Senin, 18 April 2016

HAMBATAN KULTURAL DALAM PEMBANGUNAN

HAMBATAN KULTURAL DALAM PEMBANGUNAN
Oleh: Abdul Syani


Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa dalam kenyataannya telah banyak terjadi erosi nilai-nilai budaya, ketimpangan sosial, pelanggaran norma sosial dan hukum. Hal ini dapat dilihat dari tumbuhnya berbagai gejala, seperti kemiskinan, prustrasi, apatisme, kenakalan remaja, pengangguran dan bahkan kejahatan. Penyebab utamanya adalah justeru karena ketidakmampuan masyarakat dalam menyerap dan menguasai kemajuan teknologi, di samping karena rendahnya kemampuan masyarakat untuk menciptakan teknologi yang berakar dari budaya sendiri. Akibatnya, tujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat menjadi keliru arah. Demikian juga dengan upaya alih teknologi banyak mengakibatkan teknisi dan operatornya bingung sendiri. Kondisi ini kemudian membuat masyarakat menjadi semakin bimbang, gelisah dan cemas. Menurut Emile Durkheim disebut sebagai keadaan anomie, yaitu suatu keadaan kehidupan masyarakat di mana pada satu sisi telah meninggalkan nilai-nilai lama, sementara pada sisi lain nilai-nilai baru belum tumbuh dan dikuasai secara kuat.

Dalam kehidupan masyarakat modern, telah amat banyak tumbuh pola kehidupan yang cenderung mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan sendiri. Harapannya adalah agar segala hubungan sosial dapat memcerminkan efisiensi yang didasarkan pada potensi peranan. Dalam proses pertumbuhannya terbentuklah kebudayaan modern yang amat banyak mengenal kelompok, dan pembagian kerja yang heterogen, berbelit-belit dan fungsi yang beraneka ragam. Kebudayaan modern merupakan suatu kompleksitas kepentingan yang berangsur meninggalkan prinsip keterikatan terhadap tradisi dan norma-norma hukum adat.

Tidak sedikit kenyataan menunjukkan bahwa pelaksanaan program keluarga sejahtrera, pemberdayaan potensi budaya, dan ekonomi kerakyatan kurang berhasil maksimal; sering terjadi konflik antara pihak agen pembangunan dengan anggota masyarakat adat pada umumnya. Agen pembangunan masih kurang mapan dalam mengemban tugas; masih ada kelemahan dalam beradaptasi dengan tradisi masyarakat adat setempat. Agen pembangunan kurang memperhitungkan keberadaan institusi tradisional yang masih hidup tumbuh dalam kehidupan masyarakat adat. Program pembangunan ekonomi kerakyatan sering kurang memperoleh dukungan masyarakat. Benturan yang sering menjadi dilema adalah karena di satu pihak masyarakat adat, khususnya masyarakat adat Lampung Saibatin masih tergantung pada norma hukum adat dan masih tunduk pada tokoh-tokoh adatnya, sementara di pihak lain mereka dihadapkan dengan cara-cara kerja yang dianggap rumit dan relatif asing, kendatipun pada dasarnya mereka mempunyai keinginan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Ada beberapa hambatan kultural yang acapkali berlawanan dengan kegiatan pelaksanaan program pembangunan, yaitu antara lain adalah sebagai berikut:

1. Anggota masyarakat enggan (ragu) mengikuti langkah-langkah program pembangunan; mereka masih lebih condong tunduk kepada institusi lokal yang sarat mengandung norma-norma hukum adat;
2. Innovasi baru tentang teknik peningkatan Keluarga Sejahtera yang ditawarkan oleh kader-kader pembangunan pada umumnya belum dapat dipahami sebagai unsur kepentingan sendiri. Tidak sedikit muncul perilaku yang kontradiktif terhadap pelaksanaan program pembangunan; masih ada prasangka buruk terhadap innovasi baru tentang kegiatankegiatan yang berhubungan dengan upaya pembangunan kesejahteraan masyarakat;
3. Masyarakat lokal pada umumnya masih menganggap institusi lokal/tradisi dan hukum adat setempat sebagai pedoman pergaulan dan kehidupan masyarakat yang lebih baik; alasannya karena belum ada pedoman kerja baru yang membuktikan secara nyata dapat memenuhi kepentingan masyarakat, khususnya peningkatan kualitas kesejahteraan;
4. Tokoh-tokoh adat pada umumnya belum menunjukkan adanya peluang untuk melakukan perubahan dan penyesuaian institusi tradisional dengan institusi-institusi modern yang lebih menjanjikan kecepatan dalam upaya peningkatan kualitas kesejahteraan. Akibatnya anggota masyarakat yang selama ini masih menghormati dan patuh terhadap nasehat/anjuran para tokoh adat tersebut tetap terbelenggu dalam lingkaran tradisi lokal yang berlaku;
5. Inisiatif para generasi muda dalam usaha menciptakan  pola kerja  baru  yang berkaitan dengan peningkatan  kualitas hidup  yang lebih baik, ternyata masih  relatif terbatas. Khususnya bagi mereka yang terlahir sebagai keturunan ningrat pada umumnya lebih banyak tinggal dalam lingkungan setempat, sehingga tidak memiliki kesempatan banyak untuk mencari pengalaman keluar.

Sikap tradisional lainnya yang dapat menghambat proses perubahan menurut Soerjono Soekanto (1982) adalah suatu sikap yang mengagung-agungkan tradisi dari masa lampau, serta anggapan bahwa tradisi tersebut secara mutlak tak dapat dirubah. Akan menjadi lebih parah, apabila golongan konservatif berkuasa dalam masyarakat yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar