Selain kearifan lokal Falsafah hidup Piil Pesenggiri dengan elemen
penopangnya Juluk-adok, Nemui-nyimah, nengah-nyappur, sakai-sambayan. Menurut kitab Kuntara Raja Niti,
orang Lampung memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. piil-pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina
menurut agama serta memiliki harga diri).Pi`il Pusanggiri diartikan sebagai
segala sesuatu yang menyangkut harga diri, perilaku dan sikap yang dapat
menjaga dan menegakkan nama baik dan martabat secara pribadi maupun secara
berkelompok senantiasa dipertahankan. Dalam hal-hal tertentu seseorang
(Lampung) dapat mempertaruhkan apa saja termasuk nyawanya demi untuk
mempertahankan pi`ill pesenggiri tersebut.
2. juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan
gelar adat yang disandangnya).Bejuluk Beadok adalah didasarkan kepada
"Titei Gemettei" yang diwarisi tutun temurun dari zaman dahulu, tata
ketentuan pokok yang selalul diikuti (Titei Gemettei) termasuk antara lain
menghendaki agar seseorang disamping mempunyai nama juga diberi gelar sebagai
panggilan terhadapnya. Bagi orang yang belum berkeluarga diberi juluk (bejuluk)
dan setelah kawin di beri gelar.
3. Nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk
bersilaturahmi serta ramah menerima tamu).nemui Nyimah diartikan sebagai
bermurah hati dan ramah tamah terhadap semua pihak, baik terhadap orang dalam
satu klan maupun dari luar klan dan juga terhadap siapa saja yang berhubungan
dengannya.
4. Nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan
bermasyarakat dan tidak individualistis).Nengah Nyapur adalah tata pergaulan
masyarakat Lampung dengan kesempatan membuka diri dalam pergaulan masyarakat
umum dan berpengetahuan luas, serta ikut berpartisipasi dalam segala hal yang
bersifat baik, yang dapat membawa kemajuan sesuai dengan perkembangan zaman.
5. Sakai-sambaian (gotong-royong dan saling
membantu dengan anggota masyarakat lainnya). Sakai Sambayan meliputi beberapa
pengertian yang luas termasuk di dalamnya gotong royong, tolong menolong, bahu
membahu, dan saling memberi terhadap sesuatu yagn diperlukan bagi pihak-pihak
lain. Dalam hal ini tidak terbatas pada sesuatu yang bersifat materi saja,
tetapi juga dalam arti moril termasuk sumbangan pikiran dan lain sebagainya.
Selain dari kearifan lokal piil pesenggiri itu, masih
banyak nilai-nilai luhur kearifan lokal Lampung lainnya yang melekat sebagai
jatidiri masyarakat adat Lampung, diantaranya sbb:
- Adat Angkon muwari (sebagai instrumen resolusi konflik)
- Adat Tetah Adok (makna dan fungsi penobatan/penetapan gelar adat terhadap Penyimbang baru)
- Adat Namong
- Adat Sebambangan
- Adat turun duway
- Adat Ngarak (kirab)
- Adat Nyabai
- Adat Ngelakau (model pepadun dan saibatin)
- Adat Nyambai/nayuh / hajat ngabir (saibatin)
- Adat Mepadun (cakak pepadun)
- Adat Cangget
- Adat Pepung Tiyuh (Pepadun), Adat Hippun Pemekonan (LHP)
- Adat Ngejalang (Lambar)
- Adat kawin Jujur (jujokh) via pertunangan
- Adat Semanda
- Adat Manjau / bertamu
- Adat Manjau Debingi / Nyubuk / Setekutan / ngiban
- Cepalo / cempala (norma perilaku menyimpang)
- Adat ngebabali, ngusi, nyuwah dan najuk (nanam padi)
- Adat Jaga damakh / miyah debingi
- Adat ngelampungkan / adopsi anak calon pengantin non Lampung atau calon yang tidak setara kedudukan adatnya
- Adat mosok dalam perkawinan adat mepadun atau nayuh
- Adat prosesi cakak saituha dalam pendekatan kearah pertunangan (pra acara pertunangan)
- Makna dan funsi Sekura (lambar), Tuping (kalianda)
- Makna kearifan lokal Simbol Sigokh/Siger/Kikat Lampung
- Makna ayung Agung dalam prosesi erkawinan adat
- Makna warna Payung dan perangkat pakaian adat (Putih, Kuning dan merah)
- Makna dan fungsi Tandu Penyimbang dan pengantin
- Makna Rato, Jepano dan burung garuda (pepadun)
- Makna dan fungsi Sessat Agung (pepadun) / Lamban Balak (Saibatin)
- Simbol-simbol pakaian / assesori yang berkaitan dengan status adat
- Makna dan fungsi simbol benda-benda pusaka (punduk, tekhapang, payan, dll)
- dan masih banyak lagi...
Kearifan lokal lain dari segi :
- arsitektur bangunan rumah Panggung dan Ornamennya mempunyai nilai, makna dan fungsi tersendiri bagi masyarakat adat Lampung. Ada bentuk rumah penyimbang adat, rumah masyarakat adat, rumah masyarakat biasa, adat rumah peratuan, rumah tanah garapan (sapu), dll yang mempunya nilai dan fungsi masing-masing.
- Kearifan lokal petanian, peternakan dan perkebunan (repong), dengan cara, makna dan nilai kesejehtaraan masing-masing
- Kearifan lokal yang menyangkut hukum pidana adat (hukum tindak kejahatan)
- Kearifan lokal dari segi saji dan menu makan bersama NYERUWIT dengan nakna dan tujuan
- Kearifan lokal yang berkaitan dengan seni (sulam, suara, warahan, tari, musik,)
- Kearifan lokal membangu kuwaian, lamban/nuwo, surau/mesjid
- Kearifan lokal yang berkaitan dengan pemeliharaan dan pembangunan lingkungan hidup/alam: makna, penguasaan, pemeliharaan dan fungsi hutan ulayat bagi penyimbang dan masyarakat adat, misalnya bukit Kalirejo, hutan Gn.Rajabasa, dll; Makna dan fungsi Repong (damar, durian, kopi, cengkeh, lada, kelapa, pala, dll); kebiasaan usaha perikanan dengan Talang Lebak-lebung (menggala); Kebiasaan nelayan dalam pola dan teknologi tradisional penangkapan ikan, peralatan dan kebijakan (laut dan sungai air tawar)
- Kearifan lokal yang berkaitan dengan proses, tatacara, makna dan fungsi penbentukan kampung/tiyuh/pekon (artikel mengenang Prof, Hilman Hadikesuma)
Kecuali itu ada kearifan lokal yang melekat
pada jatidiri pemerintah provinsi dan kabupaten/kota berupa pernyataan semboyan:
Semboyan Pemerintah Provinsi Lampung adalah Sang
Bumi Ruwa Jurai, artinya “satu bumi dua adat budaya”; kata sang
bumi berasal dari sanga bumi (sango
bumei=pepadun), artinya se-bumi. Sedangkan ruwa jurai, artinya dua kelompok budaya yang berbeda, yaitu
kelompok masyarakat adat pepadun dan sebatin. Sang bumi ruwa jurai ini
merupakan simbol keragaman etnis dan budaya Lampung: sedangkan etnis pendatang
tidak digolongkan sebagai jurai ke-3 dalam konsep ini. Dalam simbol budaya Sang Bumi Ruwa Jurai tidak ada kategori
ulun Lampung dan pendatang; ini tidak sesuai dengan pemahaman unsur-unsur piil
pesenggiri, terutama unsur nemui-nyiman. Justeru kelompok pendatang diposisikan sebagai ulun Lampung pada
kedua kelompok budaya itu, yaitu pepadun dan sebatin secara bebas dan terbuka,
sesuai pilihan, teritorial pemukinan dan penetapan golongan ke dalam warga adat
di mana mereka bermukim tetap.
Masyarakat adat Sai
Batin (sebatin) terdiri dari ragam marga yang tersebar di berbagai
wilayah Lampung; pada mulanya secara umum tersebar di kawasan pesisir
pantai, kemudian pada dekade selanjutnya tersebar juga di daerah pedalaman dan
sektor perkotaan. Demikian juga sebaliknya masyarakat adat Lampung Pepadun yang
umumnya bermukim didaerah pedalaman Lampung, kemudian tersebar dan membaur (inkulturasi) dengan
kelompok masyarakat lainnya, baik dalam lingkungan 2 kelompok budaya secara
umum, maupun dalam lingkungan jurai marga atau kebuawaian dari masing-masing
kelompok budaya tersebut (Abdul Syani, 2011).
Sedangkan Semboyan pada Pemerintah Kabupaten/Kota
memiliki ciri dan makna tersenri yang khas. Slogan/simbol/semboyan dengan pernyataan
khas masing-masing bukan sekedar lambang kosong, tetapi mengandung nilai.nilai
spiritual dan pendorong keativitas kearah kerja keras dalam mewujudkan
kesejahteraan bersama. Slogan-slogan itu merupakan tolok-ukur dan sebagai dasar
pijak/landasan dalam musyawarah (pepung adat), perencanaan, pelaksanaan dan
pemeliharaan pembangunan.
Untuk mewujudkan harapan tersebut,
maka masing-masing daerah di Provinsi Lampung membuat slogan/semboyan kearifan
lokal Lampung, tujuannya agar pimpinan daerah dari semua jajaran, besama dengan
masyarakat dari semua jurai adat dan golongan dapat mengamalkannya. Dari
masing-masing slogan itu adalah:
Bang Abdul Sani Bisa baca Buku tentang BEBERAPA SEKTOR KEARIFAN LOKAL LAMPUNG? karena mau saya kutip. Salam. Terima Kasih.
BalasHapusBoleh minta daftar pustakanya gak?
BalasHapus