SASTRA LISAN DALAM BENTUK PUISI PEPATCOR
Oleh: Abdul Syani
Pepatcur adalah salah satu bentuk
sastra lisan Lampung yang sering dipergunakan untuk
menyampaikan nasihat atau pesan kepada calon mempelai dalam
upacara pemberian gelar adat. Pemberian gelar adat itu
dilakukan dalam upacara adat yang dikenal dengan istilah ngamai/ngenei
adek atau ngadek. Bisa juga disampaikan pada upacara
adat tertentu, seperti penobatan status remaja seghak
buasah, upacara adat perkawinan, dan sebagainya. Pepatcor ini dituturkan
dalam bentuk sambutan atau pidato dengan nada bahasa
yang khas. Oleh karena pepatcor mengandung seni dalam
penyampaiannya, diharapkan dapat menyentuh perasaan pendengarnya, maka
pelakunya harus dipilih dari orang yang memiliki pengaruh dan
kemampuan khusus. Biasanya pepatcor berisikan pesan-pesan
kebaikan dan harapan yang disampaikan oleh para tokoh
pimpinan tua terhadap pemangku-pemangku adat yang baru.
Pepatcor terdiri dari sejumlah bait, dimana setiap
baitnya terdiri dari empat baris (larik). Mengenai jumlah bait dalam
pepatcor tidak ditentukan, biasanya tergantung pada banyaknya
pesan-pesan yang diperlukan atau yang akan disampaikan.
Setiap bait bisa menganut pola ab-ab seperti pantung atau
segata, bisa juga berpola aa-aa seperti syair-syair pada
umumnya. Dari keempat baris ungkapan dalam setiap bait Pepatcor semuanya
isi atau alur tujuan dan tidak terdapat sampiran
sebagaimama pada pantun.
Pesan-pesan atau amanat yang wajib dilaksanakan
Pengantin baru yang disampaikan dalam bentuk pepatcor
dapat dilihat contoh sbb:
Sinji tangguh kemaman Ini pesan
pamam
khukunkon khumah tangga rukunkan rumah
tangga
supaya mattop iman supaya
mantap iman
dang lupa waktu lima jangan lupa waktu lima
(dialek Lampung pesisir
dan Pubiyan)
Contoh pesan-pesan
agama dalam pepatcor yang wajib dihayati:
Sembahyang dang sappai lalai Sembahyang jangan
sampai lupa
tanda ingok jama Tuhan bukti ingat
kepada Tuhan
Mak pandai kham kilu tawai tidak tahu minta
nasehat
supaya dang salah jalan supaya tidak
salah jalan
(dialek Lampung pesisir)
Pada bait-bait terakhir pepatcor biasanya dituturkan
kata-kata ngalimpukha (mohon maaf) terhadap saikhamik atau para
pendengar, misalnya:
Attak ija pai kici'an Sampai
di sini dulu omongan
natti ti sambung juga kapan-kapan
di sambung lagi
ki wat kesalahan kalau
ada kesalahan
sikam kilu ngalimpukha kami
mohon domaafkan
(dialek Saibatin kalianda)
Pepatcor menurut masyarakat adat Lampung dapat berfungsi sebagai
media penyampaian pesan-pesan, amanat dan harapan-harapan, seperti pesan agar
dalam perjalanan hidup dapat bersikap dan berperilaku sesuai
dengan pandangan hidup masyarakat Lampung, yaitu Pi'il
Pesenggiri. Sebagai hamba Tuhan agar berbagai pihak dapat melaksanakan
ibadah sesuai dengan hukum-hukum Agama yang di anut, khususnya masyarakat
Lampung yang menganut Agama Islam tentu harus tunduk
pada Al-Qur'an dan Hadits. Sebagai makhluk sosial diharapkan
dapat menjaga kerukunan hidup dalam masyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Pepatcor dapat pula berfungsi sebagai upaya untuk
meningkatkan perasaan yang halus, karena kalimat-kalimat dalam bait
pepatcor disampikan dalam suara indah dengan pesan-pesan
yang langsung mengena dihati pendengarnya. Kecuali itu
pepatcor dapat pula berfungsi sebagai media pendidikan, dan
alat atau sarana hiburan masyarakat. Oleh karena papatcor
diperagakan dengan menggunakan kalimat-kalimat yang dilantunkan secara
indah dan beraturan, maka dalam penyampaian pesan-pesannya dapat
menyentuh perasaan hati, baik bagi sasaran utamanya maupun
bagi para pendengar umum lainnya. Dengan demikian
pesan-pesan yang disampaikan itu dapat lebih mudah diserap, dipahami dan
diterima sebagai kebenaran dan sebagai pedoman hidup, baik mengenai
kesopanan, perilaku sosial, maupun mengenai nilai-nilai dan norma-norma
adat. Pedoman-pedoman hidup yang terkandung dalam kalimat pepatcor
itu pada umumnya menyangkut tata cara hidup bermasyarakat sesuai
dengan prinsip Pi'il Pesenggiri.
Contoh pepatcur
(dialek nyow):
Amaino: Amai Rajo, Panggilannya : Amai Rajo
Adekno: Rajo Mudo,
Gelarnya : Rajo Mudo
Rajo Mudo, Rajo Mudo
Cuakan di mengiyan, panggilan
pada anak mantu (laki),
Nutuk purattei 'jak jebei, mengikuti
kebiasaan sejak dahulu,
Buyo jenamuk sako, nama
simpanan lama,
Sangun kak pepujughan, memang
telah disisakan,
Anjak kelamomeu, Sanusi, dari
kakak ibumu, Sanusi
Mak makko sai dibidi, tidak
ada yang dibeda,
Uyen benulung kaban, semua
anak adikku,
Sebai atau sanak sayan, wanita
atau anak sendiri,
Mittar anjak sai tuho, mulai
dari yang tua,
Tigeh sai sanak sayan, hingga
yang paling bungsu,
Lagei rahei sebijei,
masih keturunan
satu.
Sikam betulung duo, kami
turut berdoa,
Kilui jamo Tuhan, memohon
kepada Tuhan,
Mewmugo metei serasei, semoga
kalian berbahagia,
Kiwah di dau belanjo, harta melimpah-limpah,
Serbolem kecukupan, serba
dalam kecukupan,
Mak susah tukuk debei, tidak
susah pagi sore.
Tagen sino nyato, agar
itu terwujud,
Pinggungken pilih pikiran, pandai-pandai
berpikir,
Dang nyipang nganan-ngirei, jangan belok kanan kiri,
Dang mak rajin bekerjo, jangan
tidak rajin bekerja,
Mak dapek sesambilan, tidak
boleh tidak tekun,
Nyo lagei attah di atei, apa
lagi seenaknya.
Zaman tano ijo, Zaman
sekarang,
Sapo sayuk ngelengan, siapa
terlambat berpikir,
Kak pastei ngegigik jarei, sudah
pasti menggigit jari,
Lupuk kemarau siwo, berlaku
kemarau panjang,
Bareng kak turun hujan, ketika
hujan turun,
Cumo tinggal nyegigei, hanya
lagi seenaknya'.
Sai tano anjak sino, selain
itu,
Kak limban pebalahan, sudah
beralih pembicaraan,
Panggeh ijo wat ratei, pesan
ini ada arti,
Dang lalai watteu limo, jangan
melalikan shalat,
Lapahei perittah Tuhan, kerjakan
perintah Tuhan,
Lakunei sunah Nabi, lakukan
sunah Nabi (Muhammad).
Tando gham ijo hambo, tanda
kita habis,
Mak lupuk kewajiban, tidak
terlepas dari kewajiban,
Dawah atau debingei, siang
atau pun malam,
Ago buktei sai byato, perlu
bukti yang nyata,
Mangi mak jadei seselan, agar
tidak menjadi sesal,
Tigeh alam salah nei, hingga
alam akhir.
Dawah kebiyan sijo, siang
ini,
Dendeng segalo badan, kumpul
semua keluarga,
Serto ahlei pamilei, beserta
ahli pamili,
Tutuk lebeu kelamo, Beserta
keluarga nenek dan ibu,
Uyenno munih tengan, semuanya
juga menyaksikan,
Ketiko nyambuk metei, ketika
menyambut kalian.
Cumo
begaweh ano, Hanya begitulah,
Telitas
lem pikiran, terlintas dalam pikiran,
Sumang
di andel atei, selain hati gembira,
Ketiko
sijo tano, saat sekarang ini,
Sayang
mak lagei tengan, sayang tidak lagi menyaksikan,
Ayahmeeu,
Hajei Marzuki, ayahmu, Haji Marzuki.
Ghadeu enem tahhun tano, telah
enam tahun ini,
Kak mapan di deh mijan, beristirahat
di alam kubur,
Netepi janjei Illhei, memenuhi
panggilan Illahi,
Dang sappai ago lupo, jangan
sampai lupa,
Metei benulung kaban, kalian
anak-anak,
Di tiyan sai mak lagei, pada
mereka yang telah tiada.
Tegesno
cawo sijo, tegasnya pesan ini,
Sighekken di lem pikiran, sirakan
di dalam pikiran,
Metei sebai semanei, kalian
suami/isteri,
Duoken ulun tuho, doakan
orang tua,
Lekuh ulun ngeruhan, cara
orang mengerti,
Tando sanak pengjei, tanda
anak berbakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar