Senin, 23 September 2019

PENGHARGAAN TERHADAP KEPENTINGAN INDIVIDU

Oleh:


Abdul Syani




Dalam pergaulan hidup bermasyarakat sering kali orang tidak menganggap penting untuk
mengingat dengan benar siapa, dari mana, dan apa potensi orang lain pada waktu terjadi
interaksi dan dialog. Memang sulit untuk selalu mengingat-ingat karakteristik orang lain
yang begitu banyak, dalam berbagai peristiwa dan dalam waktu yang panjang, apalagi
jika rutinitas waktu terjadi interaksi dan dialog itu berbatas pada jarak waktu lama dan
tidak berkesinambungan. Semakin jarang, lama, rendahnya kuantitas dan kepentingan
pertemuan dengan orang lain, maka akan semakin kecil kemungkinan orang akan saling
mengingat dan merasa saling berkepentingan. Jika demikian, ada kecenderungan masingmasing pihak, baik individu maupun kelompok tidak merasa perlu untuk memberikan
dukungan, kehormatan atau penghargaan kepada orang lain. Hal ini terjadi karena pada
waktu terjadi interaksi dan dialog tidak ada kesan atau peristiwa berarti bagi masingmasing pihak, baik bersifat emosional maupun kepentingan atau harapan yang dianggap
menguntungkan.

Dalam pertemuan-pertemuan formalitas atau perkumpulan-perkumpulan yang tidak
langsung berkaitan dengan kepentingan pribadi, biasanyanya akan berlalu begitu saja
tanpa kesan yang berarti. Biasanya setiap orang rata-rata tetap pada posisinya sebagai
individu yang cenderung hanya menaruh minat untuk pengamanan diri sendiri.
Perkumpulan-perkumpulan semacam ini sama dengan peristiwa kerumunan, keramaian
pasar atau kejadian-kejadian secara kebetulan lainnya, tanpa ikatan perasaan dan
kepentingan bersama, sehingga nilai-nilai persahabatan tidak ditemukan, tak ada pujian
dan penghargaan yang tulus. Kelemahan terbesar dalam membangun kerjasama yang
produktif adalah mengangap remeh potensi hubungan sosial dalam suatu kerjasama
dengan alasan klasik bahwa kegiatan ini hanya akan membuang waktu, terlalu sibuk atau
karena terlalu besar berkonsentrasi terhadap kepentingan pribadi. Kadang-kadang dalam
suatu pertemuan atau percakapan, berakhir begutu saja tanpa kesan, bahkan pada waktu
mengucapkan ”see you again”, langsung tak ingat lagi pokok pembicaraan, bahkan
namanyapun lupa. Padahal dalam suatu fakta emosional bahwa jika seseorang mampu
memberikan kesan antusias terhadap orang lain, maka ada kecenderungan orang lain
amat sukarela melaksanakan perintahnya, bahkan akan merasa amat bangga kalau
diberikan kesempatan menjalankan perintahnya, sekalipun untuk membersihkan
sepatunya.

Kepribadian seseorang yang merasa terhormat karena memiliki kelebihan status sosial
ekonomi dibandingkan anggota masyarakat lainnya, cenderung mempengaruhi perubahan
sikap perilakunya yang menunjukkan sifat otoriter. Kepribadian ini membawa kebebasan
untuk bertindak berdasarkan ego dan kepentingannya sendiri, dan sedikit kepedulian
terhadap orang lain. Tumbuh anggapan bahwa status orang lain yang berada di bawahnya
hanya diperlukan untuk bekerja kasar dengan imbalan murah; orang lain hanya
membutuhkan pertolongan dan oleh karenanya orang lain tak diharapkan dapat
membantu.

Ketika usai pesta, tiba-tiba seorang manajer memanggil pembantunya dengan perintah
sentak segera menata peralatan yang berantakan dan berkata:

”Udin...!, kesini kamu, sudah tahu kalau tamu sudah pulang, apa kamu nggak lihat
barang-barang brantakan.., malah enak-enak ngobrol!”


Si Udin kaget dan buru-buru melaksanakan perintah. Dalam hati dan kepala Udin
berkecamuk bercampur aduk yang kira-kira ingin mengatakan:

”Kelemahan saya tak berani karena tak punya, bapak tak mengerti kesulitan dan
peraaan orang lain, berarti sesungguhnya bapaklah yang memiliki kekurangan. Orangorang seperti bapak tak patut dihormati, saya malas menata peralatan-peralatan ini,
mudah-mudahan pada suatu ketika bapak miskin, supaya tahu seperti apa rasanya
miskin seperti saya”.


Seandainya manajer ini sedikit saja mengerti perasaan dan memiliki teleransi terhadap
Udin, sehingga dapat bersikap ramah dengan uangkapan:

”Din..., tolong ya.., kalau nanti sudah senggang, itu peralatan yang sudah selesai
dipakai, ditata lagi”.


Dengan begitu, barangkali Udin malah merasa terhormat dan merasa diperlakukan lebih
manusiawi. Dalam hatinya berkata:

”Saya merasa malu, bapak begitu baik, mengerti nasib orang kecil, berarti bapak orang
yang patut dihormati. Saya berjanji akan bekerja dengan jujur, saya tidak bisa membalas
kebaikan bapak, kecuali dengan tenaga, saya beruntung menjadi pembantu bapak,
mudah-mudahan bapak panjang umur dan banyak rezeki”.


Banyak sekali rahasia keberhasilan orang dalam pergaulan, sukses menjadi terhormat dan
menjadi idola bagi banyak. Tak semua orang dapat mengungkap rahasia sederhana ini,
sedikit orang yang mampu merealisasikannya dalam kehidupan masyarakat, karena tak
mampu bercermin pada diri sendiri, tak merasa perlu menelusuri kepentingan hakiki
orang lain. Dengan bertambah rumit dan beragamnya paradigma dalam upaya memenuhi
kepentingan hidup di tengah-tengah masyarakat yang semakin kompleks, orang
cenderung lebih suka memilih jalan pintas dan aji mumpung, sehingga mengakibatkan
tindakan semakin subyektif individualistik. Oleh karena itu penting sekali belajar
memahami pendapat, kehendak, perasaan dan kehormatan orang lain, sehingga dengan
demikian kepentingan penghargaan atas diri sendiri akan terpenuhi, karena orang lainlah
sumber dari segala kesuksesan, apresiasi dan kehormatan diri di dalam kehidupan
masyarakat.

Dalam kehidupan ini siapapun orangnya, tidak bisa dipungkiri semua membutuhkan
penghargaan atas kebanggaan diri atau karena jasa-jasanya, baik bagi yang berpangkat
tinggi ataupun rendah, yang miskin ataupun kaya, pejabat tinggi ataupun bagi pelayan
kantor. Seorang asisten rumah tangga yang tiap hari bekerja mulai dari membersihkan
lingkungan rumah, mencuci, menyetrika, sampai dengan memasak makanan, tentu juga
membutuhkan penghargaan, setidaknya berupa tegur sapa, kata pujian dan tidak
membedakan perlakuan antara anggota keluarga dengan dirinya,syukur jika sesekali
memberi bonus atau hadiah atau tunjangan atas jasa-jasanya itu. Dengan perlakuan
demikian, di mana majikanlebih respect dan menghargai kedudukan para asistennya
sebagai “benteng rumah tangga terdepan” yang telah sukarela berkorban demi
kenyamanan keluarga majikannya, maka niscaya mereka yang berada pada status level
bawah sekalipun akan merespon kebaikkan majikannya dengan penghargaan yang lebih
tinggi pula. Jika tidak dengan uang sebagai status ketiadaan mereka, maka akan diberikan
kehormatan berupa kejujuran, bekerja lebih giat, atau paling tidak memberikan
pengakuan ikhlas dari hati nurani dengan doa yang terbaik untuk majikannya.

Pada hari sabtu akhir minggu seorang majikan dan keluarganya sekaligus mengajak para
asisten rumah tangganya termasuk supir pribadinya untuk makan malam bersama di
sebuah restoran yang lumayan terkemuka di kotanya. Keluarga majikan dengan para
asistennya itu duduk bersama dengan menu makanan yang sama, hampir tidak ada
perbedaan perlakuan diantara mereka, kecuali para asistennya itu yang tahu diri dalam
berperilaku. Dari perbincangan di tengah berlangsungnya makan bersamapun bebas,
seraya majikan berucap:

“ayo kita makan, ambil menu mana suka, ga usah sungkan, kita ini saudara dari kelarga
dan rumah yang sama, ndak usah khawatir, semuanya bapak (menunjuk dirinya) yang
bertanggungjawab”


Salah satu asisten rumah tangganya menanggapi singkat:

“ya tuan, terima kasih banyak atas kebaikannya”.

Dalam hatinya mungkin lebih lanjut mengatakan:

“terima kasih ya Tuhan, engkau telah mempertemukan kami dengan majikan yang sangat
baik, mengerti dan mau menghormati kami dengan perlakuan yang sangat istimewa,
padahal mereka orang kaya dan terhormat, semoga keluarga bapak (majikannya) selalu
sehat dan dilimpahkan rejeki, aamiin..”


Akan tetapi sebaliknya jika majikan tidak memiliki empati terhadap para asisten rumah
tangganya, tidak atau bahkan jarang memperlakukannya dengan kesetaraan manusiawi
sebagaimana harapan orang pada umumnya, maka seringkali akan direspon dengan
tindakan malas-malasan, kurang bersemangat dan seolah-olah tidak ikhlas dalam
menjalankan pekerjaan sehari-hari; meskipun mereka tetap mengikuti standar prosedur
yang berlaku dalam bekerja.

Sekian banyak dari manusia sebagai makhluk sosial yang bernilai sebesar mungkin dalam
hidupnya bercita-cita untuk mengejar segala sesuatu yang bisa menaikkan status sosial,
derajad dan kehormatan diri di mata masyarakat. Secara moral segala simbol kehormatan
ini seharusnya diperjuangkan dengan kerja keras, penuh dengan kejujuran dan berusaha
untuk menghormati pribadi dan karya orang lain. Sebaliknya bukan usaha dengan caracara culas (curang), menipu, jalan pintas dan didorong oleh kesombongan, seperti
menggelapkan surat-surat kredit perumahan atau pinjam uang untuk membeli kendaraan
mewah untuk tujuan agar bisa dihargai dan diterima oleh lingkungan sosialnya. Serigkali
banyak orang salah langkah dalam keterburuannya ingin dihormati, sampai-sampai lupa
ia tak bercermin enggan atau bahkan tak pernah menghormati orang lain, sehingga orang
sering murka tidak terima atas kenyataan tidak memperoleh kehormatan yang dirasakan
mendesak itu. Bisa saja kehormatan itu di dapat pada waktu ia menduduki jabatan
penting pada suatu perusahaan milik negara (BUMN), tapi setengah hati atau tidak rela
jika selama ia menjabat tidak pernah menghormati atau setidaknya memperlakukan para
karyawannya dengan baik, dan konsekuensinya setelah masa jabatannya itu selesai, maka
selesai pulalah kehormatan yang selama itu diperoleh dari para karyawannya.

Jika memang begitu penting suatu kehormatan atas keberadaan diri dalam kehidupan
masyarakat, maka setiap orang harus dapat menjadikankegiatan menghormati orang
sebagai prinsip hidup, agar setiap orang menjadi sama-sama terhormat dalam kehidupan
masyarakat itu. Banyak cara menghormatai orang lain, bisa dengan bentuk bicara santun,
ramah, loyal, rendah hati dan diekspresikan dengan perilaku yang menyenangkan.
Seorang pimpinan dalam struktur lembaga pemerintahan dalam usahanya memotivasi
pegawai agar meningkatkan disiplin kerjanya agar dapat menghasilkan produk pelayanan
yang baik kepada masyarakat. Di hadapan forum apel bendera sebagai pemimpin
upacara, lalu dengan rendah hati dimulai dari memberikan senyuman yang tulus dengan
mengucap salam hormat, terimakasih atas partisipasinya dan mohon maaf atas segala
kekurangan kepada para pegawai. Kemudian berkata:

“Saudara-saudara, mari kita bersama-sama meningkatkan disiplin kerja, khususnya
dalam pelayanan kepada masyarakat, dalam praktiknya secara bertahap kita belajar
menghormati hak dan kepentingan orang lain. Jangan memihak kepada tingginya status
sosial, jabatan, pangkat atau hartanya. Perlakukanlah mereka secara adil dengan
memberi kesempatan dan kemudahan yang sama, seperti kala kita sama sedang
membutuhkan pelayanan seperti mereka. Kita ini paratur pemerintah yang sesungguhnya
memegang amanah dan tanggungjawab yang besar untuk mengabdi pada rakyat sebagai
warga negara”.


Dalam pandangan hidup piil pesenggiri (Lampung) sebagaipedoman dalam tata pergaulan
untuk memelihara kerukunan, kesejahteraan dan keadilan, berkaitan dengan perasaan
kompetensi dan nilai pribadi, atau merupakan perpaduan antara kepercayaan dan
penghormatan diri. Seseorang yang memiliki Piil Pesenggiri yang kuat, berarti
mempunyai perasaan penuh keyakinan, penuh tanggungjawab, kompeten dan sanggup
mengatasi masalah-masalah kehidupan. Abdul Syani (2018) selanjutnya menjelaskan
bahwa etos dan semangat kelampungan (spirit of Lampung)piil pesenggiri itu mendorong
orang untuk bekerja keras, kreatif, cermat, dan teliti, orientasi pada prestasi, berani
kompetisi dan pantang menyerah atas tantangan yang muncul. Semua karena
mempertaruhkan harga diri dan martabat seseorang untuk sesuatu yang mulya di tengahtengah masyarakat. Piil pesenggiri mempunyai nilai-nilai nasionalisme budaya yang
luhur yang perlu di dipahami dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Piil Pesenggiri sejatinya tidak diungkapkan melalui pemujaan diri sendiri
dengan mengorbankan orang lain atau dengan mengagungkan seseorang yang jauh lebih
unggul dari orang lain, atau menyengsarakan orang lain utk membahagiakan seseorang.
Seorang yang memiliki harga diri akan lebih bersemangat, lebih mandiri, lebih mampu
dan berdaya, sanggup menerima tantangan, lebih percaya diri, tidak mudah menyerah dan
putus asa, mudah memikul tanggung jawab, mampu menghadapi kehidupan dengan lebih
baik, dan merasa sejajar dengan orang lain.

Karakteristik orang yang memiliki harga diri yang tinggi adalah kepribadian yang
memiliki kesadaran untuk dapat membangkitkan nilai-nilai positif kehormatan diri sendiri
dan orang lain, yaitu sanggup menjalani hidup dengan penuh kesadaran. Hidup dengan
penuh kesadaran berarti mampu membangkitkan kondisi pikiran yang sesuai kenyataan
yang dihadapi, bertanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang dilakukan. Arogansi
dan berlebihan dalam mengagungkan kemampuan diri sendiri merupakan gambaran
tentangrendahnya harga diri atau runtuhnya kehormatan seseorang (Abdul Syani, 2010:
http://blog.unila.ac.id/abdulsyani/).

Dalam unsur Juluk-adok (Lampung=panggilan dan gelar adat) terkandung asas identitas
dan sebagai sumber motivasi bagi anggota masyarakat (Lampung) untuk dapat
menempatkan hak dan kewajibannya, kata dan perbuatannya dalam setiap perilaku dan
karyanya. Demikian juga sebagai pimpinan aparat pemerintah yang memiliki
tanggungjawab moral selama memikul statusnya agar dapat diimplementasikan sesuai
dengan peranannya. Sebagai aparat pemerintah bertanggungjawab dengan peranannya
dalam membimbing, mengarahkan,memberikan pencerahan, membangun semangatdan
memberi contoh perilaku pelayanan yang baiksesuai dengan amanah undang-undang atau
norma hukum yang berlaku. Idntitas ini sama halnya dengan makna gelar akademik yang
di sandang oleh sebagian besar warga masyarakat, pimpinan atau aparat pemerintah yang
seharusnya dapat diamalkan sebagai suri teladan dalam setiap kegiatan, pergaulan, dan
dalam hubungan masyarakat atau dalam rutinitas kerja pelayanan masyarakat pada
umumnya. Sebagai Sarjana Hukum, sesuai dengan gelar akademiknya ia harus mampu
menunjukkan jati dirinya yang ahli hukum, sadar hukum, patuh hukum, mampu
memberikan pencerahan hukum, dan mampu memberikan pelayanan hukum kepada
masyarakat secara adil. Dalam praktiknya para Sarjana Hukum diharapkan dapat
menegakkan hukum dengan tidak berpihak pada golongan, kepentingan atau jabatan
tetentu, tapi berpihak pada kebenaran bagi pencari keadilan, tumpul di bawah tajam di
atas.

Seseorang yang menyandang gelar adat ataupun gelar formal pendidikan, harus mampu
berbuat sesuai dengan hak dan tanggungjawab yang terkandung dalam gelar itu secara
ideal. Dengan gelar seseorang harus mampu memberi teladandalam sikap perilaku,dan
memotivasi masyarakat dalam aktivitas-aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat,
khususnya menunjukkan kemampuan mengatur rumah tanganya sendiri dengan sumber
dayanya sendiri dalam menciptakan kesejahteraan bersama. Sesuai dengan falsafah
pemersatu masyarakat adat Lampung yang mengajarkan bahwa "mabulat khupa iyuk,
malukhus khupa sepuk"; bulat seperti bambu peniup api, lurus seperti jalannya panah,
Artinya sikap mental seiya-sekata (persatuan dan kesatuan) antarwarga sepatutnya
memang dimiliki demi mencukupi kepentingan bersama suatu lingkungan, komunitas
atau negara. Sebaliknya sanksi sosial bagi seseorang yang ingkar terhadap tanggungjawab
gelarnya, maka dalam pandangan hidup piil pesenggiri ia akan di cap sebagai orang yang
tidak punya malu.

Demikian juga dalam prinsip sakai-sambayan (Lampung=tolong menolong dan gotong
royong), bahwa mengajak kerjasama dalam urusan pembangunan dan kemasyarakatan
menunjukkan bahwa orang lain diperhitungkan dan berguna bagi kelompok atau
kerabatnya. Standar nilai yang dipakai dalam pelaksanaan tolong menolong adalah moral
dan keikhlasan (kerelaan) terhadap apa yang diberikan tanpa mengharapkan imbalan
secara tegas sebagaimana perhitungan untung rugi. Suatu kebanggaan, kehormatan dan
kepuasan bagi orang Lampung jika ia telah dapat memberikan sesuatu atau bantuan
terhadap orang lain dan kerabatnya. Orang lampung merasa tidak terpandang atau tidak
terhormat apabila ia belum mampu berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan atau
belum mampu memberikan pertolongan yang bermanfaat kepada orang lain yang
membutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tolong menolong merupakan
bagian penting atau konsekuensi yang harus dipertahankan dan dikembangkan apabila
pribadi dikehendaki tetap terhormat.

Dalam buku Manajemen Organisasi (Abdul Syani, 1987) dijelaskan bahwa ketika
efektivitas hubungan manusia semakin menjadi dewasaa dan semakin berdasarkan pada
hasil pemikiran, penelitian atau riset, maka kemudian istilah organisasi semakin diperlukan dalam rangka menjelaskan hubungan-hubungan manusia itu dalam melakukan
pekerjaannya. Kini Organisasi sudah tumbuh, sebuah organisasi sekaligus sebagai badan
sosial, disamping juga merupakan aktivitas ekonomi. Pada situasi demikian ini oleh
Ernest Dale dan L.C. Michelon (1986), menerangkan bahwa dalam suatu organisasi perlu
adanya seorang pemimpin yang benar-benar dapat diterima oleh para anggota-anggota
lain dalam organisasi tersebut. Dikatakan,.... sebagai pemimpin seperti yang disebut di
atas adalah orang yang dapat membantu mereka (para anggotanya) meraih tujuannya dan
dalam banyak urusan serta keadaan perusahaan, tujuan anggota-anggota kelompok itu
sejalan dengan tujuan perusahaan sampai pada tingkat tertentu. Mengapa harus
demikian....? Karena mereka ingin rasa berprestasi dan mereka ingin bertumbuh dalam
tugasnya, dipromosikan, dinaikkan gajinya dan seterusnya. Manajer yang dapat
membantu meraih ambisi mereka karena dia tabu lebih baik dan sabar mengajar mereka
bisa lama sertahan sebagai pemimpin yang diakui.

Kepemimpinan demikian sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan suatu organisasi,
terutama dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya. Menurut George R. Terry (1984),
bahwa suatu badan sosial dan aktivitas ekonomi ...., dapat memberikan stimulus yang
berpengaruh kepada banyak orang dan secara timbal balik pula terhadap organisasi;
berpengaruh Pula kepada individu-individu dan .tampaknya berpengaruh pula kepada
organisasi. Dalam organisasi, orang-orang berusaha untuk menjalankan peranan
sedemikian rupa, laporan mendapat pengakuan dan persetujuan oleh anggota-anggota
organisasi lainnya. Banyak orang percaya bahwa organisasi dapat meningkatkan hidup
dan penghidupan seorang individu. Orang yang sebelumnya kecilmeniadi besar, orang
yang besar menjadi lebih besar lagi. Hal ini arena di dalam organisasi seseorang
ditempatkan di dalam situasi yang mengandung tantangan dan akan mendapatkan
bantuan, dukungan dan kerjasama yang jauh di atas kemampuan diri sendiri dalam setiap
melaksanakan (dan menyelesaikan suatu pekerjaan). Kerjasama ini dimaksudkan sebagai
proses dari fungsifungsi melalui pekerjaan dari orang-orang, pejabat-pejabat atau para
ahli dengan terintegrasi secara keseluruhannya dengan menemukan keseimbangannya
yang paling baik, kendatipun dalam spesialisasinya terdapat kekuatan-kekuatan yang
berbeda atau bahkan mungkin berlawanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar