan bisa dijadikan suri tauladan, baik dalam upaya, kegiatan dan pekerjaannya memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, dalam memberikan perlindungan, pengayoman pelayanan masyarakat, dalam menegakkan hukum maupun dalam perlilaku kesehariannya.
Masyarakat mendambakan kehadiran Polisi akan menumbuhkan perasaan aman, hilangnya keresahan dan ketakutan serta terjaminnya kepastian hukum, sehingga proses kehidupan masyarakat akan berlangsung tanpa kehawatiran terjadinya gangguan keamanan terhadap pribadi maupun kolektif.
Oleh karena itu tugas kepolisian terutama dalam rangka penegakan hukum harus memperhatikan asas-asas yang melekat dalam fungsi kepolisian, antara lain :
1. Asas legalitas; adalah segala tindakan kepolisian yang dilakukan harus berdasarkan atas hukum atau kuasa undang-undang;
2. Asas kewajiban; yaitu apa yang dilakukan oleh kepolisian karena melekat kewajibannya yang diemban, sehingga dalam menyelenggarakan tugasnya dengan penuh keiklasan, penuh dedikasi tanpa adanya pamrih semata-mata untuk kepentingan tugas;
3. Asas partisipasi; yakni tindakan yang dilakukan kepolisian diusahakan mendapat dukungan atau partisipasi dari masyarakat, karena tugas-tugas yang diemban oleh kepolisian tidak akan dapat terwujud sesuai harapan tanpa adanya dukungan dan partisipasi dari masyarakat, yakni dalam bentuk komitmen masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam mewujudkan polisi yang mandiri, professional dan memenuhi harapan masyarakat;
4. Asas preventif; bahwa tindakan kepolisian lebih menguta- makan pencegahan dari pada penindakan; dan
5. Asas subsidiaritas; adalah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya kepolisian mengadakan bantuan dan hubungan serta kerja sama dengan berbagai pihak baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang bersifat fungsional. Asas subsidiaritas ini menurut Indriyanto Seno Adji diartikan, bahwa untuk mencapai suatu tujuan diperlukan tindakan lunak guna mengatasi keadaan (Agung Yudha A.N.,

1.5  Memahami Karakteristik Masyarakat Lokal
Multikultural Indonesia memang harus difahami secara mendalam oleh setiap personil aparat penegak hukum, khususnya kepolisian yang bertugas dalam polmas. Perbedaan karakter masyarakat antara satu provinsi dengan provinsi lainnya sangat penting difahami dan dipelajari. Karakteristik masyarakat yang keras tentu berbeda menghadapinya saat bertemu dengan karakteristik masyarakat yang santun. Masyarakat Lampung, Jawa, Batak memiliki karakteristik tersendiri, begitupun dengan masyarakat Bugis, Bali, Dayak, memiliki karakteristik sendiri pula sebagaimana masyarakat yang ada di provinsi lainnya. Semuanya memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dengan memahami karakteristik masyarakat lokal, maka pihak aparat penegak hukum dapat dengan mudah bersatu dengan masyarakat dalam rangka upaya bersama mengegah masuknya ideologi dan kejahatan lintas negara.
1.6  Pendekatan Ekonomi Masyarakat Lokal
Permasalahan ekonomi masyarakat menjadi salah satu pilar keberhasilan implementasi pencegahan timbulnya kejahatan. Tatanan ekonomi yang berbeda antara satu daerah dengan daearah lainnya juga bagian dari kerifan lokal yang harus difahami oleh pihak aparat penegak hukum. Kegiatan masyarakat yang terlibat langsung dengan hutan dan laut, adalah usaha masyarakat dalam meningkatkan perekonomian keluarga. Lahan pekerjaan tersebut diakui sangat rentan terhadap penyalhgunaan dan penyelewengan, khususnya dari oknum-oknum tertentu.
Masyarakat masih banyak yang menerapkan tanah ulayat dan tanah adat yang dikelola secara bersama-sama. Bahkan, tidak sedikit dari permasalahan lahan ini menjadi pemicu konflik antara warga. Dalam hal ini peran aparat penegak hukum, khususnya Polisi sangat dibutuhkan guna mencegah terjadinya pemanfaatan oleh oknum tertentu yang akan mengambil keuntungan sepihak.
Kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya harus mempu menjembatani kelompok-kelompok ekonomi di daerah yang telah terbentuk, termasuk kelompok-kelompok ekonomi yang dibentuk oleh lembaga-lembaga independent, tentunya memiliki perbedaan dalam hal pengelolaan ekonomi kedaerahan, khususnya yang terkait dengan ekonomi dari sumber daya hutan dan laut. Aparat penegak hukum harus mampu membangun kerja sama dengan kelompok bisnis, serta kelompok-kelompok maupun organisasi-organisasi setempat guna meningkatkan kepedulian dan kerja sama dalam menjaga dan mewujudkan kamtibmas dan kepentingan bersama, termasuk mencegah masuknya kejahatan lintas negara di daerah.
2. Memelihara komitmen dan Implementasi Pencegahan Kejahatan Lintas Negara sesuai Nota Kesepahaman Antar Negara
Terkait dengan upaya internasional dalam pencegahan kejahatan lintas negara, Sekjen PBB Ban Ki Moon,  mengatakan bahwa ancaman kejahatan lintas negara  meningkat dari waktu ke waktu,  namun kemampuan negara-negara terbatas (www.deplu.go.id).
Namun demikian sampai kini negara-negara dunia masih mengalami kesulitan mendeteksi dan menghadapi  kekuatan kejahatan lintas negara yang terorganisir, karena tingkat penguasaan kemajuan teknologi masih jauh lebih efektif. Jejak kejahatan terorganisir ini sangat terselubung, gerakan di bawah tanah, tidak membutuhkan popularitas, tapi memerlukan rencana yang matang, disiplin, kreativitas, target dan capaian maksmal. Mereka menganut prinsip NKS (niat, kesempatan, sikat). Negara negara penggiat pencegah kejahatan lintas negara sering berhadapan dengan musuh dalam selimut, karena kemampuan mereka  untuk mengelabui dan berjuang melalui jaringan  dibawah tanah tersebut jauh lebih mahir. Untuk Indonesia, justeru aparat penegak hukumnya nampak di mana-mana, di media TV., media cetak, bahkan mengumumkan pada publik tentang strateggi yang akan diterapkan dalam memburu pelaku kejahatan. Kondisi ini justeru menjadi sinyal pelajaran bagi penjahat, sehingga semakin tidak tersentuh hukum. Bagai kucing memakai kalung krincing, ke mana dia pergi selalu berbunyi, sehingga tikus aman dipersembunyian mengintip kucing sibuk beraksi..
Dalam upaya pencegahan kejahatan lintas negara itu diperlukan keterlibatan berbagai pihak termasuk masyarakat, untuk siaga dan waspada  terhadap tantangan, hambatan, ancaman dan  gangguan  serta  peduli terhadap keamanan nasional dan internasional. Menghadapi ancaman kejahatan internasional membutuhkan komitmen yang kuat  dan kemuan bersama  dari seluruh  negara dan berbagai komponen terkait,  yang mempunyai kepentingan untuk terciptanya keamanan global keamanan  pada kawasan tertentu, maupun  keamanan dalam negeri masing masing negara.
Upaya-upaya internasional yang dilakukan selama ini antara lain :
1.  Kerjasama
2.  Kemiteraan dan solidaritas negara negara mitra dialog
 Lingkup kerjasama yang dikembangkan selama ini   adalah:
1.  Bidang informasi intelijen dalam rangka penegakkan hukum
2.  Operasi bersama
3.  Pembentukan Kantor Penghubung
4. Bantuan Kerjasama untuk pengembangan sumberdaya manusia dan peralatan  (www.deplu.go.id)
Kemiteraan dan solidaritas selalu dilaksanakan oleh berbagai negara dengan tujuan utama adalah memberantas  dan mencegah meluasnya kejahatan lintas negara. Jika dicermati ternyata terdapat kemajuan yang cukup berarti, namun disisi lain terdapat banyak hambatan yang patut ditanggulangi secara bersama.
Untuk itu perlu diambil langkah-langkah yang sifatnya konprehensif dan sifatnya represif serta preventif.  Dalam proses penegakkan hukum misalnya ternyata hukuman yang berat tidak selamanya membuat efek jera bagi pelaku kejahatan lintas negara. Tindakan Densus 88 yang selalu menembak mati pelaku teroris, sebenarnya tidak membawa efek jera yang signifikan, malah menimbulkan antipati dan melahirkan generasi baru yang  mungkin saja lebih radikal.  Untuk itu perlu dicari terapi  atau alternatif pemecahan lain yang tepat, sehingga bermanfaat untuk menanggulangi atau mengeliminir kejahatan lintas negara.
Menghadapi kasus korupsi yang marak saat ini  dimana uang hasil perbuatan korupsi dibawa lari keluar negeri,  maka yang  harus dilakukan  adalah proses penyadaran, pencegahan  dan berupaya untuk mengembalikan uang negara yang dikuras, bukan pilihan utama semua  diarahkan untuk  menjatuhi hukuman yang seberat-beratnya. Apalah artinya  hukuman berat,  namun uang negara terus dikuras dengan cara cara yang  bertentangan dengan hukum. Perlu diciptakan preseden yang dapat ditiru dan hal itu menguntungkan negara  dan masyarakat, bukan menambah beban bagi negara malah masyarakat tetap miskin akibat perbuatan korupsi.
Begitu pula pendekatan yang harus dilakukan terhadap kasus kasus kejahatan lintas negara yang lain. Pendekatan dengan metode yang tepat kemnungkinan lebih relevan dibandingkan dengan pendekatan represif .      
Terkait dengan upaya penanggulangan kejahatan lintas negara, maka langkah langkah stategis yang dapat ditempuh yakni perlu adanya pemerataan pembangunan demi  kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Prinsip prinsip keadilan perlu disebarkan secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan kenegaraan  sehingga dapat dirasakan oleh berbagai lapisan  masyarakat secara proporsional.  Berupaya untuk membangun kesadaran secara global tentang perlindungan dan penghargaan terhadap eksistensi  manusia dan  kemanusiaan serta penegakkan dan  pemenuhan hak hak asasi manusia. Membangun tata ekonomi dan politik dunia yang adil, dimana negara-negara besar tidak mendominasi negara miskin dan berkembang.
Suatu hal yang perlu mendapat perhatian serius khusus bagi bangsa Indonesia  yakni kewaspadaan nasional yang  harus tetap ditumbuhkembangkan. Tidak boleh lengah dalam menghadapi setiap ancaman  kejahatan lintas negara. Pemerintah tidak  harus selalu  mengambil tindakan represrif,  namun dalam kondisi dan kasus tertentu,  tindakan preventif harus dikedepankan.
Membangun solidaritas bukan hanya diantara sesama negara korban kejahatan lintas negara namun berupaya untuk merangkul berbagai organisasi dan individu, yang terlibat dalam kejahatan lintas negara dengan metode atau cara tertentu, sebagai bagian dari upaya  membangun tata dunia yang aman dan damai.
Dalam setiap kebijakan maupun aktivitas  maka pemerintah maupun masyarakat harus  tetap konsisten dan konsekwen dalam berbicara dan bertindak. Dengan demikian seluruh upaya yang dilakukan dapat meminimalisir  atau setidaknya dapat  menanggulangi berbagai kejahatan lintas negara. Artinya sebagai penguasa atau pemerintah,  antara ucapan dan tindakan harus selaras dan konsisten serta konsekwen .
Bibit-bibit  kejahatan tetap saja tumbuh dan  menghantui kehidupan berbangsa dan bernegara, serta  masyarakat internasional.  Oleh karena itu perlu ditempuh kebijakan dan  tindakan yang sifatnya represif, serta  menyeluruh dengan tetap memandang bahwa kejahatan lintas negara adalah musuh bersama yang perlu dikaji dan dicari alternatif pemecahannya.
3. Implementasi  Pencegahan Kejahatan Lintas Negara
Dalam Nota Kesepahaman antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepolisian Federal Australia tentang Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara, pada pasal 5, dijelaskan bahwa untuk menjamin pelaksanaan Nota Kesepahaman ini secara efektif, Para Pihak akan menggunakan strategi-strategi sebagai berikut:
Pertukaran informasi intelijen dalam rangka penegakan hukum.
Para Pihak menyadari pentingnya mengembangkan dan meningkatkan kemampuan melalui pertukaran informasi intelijen yang berkaitan dengan berbagai jenis kejahatan lintas Negara;
Kelompok Kerja Bilateral akan mengembangkan strategi-strategi untuk membangun jaringan kerja dan pengaturan hubungan yang sudah ada;
Peningkatan manajemen informasi akan membantu dalam mengenali dan mengembangkan peluang-peluang penyidikan terhadap berbagai jenis kejahatan lintas negara.
Kegiatan Operasi Bersama
Para Pihak menyadari pentingnya dan manfaat kerjasama dalam operasi-operasi penegakan hukum bersama. Operasi-operasi Bersama ini akan memberikan peluang bagi lembaga-lembaga penegak hukum untuk menggagalkan dan membongkar kejahatan-kejahatan lintas Negara;
Kelompok Kerja Bilateral akan mengembangkan dan meningkatkan strategi maupun prosedur-prosedur Operasi Bersama. Operasi-operasi ini dapat dikembangkan melalui jaringan kerja dan pengaturan-pengaturan hubungan (liaison) yang sudah ada;
Kelompok Kerja Bilateral menjamin bahwa Strategi Pengawasan Operasi Bersama tetap terpelihara. Kelompok ini juga akan memberikan arahan pada operasi-operasi penanggulangan kejahatan lintas negara dan mengevaluasi implikasi-implikasi dari operasi tsb terhadap sumber daya organisasi;
Kelompok Kerja Bilateral akan menyusun dan menyepakati Protokol yang mengatur tentang:
Menetapkan dan menyiapkan target operasi bersama;
Menyiapkan rencana pelaksanaan operasi bersama;
Pengelolaan para informan;
Sumber-sumber daya organisasi terutama dalam pendanaan;
Pengelolaan dan pengamanan informasi.
Bentuk Kerjasama lainnya. Kerjasama dalam peningkatan kemampuan kelembagaan melalui cara-cara seperti:
Pertukaran personil untuk tugas belajar;
Program Pelatihan;
Penyediaan peralatan;
Menghadiri seminar, konferensi dll.
Untuk memfasilitasi pelaksanaan Nota Kesepahaman ini, Ko-ordinator yang bertugas/ditunjuk oleh Para Pihak berfungsi sebagai mediator dan fasilitator.
Implementasi konvensi internasional tentang Kejahatan Lintas Negara, dilakukan pada beberapa kegiatan yang telah memberikan manfaat bagi keamanan dalam negeri maupun keamanan kawasan, misalnya upaya pencegahan dan penggulangan pembajakan dilaut, terorisme, pencucian uang dan sebagainya. Akan tetapi masih banyak yang belum dilaksanakan secara efektif.  Untuk itu diharapkan adanya kemauan politik serta komitmen yang kuat dari pemerirntah dalam membangun kekuatan internal dan menjalin hubungan kerjasama yang lebih baik diwaktu mendatang. Semua potensi yang tersedia harus dimanfaatkan secara maksimal agar dapat bermanfaat bagi kepentingan keamanan bersama. Jika penjahat memiliki prinsip NKS (niat, kesempatan, sikat), maka harus diimbangi oleh niat yang tulus, segera gunakan kesempatan/peluang/fasilitas yang ada, lalu raih kebenaran/kebaikan yang bermanfaat bagi sesama jauh dari ancaman kejahatan.
Khususnya upaya pencegahan kejahatan dan penegakan hukum di Lampung, pada umumnya terjadi tindakan yang inkonsistensi yang kosisten atau kesalahan terkultur menjadi tindakan lazim, seperti perbuatan begal menjadi icon kebanggan.  Dalam banyak hal terjadi tindakan tidak konsisten,  dan ketika  muncul masalah, tampak biasa seakan tidak kehilangan kesempatan, akibatnya hasil kerja yang terburu-buru tidak maksimal.
Oleh karena itu implementasi konvensi internasional dalam upaya pencegahan kejahatan lintas negara, harus didasarkan pada kesadaran  dan prinsip-prinsip penerapan yang tepat, sehingga dapat  menjadi acuan dalam membangun tatanan dunia baru yang adil dan sejahtera tanpa ada sekat sekat yang memisahkan manusia berdasarkan suku,etnis, , agama dan  ras. M.J.Saptenno http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/hukum-tata-negara/127-overview-kejahatan-lintas-negara-terorganisir



Sumber Bacaan:

Abdul Syani, 1987. Sosiologi Kriminalitas. Penerbit: Remadja Karya, Bandung.
__________, 2012. Makalah: Metode Sosio-Kultural Penanggulangan Kejahatan
ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime ( ASEAN PACTC ), www.deplu.go.id
Herman RN (2009), aktivis jaringan Komunitas Adat (JKMA)
Keputusan PBB ke VIII,1990. Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Para Pelanggar Hukum.
KH Hasyim Muzadi, 2009. Pernyataan: beragama yang benar akan membuahkan sikap toleransi serta inklusif dengan berbagai perbedaan.
M.J.Saptenno http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/hukum-tata-negara/127-overview-kejahatan-lintas-negara-terorganisir
Nota Kesepahaman antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepolisian Federal Australia tentang Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara dan Pengembangan Kerjasama Kepolisian tertanggal 13 Juni 2002.
Renstra Polri 2010-2014. Tentang 4 (empat) Pembagian/golongan Kejahatan.
Sekjen PBB Ban Ki Moon,  mengatakan bahwa ancaman kejahatan lintas negara  meningkat dari waktu ke waktu,  namun kemampuan negara-negara terbatas (www.deplu.go.id).
United Nations Convention on Transnational Organized Crime, 2000.
Undang Undang Nomor  5 Tahun 2009. Tentang Retifikasi  United Nation Convention on Transnational Organized Crime ( UN TOC )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar