Perubahan-perubahan
yang terjadi dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
perubahan alami, perubahan direncanakan dan perubahan yang tergantung pada
kehendak pribadi.
1. Perubahan
alami
Perubahan alami adalah
perubahan-perubahan yang terjadi tidak disengaja atau terjadi dengan
sendirinya. Perubahan alami dapat
berproses dengan cepat atau lambat tergantung pada tingkat kesimbangan
kehidupan masyarakat tanpa ada orang atau pihak lain yang sengaja mempengaruhinya. Perubahan yang terjadi secara alami dapat membawa akibat negatif dan dapat pula
berakibat positif. Perubahan berakibat
negatid apabila arah dan hasil perubahan tidak sesuai dengan harapan
masyarakat; sedangkan perubahan dapat berakibat positif apabila arah dan
akibatnya sesuai dengan atau kebetulan sama dengan harapan masyarakat.
Perubahan secara alami
cenderung berkembang secara gradual, yaitu terjadi keseimbangan antara
perubahan sikap individu dengan lingkungan sosialnya. Jika perubahan ini secara
kebetulan sesuai dengan harapan masyarkat, maka dengan serta merta masyarakat
menerima dan mendorongnya ke arah yang lebih cepat. Proses perubahan ini biasanya terjadi pada
masyarakat yang sedang dalam keadaan hampa (kekosongan) atau masyarakat yang
sedang mengharapkan pola kehidupan baru yang belum didapat. Apabila pada suatu waktu tiba-tiba terlintas
masuk pola-pola baru yang kebetulan
sesuai dengan harapannya, maka dengan sendirinya akan terjadi perubahan-perubahan.
Terjadinya
perubahan-perubahan yang tidak disengaja umumnya sulit untuk diramalkan, sebab
proses perubahan ini tidak terjadi atas kehendak dan harapan masyarakat,
melainkan menggejala secara langsung dalam kehidupan masyarakat yang
mempengaruhi berbagai aspek kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam keadaan demikian dengan tidak sengaja
masyarakat menerima pola dan nilai-nilai baru yang dianggap dapat membimbing ke
arah kehidupan yang lebih baik. Pola dan
nilai-nilai kehidupan yang lama, perlahan-lahan brganti dengan pola dan
nilai-niai kehidupan baru.
2.
Perubahan
yang direncanakan
Perubahan yang
direncanakan adalah perubahan yang didasarkan atas pertimbangan dan perhitungan
secara matang tentang manfaat perubahan tersebut bagi kehidupan
masyarakat. Cepat atau lambatnya proses
perubahan ini sangat dipengaruhi oleh besarnya kemampuan dan tanggungjawab dari
para pembaharunya; disamping tergantung pada kesesuaian antara program
perubahan dengan kepentingan masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan
(1964), bahwa perubahan yang dikehendaki atau direncanakan meruakan perubahan
yang diperkirakan atau telah direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan
atau telah direncanakan terlebih dahulu.
Sedangkan orang-orang aau pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan
dinamakan “agent of change” (Soerjono Soekanto, 1982), dimana ia
bertugas sebagai pimpinan dalam mengarahkan suatu perubahan “agent of change” bertanggungjawab dalam
mengawasi jalannya perubahan.
Kedudukan agent of change atau tokoh pembaharu
dipercayakan kepada orang-orang yang dianggap mempunyai kemampuan kepada
orang-orang yang dianggap mempunyai kemampuan dalam menggerakkan warga
masyarakat ke arah sikap dan perilaku yang lebih maju. Kemampuan seorang atau sekelompok orang yang
dipercaya itu diukur atas dasar tingkat
pengetahuan, sikap mental dan penguasaan terhadap teknologi, terutama
kemahiran dalam bidang penelitian dengan analisis prediktif.
Aspek-aspek sosial yang
harus diperioritaskan oleh para pembaharu adalah membentuk pola perilaku
kehidupan, nilai-nilai peradaban yang rasional, adaptasi budaya dan persiapan
masa depan masyarakat. Seorang
pembaharu, disamping ia dituntut untuk dapat beradaptasi dan menyatu dengan
masyarakat, juga harus mempunyai tanggungjawab dan martabat yang luhur demi
perbaikan kehidupan masyarakat. Menurut Daniel Lerner (1978), memamng nampak
rumit untuk menyelesaikan masalah yang sifatnya kultural, oleh karena itu
sangat diperlukan pandangan yang cukup luas. Pandangan yang luas dan menyeluruh tersebut
juga memerlukan prinsip kesatuan di dalam keanekaragaman, dimana suatu masalah
yang timbul dalam masyarakat selalu dapat diselesaikan. Dalam penyelesaian setiap masalah yang ada
dalam masyarakat itu, seorang pembaharu (agent
of change) dalam melaksanakan tugasnya tidak bekerja sendiri, melainkan
harus dapat bersama-sama memotivasi masyarakat kearah perubahan yang serasi dan
lebih maju. Di satu pihak diharapkan
beban para pembaharu lebih ringan dan dipihak lain masyarakat dengan sendirinya
dapat mempercepat proses perubahan itu kearah yang dikehendaki dengan tanggungjawab
bersama.
Daniel
Lerner kemudiayn mempertanyakan tentang bagaimana caranya
memodernisasi kehidupan tradisional yang tidak lagi bisa “bekerja” secara
memuaskan? Meskipun Lerner tidak menjelaskan jawabannya secara terinci, akan
tetapi secara implisit dapat disimpulkan ada dua harapan dan tujuan atas suatu
pembaharuan, yaitu:
a. Mengidentifikasikan
(membuat sama) individu dengan masyarakat demi perbaikan suatu tata kehidupan
baru.
b. Meningkatkan
peradapan manusia (bukan hanya kebudayaan, karena ada kalanya kebudayaan tinggi
tetapi peradabannya rendah), yaitu usaha perubahan keadaan yang usaha menjadi
suatu keadaan baru agar nasib manusia dapat diperbaiki.
3.
Perubahan
yang tergatung pada kehendak individu
Perubahan yang
tergantung pada kehendak individu, maksudnya perubahan yang erat kaitannya
dengan selera pribadi. Bentuk perubahan
ini relatif sedikit pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat, yaitu hanya terbatas
pada perbedaan selera masing-masing individu,
tidak berpengaruh terhadap keseluruhan pola sikap dan perilaku masyaakat,
dan tidak mengakibatkan perubahan pada keseluruhan tatanan masyarakat.
Menurut Wilbert E.
Moore (Soerjono Soekanto: 1982), bahwa perubahan semacam ini tidak membawa
pengaruh langsung atau yang berarti bagi masyarakat, artinya
perubahan-perubahan yang terjadi tidak mengakibatkan perubahan- perubahan
terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Jika diambil contoh sederhana tentang selera seorang remaja terhadap
mode rambut gondrong atau anting sebelah, maka mode ini tidak mengakibatkan
seluruh remaja menerima dan menirunya, melainkan tergantung pada selera
remaja-remaja tertentu saja; lagi pula tidak ada kewajiban dan sanksi yang
dominan terhadap kelompok remaja yang tidak menerimanya. Ada kelompok remaja yang merasa perlu
berambut gondrong dan beranting, dan ada pula kelompok remaja yang menganggap
tidak perlu. Kesimpulannya adalah bahwa
semua perubahan yang tergantung pada selera hanya sedikit pengaruhnya bagi
mayarakat dan tidak mengakibatkan peruahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Tidak ada satu lembaga masyarakatpun yang
mengharuskan seseorang patuh pada selera orang lain; tidak ada sanksi ataupun
penghargaan bagi orang yang melanggar ataubpu mendukung selera orang lain.
Kecilnya pengaruh
perubahan terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan ini karena nilai-nilai budaya
yang ada di dalamnya sudah tertanam sangat kuat; apalagi perubahan-perubahan
kecil pada pola perilaku yang bersifat individual tidak berpengaruh pada
seluruh anggota masyarakat. Meskipun menurut Alfian (1978), sikap atau attitude
individu condong untuk berbuat
berdasarkan perasaan dan pendirian hatinya, akan tetapi apa yang dilakukan
tidak berpengaruh terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Berkaitan dengan
pendapat di atas, Soerjono Soekanto (1982), memberikan beberapa karakter
perubahan masyarakat secara horizontal, di mana dapat dilakukan dengan
membandingkan keadaan-keadaan suatu masyarakat yang ada di daerah tertentu
dengan keadaan-keadaan masyarakat di daerah lainnya. Dengan melihat perbandingan
tersebut diketahui adanya masyarakat yang terbelakang, masyarakat yang sedang
berkembang, dan masyarakat yang sudah maju.
Sehubungan dengan
uraian di atas, Soerjono Soekanto (1982) memberikan beberapa karakteristik
perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, yakni sebagai berikut (http://palingberkesan.blogspot.com/2015/12/proses-perubahan-sosial-di-masyarakat.html):
:
1. Tidak ada masyarakat yang berhenti berkembang karena setiap
masyarakat mengalami dinamika, baik cepat maupun lambat.
2. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga
kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada
lembaga-lembaga yang lainnya. Fenomena tersebut terjadi karena lembaga-lembaga
sosial bersifat interdependen sehingga sangat sulit untuk mengisolasi adanya
perubahan-perubahan pada lembaga sosial yang tertentu saja. Perubahan sosial
pada masing-masing lembaga kemasyarakatan merupakan suatu mata rantai yang
tidak mungkin dapat diputus.
3. Perubahan sosial yang terlalu cepat akan menimbulkan terjadinya
disorganisasi yang bersifat sementara. Kesementaraan tersebut terjadi
sehubungan dengan adanya proses penyesuaian diri dan sekaligus adanya
reorganisasi yang mencakup pemantapan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang baru.
4. Perubahan-perubahan sosial tidak dapat dibatasi hanya pada
bidang yang bersifat material atau hanya pada bidang yang bersifat spiritual
saja. Perubahan-perubahan sosial sekaligus akan mencakup bidang yang bersifat
material dan bidang yang bersifat spiritual karena antara kedua bidang tersebut
terjadi hubungan timbal balik yang sangat kuat.
5. Secara tipologis perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai
berikut: proses sosial, segmentasi, perubahan struktural, dan
perubahan-perubahan pada struktur kelompok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar