Beguwai (Begawi=Pepadun)
Adat Angkon Muwakhi adalah upacara perayaan angkat (mengangkat) saudara dalam
adat Lampung Saibatin. Tempat pelaksanaan guwai adat angkon muwakhi atau
upacara mengangkat saudara ini, biasanya di Lamban Balak (rumah penyimbang
marga, tiyuh/pekon atau suku) setempat. Namun demikian, faktor lokasi/tempat
pelaksanaan upacara adat angkon muwakhi tersebut bukanlah harga mati, melainkan
bersifat kompromistis, tergantung kesepakatan bersama dengan berbagai
pertimbangan (Abdul Syani, 2013).
Pertimbangan
yang terkait dengan batas kemampuan finansial, waktu, jarak atau pertimbangan
lain yang dapat diterima para majelis penyimbang adat, di samping pertimbangan
lain yang dianggap tidak memberatkan pihak Baya
(keluarga yang melaksanakan/penanggungjawab upacara adat angkon muwakhi
tersebut). Sebagaimana juga dijelaskan oleh Zulkifli Tahir dengan gelar/Adok Temenggung Niti Zaman Bandar Kesugihan
Marga Legun Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan sebagai
berikut:
Angkon itu secara umum bisa kita bedakan menjadi dua
macam, yang pertama ngangkon secara adat, dan yang kedua ngangkon secara umum. Angkon
secara adat harus melalui prosesi adat atau tata cara adat, ada
tahapan-tahapanya dan biasanya membutuhkan biaya besar jika melihat situasi
zaman sekarang. Sedangkan angkon secara umum itu lebih simpel dan tidak
membutuhkan biaya besar karna hanya pertemuan antara kedua belah pihak yang mau
ngangkon, dasarnya bertumpu pada kesepakatan hasil musyawarah. Menurut
Informan, saat ini ngangkon umumnya dilakukan secara sederhana cukup dihadiri
kedua belah pihak keluarga, disaksikan para penyimbang setempat dengan jamuan
pesta kecil makan bersama. Oleh karena itu kadang-kadang masih banyak kerabat
dari kedua belah pihak dan masyarakat yang tidak mengetahui elah terjadi ikatan
persaudaraan antar warga setempat.
Sedangkan untuk tempat beguwai adat mewaghi/muwakhi
bagi masyarakat adat Pepadun, menurut ketentuan adatnya adalah di Balai Adat
atau di Lamban Balak. Akan tetapi dalam perkembangannya, karena suatu alasan,
dapat dilakukan di rumah pihak yang bertanggungjawab atas acara adat angkon
muwakhi tersebut. Bagi masyarakat Adat Pepadun, pelaksanaan upacara adat angkon
muwakhi (warei adat) dilakukan di Sessat Agung, yaitu suatu bangunan khusus
yang berfungsi untuk rapat mengenai maslaah adat. Akan tetapi bisa juga
dilaksanakan di Nuwo Balak atau Nuwo Ghatcak, tergantung besar kecilnya gawi
(guwaian), mesak matahnya (matang mentahnya) gawi adat sesuai dengan kesepakatan
hasil musywarah (peppung/hippun perwatin) para penyimbang adat.
Alasan angkon muwakhi, khususnya bagi masyarakat
adat Marga Legun Lampung Selatan pada umumnya adalah sebagai upaya mempererat
tali persaudaraan bagi sesama kerabat dekat, kerabat jauh, warga sekitar di
luar keluarga utama (saudara kandung atau kerabat dekat) dan warga luar
adat/kampung/pekon, termasuk warga pendatang dari berbagai asal usul, agama,
suku dan golongan. Di samping alasan lain yang sifat dan tujuannya untuk
menghentikan dan menyelesaikan perselisihan/konflik antar warga, baik laten
maupun terbuka dengan tujuan agar tercipta kerukunan sosial dan perdamaian
abadi sebagaimana hubungan saudara kandung. Hal ini senada dengan penjelasan
dari kutipan hasil wawancara dengan M.
Kasim Hasan gelar/Adok Pakubuana, sebagai
berikut:
Untuk
Angkon Muwakhi, salah satu sebabnya adalah karena adanya perselisihan
antarwarga sehingga untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi agar
dampaknya tidak meluas dilakukanlah angkon mewakhi tersebut. Nah, ngangkon itu
bisa dilaksanakan bukan hanya dengan sesama etnis Lampung saja melaikan juga
bisa dilakukan dengan etnis lain yakni Bali, Jawa, Sunda dan lainnya. Tentunya
dalam pelaksanaanya harus mengikuti tata cara dan aturan adat yang berlaku,
contohnya dengan syarat memotong hewan
Kerbau Aturan potong hewan kerbau itu bukan hanya untuk orang Bali kemaren
saja, kita yang sesama etnis Lampung kalau terjadi peerselisihan yang besar
juga berlaku. Banyaknya hewan kerbau yang dipotong itu bisa disesuaikan dengan
keadaan, artinya tidak harus dalam jumlah yang besar.
Pada kesempatan lain M. Kasim Hasan
/Adok Pakubuana menegaskan
bahwa:
ada
berbagai macam sebab terjadinya angkonan
muwkahi, misalnya karena terjadi kecelakaan/tabrakan, di mana tidak
langsung dapat diselesaikan dengan proses ganti rugi, akan tetapi akan banyak
sikap perilaku yang didasari dorongan emosional, sehingga cenderung terjadi
sengketa yang sulit diselesaikan. Dalam kondisi cemas tak menentu tanpa solusi,
maka satu-satunya cara adalah menggunakan kekuatan nilai-nilai kearifan lokal
yang berlaku, yaitu upaya seangkonan sebagai saudara, tentu melalui bantuan
Penyimbang Adat yang masih dipercaya juga. Jika salah satu dari mereka yang kecelakaan
itu meninggal dunia, maka ganti rugi berupa harta benda tidak berlaku, secara
piil nyawa tidak bisa diganti dengan uang berapapun, kecuali dibayar nyawa
pula. Dalam kondisi ini menurut adat setempat, pihak yang lain harus merelakan
anaknya sebagai ganti pihak yang meninggal. Menurut prinsip keadilan adat, maka
anak pengganti ini dimiliki bersama dengan cara diadopsi/ diangkat anak oleh
pihak keluarga yang kehilangan anak (meninggal). Konsekuensinya anak pengganti
ini masuk sebagai keluarga baru yang sekaligus menjadi saudara angkat. Untuk
peresmian ikatan angkon juwakhi ini, maka dilakukan upacara adat yang disebut
dengan adat angkon muwakhi.
Dalam prinsip sosiokultural hubungan tali
persaudaraan/kemuwakhian ini dikukuhkan secara formal adat, yaitu melalui
perayaan/upacara pengukuhan atau beguwai adat angkon muwakhi. Beguwai adat
muwakhi ini merupakan simbol pertalian saudara antar pihak, di mana
masing-masing telah sepakat secara ikhlas menjadi saudara kandung dengan segala
tanggungjawab, hak dan kewajibannya. Hubungan persaudaraan dalam adat angkon
muwakhi ini dikuatkan oleh ikatan perjanjian dan sumpah setia yang disaksikan
dan disahkan oleh segenap tuha khaja (para penyimbang adat) dan perangkat adat
lainnya sesuai dengan hukum adat yang berlaku.
Tujuan angkon
muwakhi itu adalah untuk mengikat dan mendekatkan hubungan
persaudaraan/kekeluargaan secara mendalam, sehati se-iya sekata, senasib
sepenanggungan, seiring sejalan dan musyawarah mufakat dalam segala usaha
memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping berfungsi sebagai strategi ampuh dalam
penyelesaian masalah jika pada suatu ketika terjadi perselisihan diantara warga
masyarakat adat setempat.
Menurut kebiasaan masyarakat adat Marga Legun Lampung
Selatan, khususnya masyarakat adat Marga Legun, satu-satunya adat kebiasan yang
ditempuh sebagai jalan penyelesaian kemelut sengketa tersebut adalah dengan
melakukan Hippun (musyawarah) adat
oleh para Perwatin adat untuk mencari resolusi konflik dengan rekomendasi
melaksanakan beguwai adat angkon muwakhi. Khususnya bagi keluarga besar
penyimbang adat Marga, bahwa tujuan dilaksanakanya beguwai adat angkon muwakhi
itu adalah untuk penyelesaian konflik, menciptakan dan memulihkan kerukunan
masyarakat.
Angkon muwakhi juga sebagai bentuk upaya pelestarian
adat budaya lokal yang mengandung nilai-nilai luhur dan berguna untuk
mengembangkan kecerdasan moral, emosional, spiritual dan kesadaran intelektual.
Dalam kehidupan masyarakat adat Marga Legun Lampung Selatan, angkon muwakhi
merupakan kebiasaan yang diadatkan, Artinya kegiatan perayaan/upacara/beguwai
adat angkon muwakhi (angkat saudara) dilakukan atas dasar kepentingan sosial
budaya sebagai penyangga terciptanya kerukunan, kedamaian dan kesejahteraan
warga masyarakat adat.
Secara umum ada
3 (tiga) faktor Pendorong Tumbuhnya Adat Angkon Muwakhi, yaitu:
(1)
Karena/atas dasar hubungan yang sangat
baik misalnya
a. Terselamatnya jiwa/kehormatan seseorang dalam
suatu peristiwa tertentu;
b. Hubungan pertemanan/persahabatan yang sudah
sangat lama pada saat sekolah, sekantor, sepemukiman dan sebagainya.
Sebagaimana
yang telah diungkapkan terlebih dahulu akan mewarei karena/alasan kebaikan,
dilakukan dapat sendiri khusus untuk itu atau berbarengan dengan kegiatan lain
misalnya upacara turun madei, mepadun dan sebagainya.
Kegiatan
upacara ini pada dasarnya dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
Tahapan pertama,
pihak berinisiatif menyampaikan niatnya kepada pihak, yang membantu. Pada saat
tersebut dijelaskan maksud dan tujuan dengan segala alasan muncul ide tersebut,
serta konsekwensi yang akan timbul akibat peristiwa tertentu, biasanya pada
tahapan ini dibiasakan antara lain adalah: (a) Status yang bersangkutan dalam
keluarga; (b) Adek; (c) Kegiatan dan acara yang akan dilaksanakan;
Tahap kedua,
pribadi yang berinisiatif menyampaikan niat tersebut kepada keluarga besarnya.
Kemudian dilanjutkan ke keluarga sesuku. Pada acara ini dibahasseperti tahap
pertama hanya sifatnya lebih tegas dan rinci. Setelah mendapat kesepakatan
bulat baru dilanjutkan ke tahap
Tahap ketiga,
salah satu Punyimbang atau ketua kelompok melaporkan maksud tersebut kepada
para punyimbang kampung dalam suatu musyawarah khusus untuk itu. Acara
musyawarah ini dapat dilakukan di rumah punyimbang yang bersangkutan atau
disessat tergantung situasi dan kondisi. Musyawarah dipimpin oleh salah seorang
punyimbang yang telah disepakati oleh punyimbang lainnya.
(2) Karena alasan telah terjadi persengketaan/perselisihan
Kegiatan
muwakhi
karena penyelesaian suatu sengketa atau karena sesauatu peristiwa tertentu
tabrakan, perkelahian atau pertikaian lainnya. Pada umumnya kegiatan yang
dilakukan dimulai dengan kegiatan pendekatan dan negosiasi pada pihak yang
bermasalah. Biasanya sebelum sampai ke tahap pembicaraan adat dilakukan
pembicaraan antar keluarga dimana yang mewakili keluarga biasanya seseorang
yang berwibawa dalam keluarga tetapi biasanya diwakili oleh pihak ketiga yang
diperkirakan berkemampuan untuk itu, terlebih lagi bila peristiwa itu ada yang
jatuh korban meninggal dunia. kemudian peristiwa persengketaan/berawal dari
seseorang pribadi, kelompok atau sekampung, dengan pihak lain. Jadi proses muwakhi
ini dapat juga dilakukan antar kampung
sebagai akibat dari tawuran masal.
(3) Karena hubungan perkawinan keluarga Lampung
dengan masyarakat luar Lampung.
Kegiatan
muwakhi
ini pada hakekatnya melalui beberapa tahapan, setelah terjadi suatu peristiwa
yang didukung niat yang luhur dan kemampuan dari kedua belah pihak guna
penyelesaian konflik yang terjadi atau penegasan status/posisi mereka dalam
suatu tatanan masyarakat adat tertentu. Karena peristiwa muwakhi
ini akan berpedoman pada status hirarki dan status dalam keluarga dan
masyarakat status maka pedoman awal yang digunakan adalah status pihak yang
berinisiatif dalam masyarakat adat yang bersangkutan. Status pihak yang
dimaksud adalah kedudukan pihak yang berinisiatif dalam masyarakat adatnya,
secara tegas apakah yang bersangkutan berstatus sebagai punyimbang atau bukan.
Keadaan
demikian ini sangat penting sebab pihak yang baru akan menyesuaikan dengan
status kekeluargaan yang telah ada, dan keluarga yang berinisiatif akan menata
ulang susunan kekeluargaannya. Penataan ulang ini pada prinsipnya tidak boleh
melampoi susunan kekeluaraan yang sudah ada, atau menjelaskan diantara susunan
yang sudah ada secara biologis, walaupun pada kenyataan pihak yang baru umumnya
lebih tua dari pihak yang berinisiatif.
Peristiwa
perkawinan antar suku (etnis) ini faktanya tak dapat dibendung oleh karena itu
secara adat harus diselesaikan. Proses penyelesaian perkawinan yang demikian
ini dilakukan melalui kegiatan yaitu dijadikan warga masyarakat adat Lampung
yang disebut dengan istilah mewarei dan dapat pula dengan adopsi (pengangkatan
anak). Pada umumnya warga asing ini diwareikan dengan salah satu keluarga
sekampung dan sekebuwaian tetapi biasanya masih ada hubungan darah (berkerabat)
dan kedudukan sebanding.
Disamping
makna lain di atas kegiatan muwakhi
ini juga dimaksudkan agar anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut akan
mempunyai kelamo atau benulung orang Lampung sehingga hubungan kekerabatan
menjadi bertambah erat. Selain itu yang bersangkutan akan menjadi bebas bergaul
dalam masyarakat adatnya karena ia sudah berstatus sebagai warga Lampung. Konsekwensi
lain tentunya dengan peristiwa ini pihak yang bersangkutan sudah terkena cepalo
(orang) yang dianut oleh masyarakat adat yang bersangkutan. Untuk tertibnya
acara maka didahulukan kegiatan mewarei baru kegiatan perkawinan dilangsungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar