Telah cukup banyak para
ahli sosiologi yang membicaakan dan memperdebatkan istilah perubahan
masyarakat, akan tetapi masih belum ditemukan definisi yang memuaskan, bahkan
masih sering terjadi pertentangan dan perbedaan pendapat. Agar tidak menimbulkan kekaburan dan
kesimpangsiuran dalam pengertiannya, maka perlu pembatasan terhadap ruang
lingkup perubahan masyarakat.
Ruang lingkup perubahan
masyarakat terdiri dari unsur-unsur kebudayaan, baik yang bersifat immaterial
maupun yang bersifat material. Perubahan
masyarakat secara umum menyangkut perubahan-perubahan struktur, fungsi budaya
dan perilaku masyarakat. Untuk dapat
membuat definisi perubahan masyarakat secara jelas dan rinci, maka terlebih
dahulu dilakukan pemisahan pengertian istilah perubahan dan istilah
masyarakat. Perubahan berarti suatu
proses yang mengakibatkan keadaan sekarang berbeda dengan keadaan sebelumnya, perubahan bisa
berupa kemunduran dan bisa juga berupa kemajuan (progress). Sedangkan masyarakat artinya sekelompok
ikatan nilai dan norma-norma sosial.
Istilah masyarakat dapat juga diartikan sebagai wadah atau tempat
orang-orang yang saling berhubungan dengan hukum dan budaya tertentu untuk
mencapai tujuan bersama.
Menurut Roucek dan Warren (1963), masyarakat
adalah sekelompok manusia yang memiliki rasa kesadaran bersama dimana mereka
berdiam pada daerah yang sama, yang sebagian besar dan seluruh warganya
memperlihatkan adanya adat kebiasaan dan aktivitas yang sama pula. Alvin L. Bertrand (1980),
mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok orang yang sama
identifikasinya, teratur sedemikian rupa di dalam menjalankan segala sesuatu
yang diperlukan bagi hidup bersama secara harmonis. Bertrand
menyebutkan tiga ciri masyarakat, yaitu: Pertama,
pada masyarakat mesti terdapat sekumpulan individu yang jumlahnya cukup besar. Kedua, individu-individu tersebut harus
mempunyai hubungan yang melahirkan kerjasama diantara mereka, minimal pada sau
tingkatan interaksi. Ketiga, hubungan individu-individu itu
sedikit banyak harus permanen sifatnya.
Sedangkan Soleman B. Taneko
(1984) mengatakan bahwa masyarakat adalah suatu pergaulan hidup, oleh karena
manusia itu hidup bersama. Dengan
demikian, berarti masyarakat dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:
a. Masyarakat
dapat dilihat sebagai penduduk yang menghuni suatu daerah tertentu.
b. Masyarakat
dapat dilihat sebagai kesatuan dari
beberapa orang.
c. Masyarakat
dapat dilihat sebagai corak-corak perhubungan yang terjadi antara warganya
(masyarakat).
d. Dalam
corak hubungan yang terjadi terdapat nilai-nilai budaya atau norma-norma,
aturan dan kaidah-kaidah yang berfungsi mengatur hubungan antar warga mayarakat
tersebut.
Berdasarkan
pengertian masyarakat menurut beberapa
sudut pandang di atas, maka untuk memperoleh definisi masyarakat yang berlaku
umum perlu upaya penggabungan unsur-unsur utama yang menyangkut konsep
masyarakat, baik dalam arti community
dan masyarakat dalam arti society.
Roucek dan Warren
dalam analisisnya bermaksud ingin
menampilkan adanya kesamaan tempat tinggal (the same geographic area). Kesamaan tempat tinggal ini merupakan unsur
yang penting dalam rangka memahami masyarakat dalam arti community. Sedangkan Soleman B. Taneko (1984) dalam upaya merumuskan definisi masyarakat
tidak menyebutkan tentang adanya kesamaan tempat tinggal sebagaimana
dikemukakan oleh Warren, oleh
karenanya inilah yang dimaksudkan dengan
society.
Hassan Shadily
(1983) menyebutkan istilah society
dalam pengertian masyarakat umum. Dikatakana bahwa kalau society diartikan sebagai masyarakat umum, maka community menunjukkan pengertian
masyarakat secara terbatas, misalnya masyarakat Lampung, Masyarakat desa atau
masyarakat lain yang menunjukkan tempat tinggal. Itulah sebabnya maka banyak para ahli
sosiologi membatasi pengertian community
itu sebagai masyarakat setempat, lantaran istilah community menunjuk pada the
same gograpic. Sebaliknya istilah society lebih banyak menunjukkan suatu
pergaulan umum yang menyangkut hubungan secara keseluruhan dan tidak tergantung
pada tempatnya berada. Ada pula ahli
sosiologi yang menganggap society sebagai
masyarakat perkotaan yang hubungan sosialnya lebih komplek, lebih maju dan
mengutamakan efisiensi.
Sementara
itu, istilah masyarakat dalam pengertian community
lebih banyak memperlihatkan rasa sentiment atau sama dengan yang terdapat pada
pengertian gemeinchaft, disamping
menunjuk pada hubungannya dengan lokalitas atau tempat kediamannya. Dalam community pada umumnya lebih
dititikberatkan pada kepentingan bersama, adanya kesadaran bersama dan
pergaulan yang intim; kesemuanya ini merupakan tipe ideal bagi segenap
warganya. Kondisi kemasyarakat semacam
ini berakar dengan kuat sehingga bentuk kesatuan hukum adat masyarakat setempat
dalam kehidupan sehari-hari nampak sebagai ekspresi jiwa bersama sebagai “we
feeling” atau rasa berkami.
Terlepas
dari perbedaan penafsiran istilah community dan society, pada hakekatnya kedua
istilah ini sama-sama mengandung pengertian masyarakat, yaitu sekelompok
orang-orang yang hidup bersama dan saling berhubungan dengan perilaku
berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang telah disepakati
bersama. Istilah masyarakat pada dasarnya
mengandung pengertian yang relatif sama dengan istilah penduduk; karena
penduduk dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang berdiam di suatu daerah
atau tempat tinggal yang sama.
Perbeadaannya, istilah penduduk lebih
menekankan pada daerah empat tinggal sekelompok orang, sedangkan istilah
masyarakat menekankan pada segi ikatan hubungan pergaulan antar sesama anggota
kelompoknya. Istilah community, society ataupun istilah
penduduk, semuanya sama-sama mengandung sendi-sendi pergaulan yang membentuk
pola-pola kaidah kesusilaan, norma-norma dan peradaban yang disebut
kebudayaan. Pada hakekatnya sama-sama
merupakan bentuk masyarakat yang didalamnya terdapat proses kelahiran
kebudayaan. Kebudayaan masyarakat adalah
segenap pola kelakuan manusia yang didasarkan pada nilai-nilai dan norma-norma
sosial. Jadi, pada dasarnya perubahan
masyarakat sekaligus menyangkut perubahan pada kebudayaannya.
Setiap masyarakat pasti mengalami
perubahan-perubahan, baik perubahan dalam arti luas maupun perubahan dalam arti
yang sempit, perubahan secara cepat ataupun lambat (evalusi). Menurut Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi
(1964), bahwa perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perikelakuan diantaranya
kelompok-kelompok dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa betapa luasnya
bidang-bidang yang mungkin mengalami perubahan.
Oleh karena perubahan pada masyarakat berarti juga perubahan pada
kebudayaan, maka tidak mudah untuk mengemukakan batasannya secara ringkas dan
terperinci karena bidang kajiannya cukup luas.
Secara umum perubahan
masyarakat dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya
struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif,
sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih
bermartabat.
Setiap masyarakat pada dasarnya akan
mengalami perubahan-perubahan, di mana dapat diketahui bila dilakukan suatu
perbandingan antara masyarakat pada masa tertentu dengan keadaan masyarakat
pada waktu yang lain. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat,pada
dasarnya merupakan suatu proses yang terus menerus; ini berarti setiap
masyarakat pada kenyataannya akan mengalami perubahan-perubahan.
Namun
demikian, perubahan masyarakat yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lain tidak selalu sama. Hal ini terjadi karena lamanya waktu
terjadi perubahan masyarakat itu tidak sama, adanya yang berproses dengan
cepat, tapi ada juga perubahan masyarakat yang lambat. Perubahan-perubahan yang
terjadi dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak mencolok atau tidak nampak.
Terdapat juga terjadi perubahan-perubahan yang memiliki pengaruh luas maupun
terbatas.
Bagi
masyarakat yang perubahannya berlangsung cepat biasanya karena faktor kekacauan
dan terjadi pemberontakan masyarakat terhadap perwakilan rakyat atau terhadap
para pemimpin negerinya. Keadaan yang tengah kacau ini kemudian mewujud menjadi
tindakan revolusi, misalnya pemberontakan kelompok tani yang tidak puas dengan
pola distribusi bibit dan pupuk yang dianggap tidak adil. Perubahan
masyarakat yang cepat (revolusioner) juga dapat terjadi tanpa rencana,
meskipun biasanya terjadi karena telah direncanakan terlebih dahulu, baru
kemudian dilancarkan secara cepat terhadap berbagai aspek kehidupan yg dianggap
mendesak mengenai kepentingan-kepentingan utama kehidupan masyarakat.
Sedangkan perubahan sosial yang berlangsung lambat karena dalam prosesnya
memerlukan waktu yang lama; terjasi serentetan peristiwa perubahan-perubahan
kecil yang saling mengikuti secara alami. Perubahan semacam ini disebut sebagai
perubahan secara evolusi. Perubahan secara evolusi biasanya terjadi dengan
sendirinya, tanpa direncanakan atau adanya kehendak tertentu. Biasanya perubahan
evolusi terjadi karena adanya upaya-upaya masyarakat untuk menyesuaikan diri
dengan pertambahan beban hidup dan kondisi-kondisi baru yang dianggap lebih
baik sebagai upaya perbaikan kondisi kehidupan masyarakat bersangkutan.
Untuk menghindari kesulitan itu, maka dalam
penyelidikannya para ahli sosiologi selalu membatasi ruang lingkup kajian
perubahan masyarakat secara tegas, terutama terhadap bidang-bidang pokok yang
sifatnya umum. Tujuan utamanya adalah
agar lebih mudah dalam membuat kerangka pikir dan merealisasikan analisisnya
secara detail dan ilmiah. Pembatasan
ruang lingkup semacam ini dianggap lebih efektif, terutama dalam rangka
merealisasikan program pembangunan yang senantiasa memerlukan tenaga-tenaga
spesialis dan profesinal. Menurut William F.Ogburn mengemukakan bahwa ruang
lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik
yang material maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar
unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.
Kendala
yang sukup serius dalam hubungannuya dengan proses perubahan-perubahan
masyarakat yang semakin cepat adalah ketertinggalan dalam penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi baru, sehingga upaya untuk dapat mengimbangi tuntutan
kecepatan perubahan itu mengalami keterlambatan. Keterlambatan perubahan ini terjadi karena
dalam proses perubahan masyarakat yang semakin cepat itu terdapat kumulasi
benturan budaya dan kepentingan hidup.
Disatu pihak msyarakat berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan dan
mengembangkan kuantitas kepentingan ekonomi yang semakin terbatas, di pihak lain
harga barang dan jasa meningkat, serta menurunnya kepercayaan terhadap penguasa
dan eksistensi hukum.
Untuk
mengatasi kendala tersebut, maka sedikitnya perlu ada 4 upaya, yaitu: Pertama, peningkatan lapangan kerja dan
potensi perekonomian masyarakat; kedua,
peningkatan keterampilan dan pengetahuan teknis terhadap pelaku atau aparat
pembangunan (agen of change); ketiga, peningkatan terhadap kualitas nilai-nilai
moral, agama dan kesadaran hukum masyarakat dan pelaku pembangunan; keempat, mempertahankan dan meningkatkan
wibawa dan kesadaran hukum pemerintah dengan memberikan teladan perilaku yang
baik dan benar sesuai dengan cita-cita pembangunan nasional. Jika keempat upaya ini dapat diterapkan
secara konsekuen maka diharapkan usaha penyesuaian dan penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi relatif lebih mudah, sehingga perubahan dapat
dilakukan secara terencana dan terarah sesuai dengan cita-cita pembangunan,
yaitu kesejahteraan masyarakat secara luas dan umum.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa proses perubahan masyarakat pada dasarnya
merupakan perubahan pola perilaku kehidupan dari seluruh norma-norma sosial
yang lama menjadi pola perilaku dan seluruh norma-norma sosial yang baru secara
seimbang, berkemajuan dan berkesinambungan.
Pola-pola kehidupan masyarakat lama yang dianggap sudah usang diganti
dengan pola-pola kehidupan baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan sekarang dan
masa mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar